Chapter 3.2: Aku Hantunya

22 3 0
                                    

Lampu senter menyorot wajah Drian dari bawah dagunya, "Seperti yang kukatakan tadi, dulu sekali aku belum lahir, ada seorang wanita yang meninggal di gudang lantai 2 villa ini yang dulunya adalah kamar penginapan nomor 4. Setiap hari dia tidak pernah membuka pintu kamarnya. Setiap dibawakan makanan dia tidak pernah mengambil dan memakannya. Para pelayan tidak dapat berbuat apa-apa karena dia sudah membayar kamarnya selama 2 minggu," jelas Drian.

"Oh tidak dia pasti akan kelaparan," ucap Dina.

"Berhari-hari dia tidak pernah membuka kamarnya, terkadang di malam hari terdengar suara tangisan dari dalam kamar itu. Setelah berhari-hari tidak keluar dari kamarnya, pemilik villa memutuskan memaksanya untuk segera keluar dan memeriksa keadaannya, tetapi dia tidak merespon sama sekali. Dengan terpaksa pintu kamarnya didobrak dan ternyata ..."

"Ternyataa?" potong Rio.

Aku menelan ludah.

"Ternyata apa?" tanya Putri sambil menutupi wajahnya.

"Umm," Dina ketakutan.

Drian pelan-pelan meredupkan api lentera sambil melanjutkan ceritanya, "Ternyata dia sudah tidak bernyawa dan dengan tali terika di leher di tengah ruang kamarnya!" jelas Drian dengan cepat. Seketika itu juga api di lentera padam.

"Heee," teriak Rio.

"Kyaaa," teriak Dina.

"Aaaaa," jerit Putri.

"Waaaa," teriakku.

Kenapa aku juga ikut teriak. Bagaimana aku bisa istirahat mendengar mereka bercerita hantu seperti ini. Angin malam mulai masuk melalui jendela, aku merasa kedinginan apalagi sepertinya sebentar lagi hujan karena bulannya yang terang sudah tidak terlihat di atas sana. Aku turun dari kasur dan segera menggapai daun jendela. Aku menyipitkan mataku sesaat sebelum menutup jendelanya aku melihat sekelebat bayangan berlari keluar pagar villa.

Perlahan Drian kembali menyalakan api lenteranya, "Dia tergantung di tengah ruang kamar tepat di seberang kamar kita, dapat dilihat dari jendela, tepat di ujung villa yang berbentuk U. Di bawahnya ada dapur di lantai 1, orang-orang biasa mendengar suara tangisan di atas kepalanya," jelas Drian.

Aku masih terpaku di depan jendela yang sudah tertutup dan memandang ruangan yang dia maksud.

"Apa sejak kejadian itu ruangannya sudah tidak digunakan?" tanya Dina.

"Masih digunakan, tapi sebelum itu ruangannya dibersihkan oleh dukun setempat," jelas Drian. "Kemudian terus menerima orang yang menginap kembali. Sejak itu banyak hal aneh yang dilaporkan tamu-tamu yang menginap. Mulai dari sering mengalami mimpi buruk, melihat bayangan putih, kehilangan kesadaran, kesurupan dan sampai mendapat tanda merah misterius di leher mereka," jelas Drian.

Cerita-cerita mitos seperti ini aku sudah terbiasa mendengarnya sejak kecil, biasanya dipakai untuk menakuti anak-anak yang nakal dan suka membongkar barang-barang yang telah dirapikan.

Aku mengunci jendela agar hal-hal tidak masuk akal tidak bisa masuk ke dalam kamar ini, tetapi mereka tetap melanjutkan cerita yang sebenarnya membuat takut tapi tetap saja mereka menikmati semua bayang-bayang kengerian yang ada di dalam kepala.

Segera kurebahkan tubuhku di atas tempat tidur lalu kutarik selimut menutupi seluruh tubuhku, cerita-cerita mitos terus berlanjut ditemani hujan deras yang tiba-tiba datang tanpa diundang. Aku harap tidak bermimpi aneh lagi. Semoga besok aku menjadi segar kembali, dinginnya malam mengawalku terlelap dalam tidur.

Cahaya yang begitu terang dan hangat menembak wajahku. Silaunya mentari menembus mataku. Tanganku menghalangi serangannya. Seseorang dengan perawakan tinggi ternyata membuka tirai jendela.

Orion - Bagian 1 Batu BerhargaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang