goda

821 103 12
                                    

Jika di ibaratkan lagu, mungkin kondisiku sekarang cocok dengan lagu yang memiliki lirik "Entah apa yang merasukimu."

Aku tidak tahu setan jenis apa yang merasukiku, mungkin salah satu setan tanah kusir yang ingin mengajakku mengubur diri disana. Intinya sekarang aku dengan bodoh bertanya kepada ibu bagaimana cara memikat seseorang. Ibuku tentu saja langsung menyemburku dengan beribu pertanyaan tentang siapa dia, semester berapa, kakak tingkat atau anak seangkatan, apa dia tipeku atau bukan. Banyak sekali pertanyaan terlontar darinya, membuat kepalaku pening mendengarnya.

"Euhm... Hi-hinata bertanya padaku! Ya! Hianta bertanya padaku apakah aku bisa membantunya. Jadi aku bertanya pada ibu, barangkali saja ibu punya pengalaman seperti itu." Elakku, berharap ibu tidak curiga. Tapi hanya tawaan yang aku dapatkan darinya.

"Aku pernah melakukan ini pada ayahmu Naru, jadi-"

Dan berakhirlah aku di kelas dengan saran sesat dari ibu yang terus tergiang di kepalaku. Setelah melewati akhir pekan yang absurd dan tidak jelas bagiku karena hanya rebahan dan main hp, hari ini kuliah dimulai lagi.

Mungkin pernyataanku benar ketika ada seorang tetangga yang bertanya, "Berangkat kuliah neng?"

Aku membalasnya dengan sebal, "Tidak Tante, mau godain dosen." Nyatanya aku benar-benar berencana menggoda Madara. Sialan! Aku hanya ingin tahu apakah ada sesuatu darinya yang membuat mata itu terus menatapku.

Dia sedang menerangkan dengan santai, seperti biasa. Tentunya para mahasiswi sibuk memuja wajahnya daripada memuja angka tidak jelas di papan tulis itu. Bagiku juga sama, sekali lagi. Aku benci matematika.

Mata kami sempat bersibobrok beberapa saat, dan kesempatan itu aku gunakan untuk menarik helaian rambut kebelakang telingaku. Dia sempat menatap kearah lain sebelum kembali terjerat oleh pesonaku, hohoho~ sepertinya cara ibu memang benar-benar jitu.

Ujung bulpoin yang aku pegang, tertempel dan terapit diantara bibir merah alami tanpa lipstik ataupun liptint milikku. Sangat tipis, tapi tenggorokannya terlihat naik turun. Adrenalinku terpacu melihatnya, bahkan secara tiba-tiba tangannya terangkat untuk melonggarkan dasinya seperti orang tercekik. Sentuhan terakhir, aku mengedipkan satu mataku.

"Uhukk."

Pfft, dia terbatuk, membuatku ingin tertawa. Sayang sekali Sakura dan Ino terlalu rajin menyalin apa yang ada di papan daripada melihat apa yang sedang dilakukan temannya ini.

Bel berbunyi, menandakan mata kuliah sudah berganti. Sistemnya memang mirip-mirip dengan SMA ya, katanya supaya bisa management waktu. Baiklah terserah mereka.

Aku merasa bersalah jujur, tapi inilah yang namanya pembalasan. Salah siapa duluan menggodaku ketika di kantin kemarin, dia sepertinya terkena karma. Bahkan saat keluar kelas masih sempat melepas seluruh dasinya, lehernya mulai tercekik. Dan aku cekikikan sendiri.

🌹🌹

Selama sisa hari yang ada, sosok pria tinggi besar itu tidak terlihat lagi di area kampus. Lebih tepatnya setelah makan siang aku tidak menemukan sosoknya lagi diantara para pengunjung kantin atau saat membantu Tsunade sensei membawa lembar jawaban di ruangannya.

Apa dia marah? Aku mulai khawatir, rasa bersalah yang sebelumnya menghilang kini timbul kembali dalam dadaku. Oleh karena itu aku sempatkan diri mencari Hashirama sensei, katanya dia masih berada di ruangannya. Wajahnya terlihat berseri menemukanku di balik pintu. Seperti bapak yang melihat anaknya.

"Ada sesuatu Naru-chan?" Tanyanya, dengan senyuman lima jari. Aku suka dengannya yang humble. Tapi kepopulerannya kalah dengan Madara.

Dengan ragu aku masuk, kedua tanganku pun tanpa sadar meremat ujung pakaian yang melekat di tubuhku. Dengan takut-takut aku menaikkan kepala menatapnya.

"Ano... Saya hanya ingin bertanya dimana Madara sensei." Memanggilnya depan embel-embel bukan gayaku. Entah kenapa lidahku lebih nyaman menyebutnya hanya 'Madara' seperti sudah terbiasa.

Mataku berkedip di sela memperhatikan gestur Hashirama yang terlihat berpikir. Mungkin dia sedang mengingat-ingat sesuatu, aku harap dia tidak berpikir aneh-aneh.

"Kalau tidak salah dia ada urusan. Karena itu dia sempat izin sebelum jam makan siang. Tumben sih memang, mungkin ada hal yang mendesak-" Hashirama menepuk pundakku. "-besok dia mungkin datang. Temui besok saja." Lanjutnya.

Aku hanya mengangguk, dan sepanjang perjalanan pulang wajahku murung.

"Loh, kenapa murung sekali anak ibu. Apa ada yang menganggumu?" Seperti biasa ibu selalu peka. Aku tidak bisa menyembunyikan perasaan apapun pada ibu.

"Tidak apa-apa Bu, hanya lelah." Ucapku sambil mengaduk sup didepanku. Saat ini kami sedang makan malam, padahal makanan yang disajikan ibu begitu terlihat nikmat. Nafsu makanku hilang begitu saja seperti di bawa angin. Aku masih kepikiran, apakah dia marah karena aku sehingga memutuskan untuk izin lebih awal?

"Maaf ayah terlambat!" Suara ayah, dia baru saja selesai membersihkan diri. Kursi di seretnya kebelakang agar dia memiliki ruang untuk duduk. Ibu dengan sigap menarik piring ayah dan menyajikan makanannya.

"Bagaimana pertemuanmu tadi?" Ibu memulai pertanyaannya, aku tidak berniat mendengarkan. Masih betah terjebak didalam lorong pikiranku sendiri.

"Lancar, Fugaku bahkan senang bisa bekerja sama."

"Ngomong-ngomong soal Fugaku, bagaimana kabar adiknya?"

"Oh, si Madara itu?"

Aku tersentak, membuat sendok yang ada di tanganku terjatuh. Ayah dan ibu sampai melihatku karena merasa terinterupsi dengan suaranya. Mataku terbelalak, apa karena terlalu larut memikirkan dirinya telingaku sampai-sampai seperti mendengar namanya disebut?

"Maaf." Ucapku berusaha memperbaiki suasana. Jangan sampai mereka berpikir jika aku ada apa-apa dengannya.

"Dua hari lagi Mikoto ulang tahun. Kita diundang untuk datang."

Kalimat terakhir yang aku dengarkan sebelum jantungku berdebar-debar. Kalau sampai keluarga ayah di undang berarti mereka akan merayakan pesta besar. Berarti Madara akan ada disana kan?

🌹🌹

Nunggu mereka cipokan aja lama banget, Pengen langsung ku gas aja 😌😌

Btw, kalau misal ada adegan mature 🔞🔞 pada mau nggak? Wkwkwk

Tap ⭐ & coment

Sexy, Free, and Single! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang