23. Nightmare

14 7 0
                                    

Salah satu restoran menjadi saksi untuk keluarga yang terlihat bahagia. Laki-laki dewasa dan pria paruh baya yang masih gagah perkasa, serta seorang gadis yang manja. Siapa lagi kalau bukan Ayra bersama keluarga tercintanya.

Sang Ayah tiba-tiba mengajak makan malam bersama ditempat makan yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya. Meskipun masih kurang lengkap tanpa hadirnya sang ibu, tapi tidak masalah, karena itu takdir terbaik yang diberikan oleh Tuhan.

Walaupun Mimih nya pergi jauh ke tempat yang tak bisa digapai, tidak membuat kasih sayangnya berkurang begitu saja.

Tidak mau membuang kesempatan selagi dimanja oleh Pipih nya, dia langsung memesan makanan seperti samyang, seblak, hot pot ala ala Korea serta minuman boba dan soju halal.

Semua jenis makanan itu kesukaannya, dan merdeka nya lagi Pipih nya memperbolehkan. Saking lahapnya menyantap ia sampai tersedak, sang Ayah langsung mengusap punggungnya.

"Ra..pelan-pelan nak." ucap Anais, Pipih Ayra.

"Omelin Pih, rakus sih." Untuk kali ini Ayra malas membalas ucapan kakak bungsunya. Sean memang tidak bisa seperti Zio, yang hanya duduk anteng sambil menikmati kopi hangat.

"Pih aku habisin semua gapapa? Terus kalo aku mau nambah lagi boleh nggak? Uangnya masih cukup kan?"

Ayra melihat Pipih nya tersenyum, seraya mengangguk.

Dirinya tak bisa berbohong jika tak merindukan sang Ayah. Apalagi senyuman sang Ayah membuat Ayra semakin menjadi anak yang lebih manja, agar Pipih nya tetap tersenyum. Karena ia tahu kalau Pipih nya itu senang jika Ayra bertingkah seperti anak kecil.

"Pih. Betewe ada apa gerangan nih ngajakin kita kesini? Oh Aku tau. Pasti batu baranya udah habis, terus Pipih mau ganti jadi pengusaha kuliner. Atau jangan-jangan restoran ini udah dijadiin bisnisnya Pipih."

Ayra semakin membayangkan tentang makanan yang bisa setiap saat ia makan tanpa harus mengeluarkan biaya, karena gadis itu suka sekali dengan yang namanya gratisan.

"Bener yang di ucapin si Jenong Pih?" Pertanyaan Sean membuat Anais tertawa pelan serta menggeleng.

"Yah..padahal udah seneng loh, Pipih mau usaha kuliner. Apalagi makanan yang beranekaragam pedas..kalo gitu kasih uang dong ke aku Pih."

"Loh masih kurang yang sering Pipih kasih?" Ayra menelan makanannya sebelum menjawab pertanyaan Pipih nya.

"Oh bukan bukan bukan.. buat modal usaha. Aku tuh mau punya bisnis kayak Pipih, tapi bisnis kuliner gitu. Kayak rumah makan yang isinya pedas semua, terus kalo bisa minumannya juga pedes. Kan belum ada di Indo, ya siapa tau jadi terkenal."

"Paling nggak, dari yang kecil-kecil dulu lah Pih, kek Cafe gitu. Terus nanti namanya 'Cafe Hot Foods' atau gak 'Hot's Level Cafe'. Apa aja ada, yang penting makanannya pedes plus minumannya juga harus pedes. Ih..asyik tuh, dijamin viral deh nanti." Sambil mengunyah sambil berimajinasi juga Ayra.

"Halu terooss.. emang ada minuman yang pedes nong? Suka aneh adek Lo Bang." Sean menyenggol lengan Zio.

"Ih..norak yaa? Ketauan gapernah gaul sih. Adalah. Nanti buatnya pake jahe, jadi pedes plus hangat di tenggorokan. Wleee.." gadis itu menjulurkan lidah ke kakak bungsunya.

"Terserah dah nong terserah."

"Oiya gimana Pih ada yang mau disampaikan? Kayaknya serius sekali." Kakak tertua Ayra mengalihkan pembicaraan yang lebih serius.

"Iya sampai ngumpulin kita bertiga kesini Pih."

"Iya..ngajakin nya ditempat makan lagi. Kan jadi makin betah, besok-besok kalo mau ngobrolin apapun disini aja ya Pih." ucapan Ayra di angguki oleh sang Ayah.

When I'm With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang