Hari-hari yang telah lalu mengajarkanku banyak hal tentang bagaimana caraku menjalani hidup di hari ini dan di hari-hari berikutnya. Termasuk tentang keberanian, walaupun aku masih sering mengalah dan diam.-Rain and Rain-
Beberapa mata memandangnya dengan tatapan mengejek. Sesekali pula melemparkan candaan yang sama sekali tidak lucu untuk ditertawakan. Lalu ada pula yang menatapnya dengan sinis dan mendendam. Bahagia atas penderitaan orang lain.
"Maklumlah, orang miskin mana mampu beli sepatu baru," ucap lirih salah satu siswi yang lewat tepat di sampingnya. Sedangkan yang orang dibicarakan hanya bisa mendesis sebal.
"Bu, untuk kali ini saja saya pake sepatu ini. Soalnya sepatu saya yang warnanya hitam basah. Please, ya, Bu ... please ... banget!" pintanya dengan memelas. Wajahnya penuh penyeselan dan putus asa.
Bu. Nirma atau guru BK itu hanya bisa berdecak sebal sambil berkacak pinggang dengan tatapannya yang garang. "Kamu ini! Hari pertama masuk udah buat masalah saja!" ucapnya dengan jengkel. Siswi yang diomeli untuk hanya bisa menampilkan wajah melas dan penuh permohonan.
"Bu, saya beneran nggak bohong, Bu. Mana mungkin saya berani pake sepatu warna putih kalau bukan karena terpaksa. Please, ya, Bu ... cuma hari ini aja, kok, Bu. Ya, ya, ya ... please ...!" pintanya untuk sekian kalinya. Ia benar-benar tidak mau sepatunya disita atau ia harus dihukum. Masa hari pertama masuk kelas 12 sudah dihukum saja. Kalau bisa dimaklumkan saja, deh.
Guru dengan gulungan rambut yang anggun di kepalanya itu hanya bisa menarik nafas dalam-dalam. Ia mencoba memahami muridnya dan bersabar saat menghadapi murid-murid yang nakal atau melanggar aturan. "Baik, untuk hari ini saja. Jika besok terulang lagi, sepatu kamu saya sita! Mengerti?!" Siswi itu langsung sumringah dan mengangguk antusias.
"Makasih, Bu, makasih banyak, Bu!" ucapnya dan segera mencium tangan Bu Nirma setelah itu pergi menuju kelasnya. Bu Nirma hanya membalasnya dengan deheman serta helaan nafas lelah.
🍃🍃🍃
Alana menjerit kesal dalam hatinya kala sebuah sepatu menginjak pelan sepatu putihnya hingga meninggalkan noda. Ia menatap sang Empu dengan tatapan jengkel, tapi hanya bisa dipendam. Tertahan dalam hati dan mencoba untuk berfikir waras agar tidak mencekik tiga gadis angkuh dan sok hits di depannya.
"Semiskin itu, ya, lo?" tanya salah satu gadis yang bernama Jessika. Ia bertubuh tinggi, langsing, putih, wajah tirus dengan mata hidung dan bibir yang cantik dan seksi. Tipikal seorang model. Tapi, memang benar, sih, dia seorang model.
"Lo mau sepatu bekas gue? Lumayan masih bagus daripada beli di pasar atau toko yang harganya murahan," celutuk gadis sebelah kananya. Ia menyilangkan dadanya di depan sambil menatapnya kasihan dan sinis.
"Udahlah, Gengs! Si Miskin gak tau diri dan sombong ini gak usah dikasihani. Mending kita cabut aja! Daripada ketularan udik dan penyakitnya! Cih!" decih Gina. Siswi yang berambut panjang dengan poni ala korea itu. Dia memang manis dan imut wajahnya, tapi, ia sangat bangsat sekali, begitu menurut Alana.
Kalina, atau siswi yang rambut panjangnya di keriting gantung itu meludah tepat di samping kaki Alana, lantas segera pergi dan di susul oleh kedua sahabatnya. Alana mengepalkan tangannya. Ia melirik sekitarnya yang hanya diam dan bodo amat. Atau ada pula yang secara terang-terangan menatapnya benci, kasihan, jijik, dan muak.
"Sampah sekolah." Begitulah katanya.
Ia mengambil tisu di tas dan berjongkok untuk membersihkan noda itu. Alana menahan tangisnya saat noda itu susah dihilangkan. "Katanya orang kaya, tapi sepatunya gak pernah dibersihin," lirihnya sambil terus menggosok noda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain and Rain
Teen FictionRain and Rain. Untuk semua umur. Alana tidak tau kenapa mereka begitu benci dan mengganggunya. Apa harus seperti ini mereka menunjukkan rasa tidak sukanya? Ia bingung dengan apa yang mereka benci darinya. Cantik dan kaya? Bah, Alana itu pas-pasan da...