Black Swan |07| Lightning

1.9K 389 22
                                    

"Side step, right-left, to my beat
High like the moon, rock with me, baby
Know that I got that heat."

Lalice bernyanyi dengan begitu semangat. Ia sedang menonton sebuah MV boygroup yang sudah ia download sebelumnya. Untung saja, Lalice sudah mendownload banyak MV di ponselnya.

Setelah selesai makan, Lalice mencari pakaian yang ia pakai saat pertama kali datang kesini. Untung saja pakaian nya belum dibuang Vee.

Ia menemukan ponselnya disaku jaket yang ia kenakan. Di samping kiri dan kanan nya ada Jeka dan Agust yang turut menonton.

"Nona, apa yang mereka katakan?" Tanya Jeka.

"Aku juga tidak tau. Sudah nikmati saja musiknya," ucap Lalice kembali bernyanyi.

"Musik?"

Lalice menghela mendengar pertanyaan Agust. Ia menjeda video MV nya dan menatap Agust.

"Ini namanya musik. Mereka adalah artis yang dikenal banyak orang. Selain itu mereka juga kaya raya," ucap Lalice.

"Lalu, apa yang mereka lakukan?" Tanya Jeka.

"Mereka ngedance."

Jeka dan Agust saling menatap satu sama lain. Tidak mengerti apa yang Lalice katakan.

"Menari."

Jeka menggaruk tengkuknya. "Menari? Aku tidak paham."

Lalice kembali menghela. "Mereka menggoyangkan tubuh, itu namanya dance. Dan suara yang kalian dengar itu namanya musik. Mereka sedang bernyanyi. Ber-nya-nyi."

"Ha?"

"Sudah lupakan."

Lalice menutup aplikasi video, dan membuka kamera.

"Kita berfoto saja." Lalice mengarahkam kamera nya.

"Ayo merapat." Jeka dan Agust merapatkan tubuh mereka.

"1,2,3." Setelah berhasil menangkap gambar, Lalice menunjukkan nya pada Agust dan Jeka.

"Woah... Wajahku ada di sana. Bagaimana bisa?" Ujar Jeka takjub.

"Nona, bagaimana bisa?" Ucap Agust yang juga takjub.

"Tentu saja bisa. Ini adalah— kotak sihir ku. Seperti sulap," ujar Lalice.

"Sulap?" Lalice mengangguk.

Jeka mendesah pelan. "Nona bisa tidak sih, berbicara hal yang bisa aku pahami. Aku tidak mengerti apa yang Nona katakan."

"Lupakan saja. Hari ini aku tidak memiliki pekerjaan, apa kalian punya?"

Jeka dan Agust menggeleng.

"Baiklah, aku akan mengajari kalian berhitung dan menulis," ucap Lalice.

Ia melangkah mendekati pohon, mengambil tiga ranting kecil. Jeka dan Agust hanya diam menatap apa yang Lalice lakukan.

Lalice mencabuti rumput itu sampai sepetak tanah bersih tanpa rumput apapun. Lalice menepuk-nepuk tanah itu hingga merata.

"Kemari." Lalice mengayunkan tangan nya kearah Jeka dan Agust.

Jeka dan Agust mendekat. Mereka menatap Lalice yang sibuk mencoret tanah.

"Ini adalah huruf abjad. Mereka berjumlah 26. Yang pertama bunyi nya adalah, A. Yang kedua B, dan yang ketiga C. Keempat—"

Lalice terus mengajari mereka tentang ilmu dasar. Seperti menghitung dan membaca. Lalice sedikit mudah mengajari Jeka dan Agust karena mereka memiliki daya ingat yang sangat kuat.

Setelah Jeka dan Agust sudah menghapal huruf abjad, Lalice menuliskan sebuah angka. Sama seperti tadi, Jeka dan Agust cepat tanggap.

Selain belajar, sesekali mereka tertawa karena candaan Jeka. Lalice menatap Jeka dan Agust yang sedang tertawa.

"Aku merasa, kalau aku tidak ingin pulang. Aku ingin tetap disini."

"Nona, kenapa menatap kami seperti itu?" Ujar Jeka menepuk tangan Lalice pelan.

"Tidak ada." Lalice menggeleng pelan.

Ia mendongak dan tersenyum. "Aku baru saja bertemu dengan kalian, tapi aku sudah merasa sangat nyaman berteman dengan kalian."

"Ini juga untuk pertama kalinya bagi kami bertemu dengan manusia."

"Apa tidak ada manusia selain aku yang masuk kedalam istana ini?" Tanya Lalice.

Agust dan Jeka serentak menggeleng.

"Pernah beberapa kali manusia mencoba masuk. Namun mereka berubah menjadi abu saat melintasi gerbang utama. Setelah kejadian dimana para manusia mencoba menyerang istana ini, dan mereka menjadi abu setelah melintasi gerbang, tidak ada lagi yang berani kesini." Jeka mengangguk menyetujui ucapan Agust.

"Makanya kami sempat bingung kenapa Nona berhasil masuk. Dan aku sedikit bersyukur, para manusia konyol itu tidak ada yang berani kesini. Bahkan tidak ada yang berani masuk kedalam hutan," ujar Jeka.

"Pantas saja, guru pembimbing kami melarang untuk melintasi pembatas hutan terlarang," ucap Lalice.

"Mungkin ini adalah takdir. Ramalan ratusan tahun yang lalu benar terjadi."

"Ramalan?"

Jeka mengangguk. "Ramalan tentang—"

"Ramalan tentang akan kedatangan seorang gadis yang tersesat masuk kedalam istana," ucap Agust memotong ucapan Jeka. Agust merasa, kalau perihal seperti ini Pangeran Vee lah yang harus mengatakan nya. Mereka tidak memiliki hak.

Jeka menautkan alisnya menatap Agust. Pria bertelinga kucing itu hanya mengedik acuh.

🦢🦢🦢

Lalice sedari tadi tidak bisa tidur, karena hujan lebat. Bukan karena hujan, Lalice takut karena suara petir yang berbunyi sangat keras.

Jantung nya berdetak tidak tenang, berharap suara petir akan berhenti dan membiarkan nya untuk tidur.

Suara pintu terbuka membuat Lalice membalikkan tubuhnya dengan cepat. Lalice menyipitkan matanya saat melihat wajah Vee yang samar-samar.

"Vee?"

Pria itu berjalan mendekati kasur dan naik ke atasnya. Ia memegang kedua pundak kecil Lalice dan membuat gadis itu merebahkan tubuhnya kembali.

"Tidurlah."

"Tidak bisa," ucap Lalice.

Vee mengangkat sebelah tangan nya dan menepuk pelan kepala Lalice.

"Tutup matamu, dan segeralah tidur."

Lalice menutup matanya. Namun suara petir kembali menyeruak membuat Lalice membuka matanya.

"Suara petir nya mengganggu, ku," ucap Lalice pelan.

Vee menarik tubuh Lalice mendekat dan mendekapnya dengan hangat.

"Tidak akan ada lagi suara petir, sekarang tidurlah," ucap Vee.

Lalice menenggelamkan kepalanya di dada bidang Vee dan memejamkan matanya. Vee menepuk pelan punggung gadis itu, membuat Lalice merasa nyaman.

Suara petir yang Lalice takuti tidak berbunyi kembali. Tidak tau apa yang terjadi, Lalice hanya memejamkan matanya dan tertidur.

🦢🦢🦢

DON'T PLAGIARISME!!!

2021 Juli 02

Black Swan[END]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang