Chapter 2.1: Kalung Meteor

37 8 7
                                    

Rinnggg, riinggg, ringgg.

"Bangun-bangun Kak sudah pagi!" teriak Saki menggedor-gedor pintu diiringi suara alarm handphone-ku.

"Ah, sudah senin lagi," gumamku.

"Iyaa, 5 menit lagi!" sahutku lalu menutupi kepalaku dengan bantal.

Aku benci hari senin. Akhir pekanku yang indah telah direbut olehnya. Padahal aku ingin menikmati hari-hari luang yang penuh hiburan. Cerita-cerita misteri unik yang mengisi kepalaku sepanjang hari diakhir pekan. Intinya hari terburuk adalah senin.

Senin itu seperti sebuah pintu, yang ketika terbuka arwah gentayangan di dalamnya mulai berkeliaran. Seperti yang ini, pekerjaan rumah dengan mata merah menyala yang mulai mencekik leher karena pagi ini wajib diselesaikan. Lihat di sana ada yang bergerombol, mereka adalah materi-materi yang harus dihadapi lima hari kedepan. Mereka tertawa terkikik-kikik.

Kalau yang didepanku ini adalah ratunya. Namanya Dina, terus saja membuat masalah untukku. Mulai membersihkan ruangan Astronomi, membuat poster dan mengajakku berdiskusi hal yang membosankan. Benar-benar mengerikan bukan.

Lalu pagi ini Saki menggangguku lagi. Dia terus mengganti acara TV yang sedang kutonton. Apa dia tidak tahu kalau aku sangat suka nonton Doraemon. Rasanya saat sesuatu yang kamu sukai, sesuatu yang berharga milikmu direbut.

"Saki, bisakah aku nonton dengan tenang?" tanyaku dengan wajah datar.

Saki dengan nada bercanda berkata, "Tapi aku juga mau nonton gosip Kak."

"Kalau begitu nontonlah sendiri. Aku tidak suka," jawabku kemudian berdiri dengan cepat, "5 menit lagi kita berangkat," ujarku. Aku beranjak meninggalkan Saki di ruang tamu.

Sepanjang jalan menuju sekolah kami berdua hanya diam, tidak sepatah katapun keluar dariku dan Saki. Dia menjaga jarak dan tangannya berpegangan di bantalan sepeda. Suasana tegang dan tidak nyaman ini terus berlanjut sampai Saki sampai di sekolahnya.

Begitulah senin pagiku dimulai dengan pertengkaran kecil antara adik dan kakak. Moodku sangat buruk pagi ini, mungkin karena aku menonton Detectives in 40 minutes hingga larut malam.

Aku adalah siswa kelas X IPA 1. Kedengarannya luar biasa kan, tapi bagiku ini biasa saja. Dikelilingi orang-orang gila belajar. Parahnya lagi mereka juga sangat rajin dan atletis. Sedangkan aku hanya melakukan yang terbaik yang aku bisa. Hari ini pelajaran pertama adalah Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Udara segar pagi hari dan lapangan hijau luas yang menanti. Semua itu hanyalah fatamorgana semata.

Mataku terpaku menatap 'teman-temanku' berlari dengan penuh semangat ke tengah lapangan dengan matahari yang terus menembakkan cahaya tepat diatas kepala mereka. Mungkin teman bukan kata yang cocok tapi hanya itulah yang kudapat dari otak kecilku. Lagipula apa-apaan semangat mereka itu.

Kasihan rumput hijau itu terinjak-injak sepatu mereka. Aku masih tetap berdiri di pinggir lapangan berpura-pura menjadi saudara dari tiang jaring badminton.

"Priiiitttttt!!" peluit yang memekikkan telinga tanda dimulainya sesi olahraga.

Pemanasan dimulai, berlari mengelilingi lapangan bola seluas ini. Padahal tadi pagi aku tidak sarapan sama sekali. Apa aku akan mati?

"Huh, huh, huh," suara nafasku yang berkejaran. Ini baru pemanasan lari keliling lapangan sudah membuatku setengah mati. Selanjutnya praktek bermain sepak bola, aku sudah sangat haus.

Kakiku terus berlari tapi tidak sekalipun aku berlari dengan bola di kaki. Aku hanya maju mundur seperti setrika panas di tengah lapangan bola.

"Oper kesini," teriak seseorang dari tim lawan.

Orion - Bagian 1 Batu BerhargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang