Pria Misterius

22 1 0
                                        



Malam telah larut pukul 23:45. Aku berjuang melawan rasa kantukku dengan meminum secangkir kopi Americano panas. Lampu kamarku pun sengaja tak kumatikan agar aku tak jatuh terlelap. Kutonton acara tv yang sebenarnya sangat membosankan. Tapi aku harus begadang malam ini untuk memastikan keadaan apartemenku aman. Snow telah tertidus pulas di sampingku. Badannya meringkuk membentuk sebuah lingkaran. Semakin lama rasa acara yang kutonton semakin membosankan sehingga rasa kantukku yang sudah tak tertahankan mengalahkan aku. Entah sejak kapan tanpa sadar aku jatuh terlelap.

"Aaaaaaa...."

Kedua mataku refleks terbuka. Suara apa itu? Sialan aku baru sadar jika aku tertidur dan lupa mematikan tv. Volume yang sedari tadi tak kukecilkan alhasil berhasil membuat jantungku hampir melompat keluar dari dadaku.

Apa ini? Aku sangat terkejut. Tapi apa yang kulihat sekarang benar-benar tangan kekar seorang pria. Tangannya besar dan terlihat keras. Pembuluh darahnya besar-besar dan terlihat menonjol. Kukedip-kedipkan kedua kelopak mataku dengan cepat untuk menyadari bahwa ini bukanlah mimpi. Ya benar ini bukanlah halusinasi atau mimpi. Ini benar-benar nyata karena selain tangan kekar ini kudengar juga nafas seseorang yang tertidur di belakangku. Hembusan nafasnya terasa seperti meniup setiap helai rambutku.

Aku takut. Aku takut dengan si pemilik tangan. Aku takut jika dia adalah psikopat yang akan memperkosa atau membunuhku. Jantungku berdebar dengan sangat cepat. Aku panik, hembusan nafasku sangat tidak stabil. Takut jika si pria misterius itu terbangun, aku berusaha untuk mengatur nafasku.

Aku mencoba berpikir apa yang harus kulakukan di saat yang genting seperti saat ini. Ya aku ingat. Di dalam laci samping kasurku ada sebuah gunting yang berukuran agak besar. Mungkin itu cukup untuk membela diri jikalau pria misterius itu menyerangku tiba-tiba. Apakah sebuah gunting cukup untuk mempertahankan nyawaku?

Sial. Aku lupa menaruh di mana letak hp-ku. Tanpa hp aku tak bisa meminta bantuan siapapun. Sedangkan kunci mobilku ada di dalam tas kerjaku.Tapi tas kerjaku saat ini masih berada di atas sofa. Sungguh sial. Semuanya sangat tak menguntungkan. Tapi baiklah akan kucoba secepat mungkin mengambil gunting di dalam laci, berlari menuju ke pintu dan berteriak meminta bantuan. Setidaknya yang pertama kali aku lakukan adalah harus keluar dari ruangan ini dengan selamat.

Aku bangun dengan secepat kilat dan berhasil membuka laci. Berhasil juga kudapatkan gunting di dalam laci itu digenggamanku. Kutodongkan gunting itu menghadap ke arah pria misterius yang masih berada di atas kasurku.

Dia terkejut. Sama halnya denganku yang tak kalah terkejut. Wajahnya tak asing. Aku pernah melihat wajah itu. Ya. Dia adalah seorang pria yang tadi tertangkap oleh cctv. Wajahnya tampan, badannya kekar memakai celana pendek di atas lutut tanpa memakai baju atasan. Dasar maniak dia berbaring denganku hanya menggunakan celana pendek itu. Bahkan celana pendek itu adalah milik Jae Min oppa.

"Hana, tenanglah." Katanya sambil duduk. Kedua tangannya mengisyaratkan untuk tenang.

"Kamu siapa?" Kenapa kamu bisa berada di dalam kamarku?" Tanyaku dengan suara yang panik.

Kepalanya miring ke kiri. "Aku tinggal di sini denganmu."

"Jangan bercanda. Jawab aku dengan jujur." Suaraku meninggi.

"Tenanglah. Akan aku ceritakan semuanya. Tapi buang dulu gunting yang ada di tanganmu." Perintahnya dengan suara lembut.

Aku penasaran kenapa dia masih bisa tenang dalam keadaan seperti ini. Aku semakin takut. Aku berjalan mundur. Kedua tanganku tetap menggenggam gunting yang menghadap kepadanya. Dia berdiri perlahan. Matanya mengamati gerakanku. Tubuhnya sudah bersiap untuk menyerangku.

Aku takut dia menyergapku. Bagaimanapun juga aku hanya lah seorang wanita. Tak mungkin aku bisa mengalahkan tenaga seorang pria yang bertubuh tinggi besar seperti dia. Kakiku hampir sampai di depan pintu kamarku. Aku berbalik dan berlari sekuat tenaga.

Tapi percuma saja ada tenaga yang sangat besar yang menghentikan tubuhku dengan tiba-tiba. Gunting yang semula berada di tanganku telah raib. Aku berada dalam kungkungannya. Badan besarnya telah menghalangiku untuk keluar kamar. Tangan kanannya berhasil merebut gunting yang kubawa tadi. Tanpa kusadari darah segar menetes dari ujung gunting itu.

Tess....tesss....tessss

Aku takut setengah mati. Mataku memanas. Air mataku tanpa sadar keluar dari kedua mataku. Aku akan mati. Aku terluka oleh gunting itu. Mungkin ini adalah bagian dari rencana pria misterius itu padaku. Aku takut mati. Apalagi harus mati dengan sia-sia seperti ini.

"Hana kamu nggak apa-apa?" Tanyanya dengan nada khawatir.

Aku tak berani menjawab. Aku hanya melihat darah yang terus menetes di atas lantai. Aku takut dibunuhnya. Dia pasti berpura-pura khawatir padaku dan bila ada kesempatan dia pasti akan melukaiku. Kucoba membebaskan tubuhku yang masih berada di bawah kendalinya.

"Hana tenanglah."

Aku terdiam seperti patung. Aku tak tahu apalagi yang harus kuperbuat. Segala upayaku untuk kabur telah gagal. Aku tak punya pilihan lain selain mencoba mendengarkan kata-katanya. Kedua tangannya yang besar memegang pundakku. Dan membimbing tubuhku yang tak berdaya ke pinggir kasur. Dia mendudukanku.

Gunting yang kupakai sebagai senjata tadi disingkirkannya entah kemana. Dengan sedikit gemetar aku membuka genggaman tanganku. Tapi tak setetes darahpun kutemukan. Mataku terbelalak. Kupandangi lantai bekas tetesan darah yang masih berada di atas lantai.

Pria itu berjongkok dan bertanya ,"Kamu nggak apa-apa?"

Aku hanya bisa menggeleng. Dia mengusap sudut mataku yang berair dengan lembut. Tangannya masih berlumuran darah. Dari situ aku tahu yang terluka bukanlah aku tapi dia. Entah kenapa dia seolah mengenalku. Tapi bagiku dia sangat asing.

"Kenapa kamu takut padaku? Aku tak akan menyakiti kamu." Katanya sambil duduk di sampingku.

Alisku mengkerut. "Siapa kamu? Kenapa kamu bisa sampai di sini?"

"Aku adalah Snow."

Mataku terbelalak. Benar. Di mana Snow yang sedari tadi tak kulihat dia. Aku berlari memutari kamar dan memanggil-manggil nama Snow. Tak ada tanda-tanda Snow berada di dalam kamar ataupun di ruangan lainnya.

"Hey, aku di sini. Sudah kubilangkan kalo aku adalah Snow."

"Jangan bercanda. Aku tak tahu apa yang kamu perbuat pada Snow. Tolong jangan sakiti dia." Pintaku memelas.

"Kamu masih nggak percaya? Aku adalah Snow. Akan aku tunjukan buktinya." Katanya dengan lantang.

Pria misterius itu masih kekeh dengan argumennya yang tak masuk akal bahwa dia adalah Snow, anjing piaraanku.

Dia membawa tanganku yang digenggamnya ke dadanya dan berkata,"Lihatlah bekas luka ini! Aku mendapatkannya di daerah Provinsi Gangwon. Aku mendapatkan banyak luka tusukan ini dan hampir mati di tengah badai salju. Saat itulah beruntung kamu menyelamatkan aku."

Refleks aku menarik tanganku dan menutupi mulutku dengan cepat. Tak mungkin dia tahu semuanya kejadian itu. Karena yang tahu hanyalah aku dan Yoobin. Aku tak bisa percaya. Mana mungkin seekor anjing bisa berubah menjadi seorang manusia. Itu hanyalah dongeng semata. Atau ini semua adalah mimpi. Karena tidak ada hal-hal semacam itu di dunia nyata.

Itu hanya ada di dalam buku dongeng ataupun film-film fiksi. Dan yang paling nyata adalah cerita itu adalah murni karangan manusia. Mana bisa aku percaya dengan cerita konyol yang tak masuk akal seperti itu. Dan aku yakin dia adalah seorang penipu. Sungguh keterlaluan bahkan dia mengarang sebuah cerita yang sangat tak masuk akal untuk membodohi aku. Yang menjadi pertanyaanku adalah bagaimana dia masuk ke apartemenku dan apa yang telah terjadi pada Snow.

***

T.B.C

Moon NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang