Akibat mengiyakan ucapan Koko semalam, kini [Name] hanya sendirian di rumah, lebih tepatnya berdua dengan peliharaan kesayangannya. Karena saat itu kesadaran [Name] tinggal secuil, jadi ia mengangguk saja.
[Name] tersenyum lebar kala ponsel yang berada di atas meja berdering, menandakan jika seseorang menelponnya.
Niat hati ingin bergosip ria jika yang menelponnya adalah kang gosip, tetapi harapannya pupus seketika saat melihat nama yang terpampang jelas di ponsel.
Baru saja [Name] akan memencet ikon terima, ternyata deringnya sudah mati. Diganti dengan satu notifikasi pesan masuk.
bank berjalan 🤑💸
kenapa tidak di angkat?angkat apanya?
Ya, [Name] adalah golongan manusia polos polos gblk. g
Koko menghela nafas, kembali menelpon sang istri. Kali ini, ponsel nya langsung terhubung dengan ponsel [Name]. Hanya berselisih seperempat detik saja.
"Kau tau--"
Ucapan [Name] dari seberang telepon di potong oleh Koko. Padahal maksud dan tujuan Koko menelpon bukan untuk menjadi partner gosip.
"Mau ku belikan apa?" Tanya Koko. Sebagai suami yang baik, Koko harus membuat [Name] bahagia. Salah satunya adalah membelikan sesuatu sesuai yang [Name] mau.
Beberapa puluh detik berlalu, tetapi tidak ada jawaban yang Koko dengar. Faktor indihom, mungkin.
"Tidak usah malu-malu, aku suami mu, bukan orang asing." Koko sedikit menyunggingkan senyum saat mengucapakan kata 'suami'. Sayang sekali [Name] tidak melihatnya.
"Siapa yang malu? Aku sedang berpikir!!"
"Ya ya, jadi?" Tanya Koko sekali lagi.
"Kapal pesiar." Celetuk [Name] begitu saja.
"Makanan, [Name]."
[Name] hanya ber-oh ria, kemudian berjalan untuk mengangkat jemuran. Teringat tentang pesan Koko tadi. "Terserah kau saja. Tapi dua ya?"
"Satu."
"Ingat Koko, pelit sama irit itu beda tipis."
"Ingat [Name], masa depan kita masih panjang. Aku tidak mau anak kita nanti kelaparan karena kita boros."
"..."