Minggu pagi yang damai setelah menjalani seminggu belajar di sekolah dan menjalankan klub Astronomi. Kami berempat mengunjungi sebuah planetarium di tengah kota bersama Bu Dewi pembina klub kami. Ternyata, planetarium adalah tempat yang luar biasa menarik. Aku kira akan membosankan.
Semuanya sangat bersemangat ketika sampai di sana tapi yang paling bersemangat tentu saja Dina. Dia terpukau hanya dengan melihat gambar-gambar planet di lorong. Berlari-lari ke sana kemari sampai kita sampai di satu tempat dengan langit-langit yang melengkung setengah bola. Di tengahnya ada sebuah benda bulat yang menembakkan cahaya. Dengan benda itu banyak planet yang di visualisasikan. Di sisi benda bulat itu terdapat lingkaran-lingkaran kecil. Tapi, sepertinya cuma aku yang memperhatikan hal itu. Orang lain hanya fokus dengan gambar yang keluar dari proyektor bulat aneh itu. Apalagi Dina, matanya sampai tidak berkedip dan dari dalam matanya terpancar cahaya keingintahuan yang luar biasa menyilaukan.
Ya, itu cuma pengalaman yang melelahkan. Tapi, itu perlu karena namanya juga klub Astronomi. Setelah semua hari-hari melelahkan itu aku cuma mau malas-malasan di rumah sambil menonton kartun favoritku.
Aku menyalakan TV lalu duduk dengan santai di atas kursi dengan punggung yang bersandar dengan malas. Jari-jariku menggenggam remote. Aku menekan tombol power.
"Selamat Pagi. Selamat Menonton Berita Pagi. Kami akan memberitakan kejadian-kejadian terbaru minggu ini. Berita pertama tentang penculikan anak dari sebuah panti asuhan,"
Langsung saja kucari siaran yang menayangkan Doraemon. "Batu meteor. Ini bisa membuatmu berpindah-pindah planet dengan cepat Nobita," ucap Doraemon pada Nobita sembari mengeluarkan benda ajaib dari kantongnya.
Baru saja Doraemon mau mengeluarkan barang selanjutnya dari kantung ajaib, tiba-tiba siarannya berganti acara gosip.
"Saki jangan di ganti dulu aku masih nonton," pintaku.
Saki tiba-tiba saja muncul tiba-tiba entah dari mana.
"Aku juga mau nonton kak, aku rela bangun sepagi ini untuk update kabar artis-artis favoritku," jelas Saki sembari mengucek mata.
Aku merebut remote TV dari tangan Saki. "Apanya yang bangun pagi, ini sudah pukul sebelas. Jangan biasakan menyerobot, budayakan antri ya Dek," tegurku sembari mengganti siaran TV.
"Kakak jahat!" teriak Saki.
Sepertinya suasana hatinya sedang tidak baik. "Iya kakak jahat, pergi sana cuci mukamu," perintahku.
Saki langsung mengikuti perintahku. Dia langsung menuju kamar mandi. Sungguh adik yang penurut.
"PTAK!!" suara kepalaku mengadu dengan sebuah benda tumpul.
"Airnya mati kak!" teriak Saki dengan sebuah gayung di genggaman tangannya.
"Iya memang mati, tapi jangan kamu pukulkan juga gayung itu di kepalaku Saki," kataku sambil memegangi kepala belakangku yang terasa nyeri.
"Itu akibatnya kalau menjahili adik sendiri," kata Saki dengan santai.
Di tengah pertikaian antara aku dan Saki, tiba-tiba ponselku berdering. Tapi, nomornya sama sekali tidak kukenali.
"Stop dulu ada yang memanggil," kataku sembari menahan Saki dengan telapak tanganku di wajahnya.
"Halo?" sapaku.
"Halo," jawab seorang wanita dari ujung sana.
Saki menempelkan telinganya disisi lain ponselku.
"Siapa ini?" tanyaku.
"Ini Putri,"
"Oh maaf salah sambung,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Orion - Bagian 1 Batu Berharga
Mystery / ThrillerLenan bermimpi menjadi anak SMA yang bersantai di ruangan milik pribadinya sendiri. Tapi, Dina tiba-tiba muncul dan mengacaukannya. Tanpa disadari mereka ternyata terhubung dan akhirnya terseret dalam kasus-kasus yang membuat mereka menemukan kenyat...