Chapter 2

51 13 0
                                    

Berbeda dari biasanya, hari ini Linny melangkahkan kaki ke kelas dengan perasaan waspada karena khawatir dengan ancaman Elios. Sejak berada di depan gerbang, ia mengedarkan pandangan ke sekeliling, tetapi hasilnya nihil.

Ketika sudah sampai, ia tidak merasakan adanya keanehan. Perasaan tegang yang sedari tadi ia rasakan menghilang menjadi suatu kelegaan bagaikan air yang menguap di atas api. Saat ini, ia bisa menikmati atmosfer udara yang awalnya terasa sesak.

“Tuh anak gak ada tanda – tanda. Apa dia udah maafin gw ya?” batinnya bertanya – tanya.

“Yaaa..kalo emang iya. Itu kan keberuntungan buat gw.” Ia bergumam sambil meletakkan tasnya.

“Keberuntungan apanya?” Tanya Eliza, teman sebangkunya yang membuyarkan lamunannya.

“Ah. Bukan apa – apa kok hehehe,” jawab Linny sambil mengukirkan senyuman di bibirnya.

“Eh, lo tau gak sih? Lucas baru aja dapetin juara 1 di Olimpiade Sains tingkat kota.”

“Hah! Beneran?!” teriaknya dengan riang. Ia pun menoleh ke meja Lucas yang berada tepat di belakangnya.

“Lucas! Selamat ya... gw turut senang buat lo. Lo emang kebanggaan kita semua deh.”

“Hahahaha... makasih ya,” kata Lucas sambil terkekeh.

“Eh, berarti lo dapet medali emas dong?”

“Ho’ oh, tapi medalinya belum dikasih ke gue.”

“Nanti kalo lo udah terima, boleh gw pegang gak? Hehehe...” pinta Linny sambil tersenyum simpul.

“Jangankan dipegang, lo pake juga boleh,” ucap Lucas sambil mengacak – ngacak rambutnya yang terkuncir kuda.

“Ih...berantakan tau,” ketus Linny seraya menghempaskan tangan  anak itu yang masih berada di kepalanya.

Tak terasa, bel masuk pun akhirnya berbunyi. Tak lama kemudian, Bu Viona (guru matematika sekaligus wali kelas mereka) datang ke kelas karena jam pelajaran hari ini akan diajarkan olehnya.

“Selamat pagi anak – anak. Hari ini, saya akan membagikan hasil penilaian minggu kemarin. Harap kalian duduk dengan tenang di tempat masing – masing.”

“Baik Bu,” jawab semuanya dengan serentak.

“Ok. Nama yang saya panggil, harap maju ke depan untuk mengambilnya.” Hampir semua anak di kelas sudah diberikan hasilnya, kecuali Linny dan beberapa temannya yang lain.

“Huft...perasaan gw gak enak nih. Kayaknya nasib gw  bakal sama kayak penilaian yang kemarin,” ujarnya pada Eliza.

“Sans aja. Lo ada temen kok. Nama gw juga dari tadi belum di panggil.”

Linny menoleh ke belakang dan menatap Lucas yang sedang tersenyum semringah seakan – akan muncul cahaya di wajahnya yang menyilaukan mata.

“Lucas, nilai lo pasti bagus ya. Lo kelihatannya seneng banget,” ujarnya yang hanya dibalas dengan senyuman oleh anak yang baru saja ia puji.

“Seandainya gw bisa sepinter lo. Apalagi lo juga punya banyak bakat,” lanjutnya.

“Gak usah berlebihan gitu kali. Gue gak kayak yang lo pikirin kok. Lagi pula kalo lo mau, pasti bisa kalo berusaha.”

RAIN AND BLOOD (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang