7

0 0 0
                                    

Bunga-bunga terlihat bermekaran di ruangan itu. Tempat itu tidak pernah berubah sejak satu tahun yang lalu. Masih sama dan masih menyediakan bunga yang sama. Menjual berbagai bunga dengan ciri khas harumnya yang kuat.

Remaja itu sudah mengenal tata letak bunga di toko itu. Dan dia tampa ragu berjalan ke tempat bunga lafender kesukaannya. Ibu penjual sering meletakan bunga lafender tak jauh dari tempat kasir.

Ia mengambil bunga lafender itu, dan menghirup aroma segarnya itu. Ia sangat menyukai harum bunga itu. Karena harumnya bisa membuatnya tenang seketika.

Mengingat saat ini ia tengah di landa kebingungaan dengan ulahnya sendiri. Bingung bagai mana caranya menyelesaikan masalah pertaruhan yang ia ikuti.

Bodohnya mulutnya ini, seenaknya berlaga sombong. Kalu dia mampu berpacaran dan menerima taruhan merebutkan cewek itu. Cewek yang sempat mambuatnya di landa kebingungan setahun yang lalu. Cewek yang pernah dia tinggalkan.
Ia masih bingung entah kenapa, kakinya malah menyuruhnya pergi ke toko bunga ini, di saat ia memikirkan gadis itu.

Mengingat bahwa toko bunga ini sering di kunjungi mereka, dan toko bunga ini juga lah, tempat di mana mereka pertama bertemu.

“Putra apa kau suka mawar?.” Tanya gadis berambut gelombang itu.

“Tidak. Aku lebih suka lafender.” Jawabnya datar.

“Apa alasanmu menyukai bunga itu?.” Tanya sang gadis sambil menatap bola mata Putra. Wajahnya sangat imut di saat ia sedang merasa penasaran.

“Aku menyukainya karena bunga ini membuatku tenang saat melihatnya. Dan membuatku bisa melihat wanita idamanku.” Jawabnya dengan kekehan kecil.

“Lalu bagai mana dengan mawar ini?.” Gadis itu menujukan bunga mawar yang tertanam di pot kecil.

“Mawar terlalu ganas untuk bisa menenangkan hatiku Lan. Dia terlalu banyak duri. Dan aku tidak suka itu.”

“Hei bunga ini juga cantik dan harumya juga tidak kalah dengan bunga lafender. Kenapa kau tidak menyukainya?.” Heran Lani.

“Dia hanya punya duri. Dan durinya ia gunakan untuk melindungi dirinya saja. Kenapa kau malah tidak meyukainya. Seharusnya kau membanggai bunga ini. Karena ia bisa melindungi kecantikannya dengan durinya.”

“Aku lebih suka membangagimu di banding bunga itu.” Putra menatap gadis itu lekat dengan senyum tipisnya.

Gadis itu memalingkan wajahnya seketika. Tak ingin melihat manik mata lelaki itu.

“Tapi mawarkan sepertiku. Lihat saja warna mawar ungu ini. Dia cantik bukan?.” Lelaki itu hanya melirik sekilas.

“Aku senang bunga ini bisa tumbuh di toko ini.” Ucapnya sambil meraih bunga mawar itu.

“Aww.” Tiba-tiba ia meringis dan darah segar keluar di ujung jarinya. Putra dengan segera merebut tangan gadis itu.

“Sudah kubilang hati-hati dengan mawar itu, dia kan punya duri. Lihat sekarang tangamu tertusuk. Sini biar ku lihat.” Gerutunya dan nenelisik bekas tusukan bunga itu. Dan gadis itu hanya terseyum padanya.

“Aku sengaja Menusukkan duri itu. Agar kau bisa memegang tanganku.” Ucapnya dan Lelaki itu langsung menempis tangan gadis itu.

“Apa apan lah kau ini. Bikin aku khwatir aja.”

Gadis itu tertawa reyah. Merasa bahagia telah mengerjai temannya itu.

“Hei apa kau tidak mau mengobati tanganku?.”

“Tanganku masih berdarah.” Ia memegang jarinya yang terasa perih, dan berdarah itu.

“Obati saja sendiri. Lagi pula kau yang melukai tanganmu sendiri. Kenapa harus aku yang mengobatinya.” Ketusnya sambil menata bunga-bunga di sana.

Mawar EsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang