bento

780 118 15
                                    

"Apa yang sedang di masak oleh anak ayah ini?"

Aku sedikit terkejut ketika mendengar suara ayah tidak jauh di sampingku. Spontan saja kepalaku memutar menghadap pria yang usianya sudah paruh baya tapi tetap menawan itu.

"Naru masak? Apa makanan ibu masih kurang?" Ibu juga tiba-tiba muncul. Aku bisa melihat wajah jahil pada mereka berdua.

"Jangan menggodaku ayah, ibu!" Aku sedang marah, tapi di mata mereka aku tetap saja imut. terima kasih, gelak tawa terdengar keras, bahkan ibu sampai memegang perutnya.

"Jangan lupa untuk mengenalkannya pada kami ya."

Bola mataku berputar, saling bicara seimbang dua arah saja belum. Apalagi ke tahap yang seperti itu.

Ngomong-ngomong, semoga dia menyukai bekal masakanku ini.

☘️☘️

Setelah menghempaskan bokongku ke tempat duduk, nafasku berhembus lega. Bukan karena menemui Madara dan menyerahkannya secara langsung. Aku lega karena berhasil mengendap-endap diruangannya tanpa ketahuan dan meletakkan tas bekal itu diatas meja kerjanya.

Harap-harap saja dia menyadari barang itu dan memakannya.

"Berhentilah melamun, Iruka sensei sudah masuk ke kelas." Senggol Ino pada bahuku, membuatku terhenyak.

Sepertinya sekarang aku sangat sering melamun sampai-sampai banyak di tegur juga oleh dua orang yang mengapit diriku. Sakura dan Ino.

"Baik, kita mulai kelasnya. Silahkan buka buku paket pada-"

Baiklah kelas, saatnya perhatianku untukmu.

☘️☘️

Dua jam mendengarkan Iruka sensei membuat tubuhku kaku semua, hembusan nafas terdengar begitu pria berkulit eksotis itu keluar dari kelas. Sakura menyangga kepalanya dengan tangan, sepertinya dia mati bosan.

"Aku mulai lemas, kapan jam makan siang?" Tanya Sakura padaku, aku hanya menggelengkan kepala tidak tahu karena hari ini tidak sempat mengecek jadwal. Aku sibuk memasak banyak makanan takut selera Madara berbeda.

Ino memunculkan wajahnya di balik bahuku, "Sabarlah, Madara sensei hanya satu jam."

Spontan aku mendelik, ya ampun! Aku kira hari ini dia tidak memiliki jadwal di kelasku. Aku menepuk pelan dahiku ketika ingat jika ada sepucuk surat yang aku masukkan disana. Wajahku berkerut, kubur saja aku sekarang! Di tanah kusir pun tak apa-apa daripada menanggung malu ini. Inginku berteriak!

Kedua wajahku tertutup dengan tangan, belum cukup aku telungkup kan juga ke meja, kalau bisa aku ingin di telan bumi saja ketika yang lain mulai berteriak girang melihat Madara masuk.

"Oh ada yang aneh."

Telingaku menajam mendengarnya, aku mengangkat wajahku yang masih setiap tertutup tangan dan membuka sela-sela jari untuk melihat apa yang di maksud aneh itu. Jangan-jangan aku yang aneh.

Oh my good! Tas bekal itu dia tenteng dengan ringannya! Padahal warnanya pink dengan pola polkadot putih! Aaaaaa!! Suara batinku berteriak!

Bagaimana tidak, tas bekal yang terlihat feminim itu dia bawa dengan cuek padahal dari ujung kepala sampai ujung kaki melekat warna hitam. Bahkan sampai bulu-bulu hidungnya walaupun aku tidak yakin juga. Tentunya dalam sekali lihat orang akan bertanya-tanya, apa kemarin Madara baru di rujuk rumah sakit jiwa hingga warna pink sekarang juga masuk fashion nya?

"Selamat pagi semua. Selama satu jam kedepan kalian akan bersama saya. Silahkan ajukan pertanyaan apabila materi kemarin ada yang kurang jelas." Ucapnya lantang, suaranya serak-serak basah. Telingaku seperti termanjakan dengan suaranya. Sadarlah dirimu wahai anak muda!

Salah satu mahasiswa wanita berambut coklat mengacungkan tangannya, aku mengernyit heran karena dia terlihat lebih niat berdandan dan menggoda dosen daripada belajar. Make up nya menor, iyuhh!

"Sensei bisakah aku bertanya?"

"Mulai lagi." Komen Sakura.

"Biasa pig, cari perhatian. Ngomong-ngomong itu kotak bekal dari siapa ya?" Tanya Ino.

"Silahkan." Aku bisa melihat Madara tengah memasukkan satu tangannya ke saku celana, satu lagi memegang buku tebal.

Wanita itu menggulung-gulung rambutnya dengan jari, mungkin dia pikir akan jadi keriting. Ku doakan seperti mie! Lama sekali sih!

"Darimana kau dapatkan tas bekal itu? Aku suka modelnya, aku ingin membelinya juga."

Aku tersedak ludahku sendiri, Sakura dan Ino menatap heran diriku. Tas bekal itu sudah dari jaman ibuku SMP tahu! Carinya saja sudah susah. Aku berencana mengikhlaskan pada Madara karena terlalu malu untuk memintanya lagi. Huhu... Jiwa pengecut sekali diriku.

Mata Madara melirik sekilas tas yang berdiri diatas mejanya, lucu sekali, seperti melengkapi peralatan disana. Sepertinya Madara pandai menata apa yang ada didepan matanya.

"Ah, saya tidak tahu darimana saya bisa mendapatkan tas dengan model seperti ini..."

Hembusan kecewa muncul dari dia yang bertanya, walaupun tipis aku bisa mendengarnya dengan jelas.

"... Tapi yang jelas, pengirimnya adalah orang yang spesial."

Mataku terbelalak, bahkan kini Madara menatapku dengan artian yang tidak aku mengerti. Tapi dengan jelas senyumannya seperti tertuju padaku.

Membuat ribuan kupu-kupu terbang di perutku.

"Aku menyukainya."

Satu kalimat darinya yang aku tidak mengerti apa artinya, tapi hatiku menghangat.

🌹🌹

Awwww!! Cocwiiittttt! Kapan bisa ngerasain kayak di WP gitu. Tapi jangan deh, aku maluan orangnya 😭😭

Tap ⭐ & coment

Sexy, Free, and Single! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang