Chapter 1

2.5K 122 3
                                    

Suara rintik hujan dan petir terdengar di malam itu. Malam yang sangat buruk bagi Jeon Jungkook dan suaminya Jeon Jimin.

Kenapa? Karena malam ini adalah malam dimana Jimin dinyatakan kehilangan bayinya dan di vonis sulit memiliki anak dari rahimnya.

Tentu saja berita itu sangat mengejutkan bagi pasangan muda itu. Isak tangis Jimin terdengar memilukan diruangan itu.

"Sst.. tidak apa, semuanya akan baik-baik saja. Tenangkan dirimu, sayang." Jungkook, pria tampan itu terus berusaha menenangkan Jimin yang berada dipelukannya.

"Bagaimana bisa aku tenang?! A-aku kehilangan bayiku, Kook!" Jimin semakin meraung-raung dalam dekapan pria yang berstatus suaminya itu.

Jungkook bingung harus berbuat apa untuk saat ini. Yang dia lakukan hanya memeluk Jimin dan mengucapkan kata-kata penenang.

Ingin sekali Jungkook menangis saat ini. Tapi tidak! Ia harus bisa menahannya. Karena jika nanti ia menangis siapa yang akan menguatkan suami kecilnya ini?

"K-kenapa Tuhan begitu jahat padaku, Kook? Kenapa Tuhan mengambil bayiku setelah 5 bulan lalu Tuhan mengambil Eomma dariku? Apa aku hiks.. tidak pantas bahagia?" racau Jimin.

Tatapan matanya terlihat kosong, namun air mata tidak berhenti turun dari kedua maniknya.

Hati Jungkook sakit mendengar racauan Jimin yang terdengar sangat putus asa itu. Jungkook melepas dekapannya kemudian menghapus air mata yang terus turun dari mata suaminya itu.

Matanya menyiratkan kesedihan yang teramat mendalam, hingga Jungkook tidak dapat lagi menahan air matanya untuk tidak turun.

"Hei, kenapa kau malah berbicara seperti itu, hm? Tuhan tidak jahat padamu, sayang, tidak. Semua ini adalah takdir yang sudah ditetapkan oleh Tuhan."

"Tuhan memberi kita cobaan seperti ini karena Tuhan tahu kita pasti bisa melewatinya bersama-sama. Tuhan tidak pernah berlaku jahat, sayang." Jungkook berucap dengan suara bergetar.

"T-tapi kau pasti akan meninggalkanku kan? Hiks, sekarang aku sulit memiliki anak, aku sulit memberikanmu keturunan. Hiks, aku cacat, Kook.. a-aku--"

Jungkook menyatukan bibirnya dengan bibir Jimin, menekan tengkuk Jimin untuk memperdalam ciumannya. Kemudian melumatnya dengan lembut untuk membungkam mulutnya.

Sudah cukup, Jungkook tidak ingin mendengar suaminya itu meracau tidak jelas seperti itu. Hati Jungkook sakit mendengar Jimin menyebut dirinya sendiri 'cacat' seperti itu.

Jungkook menerima Jimin apa adanya. Walau dalam keadaan apapun itu, Jungkook akan tetap mencintai Jimin dengan tulus, sekalipun Jimin sulit memberikannya keturunan.

Ciuman itu berlangsung selama beberapa menit. Hingga Jimin menepuk dada Jungkook dengan sedikit keras karena pasokan udara di dadanya menipis. Jungkook pun langsung mengakhirinya.

Ditangkupnya pipi chubby itu kemudian berkata, "Dengarkan aku, aku sangat mencintaimu, bahkan melebihi hidupku sendiri. Aku tidak akan meninggalkanmu hanya karena kau tidak bisa memberiku anak, itu tidak akan pernah aku lakukan. Aku tidak peduli tentang dirimu yang sulit memberikanku anak, aku tidak peduli itu. Bagiku, kau saja cukup untukku. Jadi aku mohon, tolong jangan pernah menyebut dirimu 'cacat'. Hatiku sakit mendengarnya."

Air mata Jimin kembali meluruh mendengar penuturan panjang dari pria dihadapannya ini. Sungguh, Jimin merasa begitu bersyukur karena dicintai oleh pria seperti Jungkook.

"Maafkan aku hiks, terima kasih, terima kasih, Kook.. Aku mencintaimu." Jungkook kembali mendekap tubuh yang lebih mungil darinya itu.

"Aku lebih mencintaimu, Jeon Jimin."

. . .

Setelah 4 hari dirawat inap di rumah sakit, akhirnya Jimin sudah diperbolehkan pulang. Keadaannya sudah stabil, walaupun kondisi mentalnya masih sedikit terguncang.

Saat ini pasangan muda itu sudah sampai di mansion yang mewah milik Jungkook. Jungkook membukakan pintu mobil untuk Jimin.

"Paman Choi, tolong bawa kopernya masuk, ya. Letakan saja diruang keluarga." titah Jungkook pada pria paruh baya yang bekerja sebagai supir di mansion Jungkook itu.

"Ya, Tuan." Paman Choi membungkukkan dirinya.

Kemudian Jungkook menuntun Jimin secara perlahan memasuki mansion besar tersebut. Jungkook membawa Jimin ke kamar mereka berdua. Setelah sampai Jungkook langsung mendudukkan Jimin di king size itu.

"Sekarang kau harus istirahat. Jangan terlalu memikirkan apapun secara berlebihan oke, kau baru saja pulih, paham?" Jimin hanya mengangguk, menanggapi Jungkook.

"Aku akan menyuruh Bibi Han untuk membuatkanmu makanan. Tunggu, ne." lagi-lagi Jimin hanya mengangguk menanggapi Jungkook.

Jungkook menghela nafas kecil. Suaminya masih terpuruk atas kehilangan bayinya. Terlihat dari sikapnya dan tatapan matanya yang terlihat begitu kosong.

Apa yang harus ku lakukan? Batin Jungkook.


Tbc..

Hai aku kembali...

Ada yg masih ingat sama cerita ini?

Maafkan aku karena sempat men-unpublish ceritanya. Jujur aku waktu itu lagi sedikit banyak ada masalah. Jadi aku memutuskan untuk men-unpublish nya.

Aku takut ngecewain kalian yang udah nunggu cerita ini up.

Dan sekarang, aku memutuskan untuk mempublikasikan lagi cerita ini.

Aku up dan sedikit merevisi. Ada beberapa yang aku tambahkan dan aku kurangin.

Aku juga mau mengucapkan terima kasih sama readers nim yang udah pernah support cerita ini.

Mungkin itu aja yang pengen aku sampaikan.

Sampai jumpa di chapter selanjutnya💜💜💜

Mianhae, Saranghae | KookMin/KookVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang