Prolog: Laboratorium

68 12 3
                                    

"Ibu berdarah! Ayah, perut Ayah berdarah!" Aku terperanjat melihat keadaan mereka terbaring di lantai dingin laboratorium.

Terlihat jelas raut wajah Ayah dan Ibu yang tergelimpang tidak berdaya. Siapa yang tega melakukan ini? Tubuhku meringkuk dan berusaha mengguncang tubuh mereka. Air mataku mengalir diiringi isak yang mengisi ruangan, selaras dengan derasnya hujan malam itu. Ruangan yang gelap menambah risau hati dan pikiranku.

Derap sepatu terdengar menuju ruangan ini. Isakku sedikit mereda, berharap seseorang akan membantu dan menyelematkan. Sosok yang mengarah kesini semakin dekat, aku dapat melihat siluet tubuhnya dari sini.

Siluet seorang laki-laki dengan badan tinggi, baju panjang yang terlihat seperti baju laboratorium namun wajahnya tidak dapat terlihat jelas. Dia menyongsong masuk ke ruangan melewati kami dan mengambil sebuah catatan dari meja kerja Ayah. Dia kemudian bergegas keluar. Aku takut dalam ruangan gelap ini bersama orang tuaku dengan keadaan mereka yang seperti ini.

"HAAA..." teriakku dengan kepala menengadah menahan sakit di dada.

Tangan lembut yang selalu mengusap air mataku. Ibu menarik tanganku perlahan kemudian mendekapku. Aku hanya terdiam. Ibu mengusap kepalaku dan mengatakan sesuatu. Aku menutup mata dan merasakan nyaman usapannya hingga aku terlelap. Namun entah mengapa sampai saat ini aku tidak bisa mengingat apa yang dikatakannya saat itu.

***

Cuplikan chapter berikutnya.

Chapter 1: Teropong Bintang

"Setelah bertahun-tahun meneliti akhirnya mesin waktu berhasildirancang, dengan ini kita bisa bepergian menuju masa depan dan masa lalu,"

"Kisah percintaan yang penuh dengan cerita,"

"Aku mau masuk club Astronomi Bu,"

Orion - Bagian 1 Batu BerhargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang