Kita semua bertahan, bertahan dari segala masalah yang ada. Meskipun tak terlihat dan selalu tegar, tapi tetap saja kita rapuh dan berjuang untuk melawannya. Kita semua punya cara masing-masing untuk melawannya.
Rain and Rain
Dia menghembuskan asap tebal dari mulut dan hidungnya. Matanya menatap teduh lukisan di depannya. Sekali lagi ia menghirup rokok itu, lalu mematikan baranya di lantai dan membuangnya ke tempat sampah. Tangannya terulur untuk mengambil kuas dan memperbaiki gambar yang kurang telat dengan cat warna yang sesuai. Setelah selesai, ia menatalnya dalam-dalam lalu tersenyum tipis.
Tangannya terulur mengambil bungkus rokok, namun seseorang terlebih dahulu mengambilnya dan membuangnya ke tempat sampah. Ia mendesis sebal melihat kelakuan temannya itu. "Sialan lo!" makinya dan segera mengambil rokok itu.
Temannya menatapnya dengan prihatin. Lalu menarik nafas dalam dan duduk di sampingnya. "Sampai kapan lo kayak gini?" tanyanya.
Pria itu tertawa, lalu menyesap rokoknya lagi dan menghembuskannya membuat temannya itu mendesis sebal karena tidak suka dengan asap rokok. "Sampai gue mati!" jawabnya sambil tersenyum puas.
"Terus lo pengennya gimana sekarang?" tanyanya kepada si perokok.
"Gue ... gue pengen menikmati hidup sesuai kemauan gue. Lalu gue pengen segera mati aja!" jawabnya. Temannya mendesis sebal. Selalu begitu jawabannya.
"Kapan lo mati?" tanyanya.
"Gue? Gak tahu!" jawabnya sambil mengidikkan bahunya tak tahu.
"Udah gue coba berulang kali gak mati-mati. Kayaknya Tuhan emang udah gak sayang dan gak peduli lagi sama gue!" tuturnya.
"Huh ...," hela temannya yang juga letih.
"Lo ngerokok tapi bibir lo nggak item-item, ya?" ucapnya dengan nada bercanda.
Ia tertawa kecil. "Ya kan gue ngerokok pas stress doang. Terus gue juga tetep makan yang sehat. Biar gue tetep ganteng." Temannya tertawa.
"Terus kapan lo matinya kalau makanan lo sehat terus. Kalau lo mau cepet mati ya semuanya harus buruk. Dari makanan dan pola hidup lo!" Mereka tertawa.
"Bisa dicoba, hahaha ...!" tawanya.
🍃🍃🍃
"UDAH GUE BILANG JANGAN BELI YANG RASA COKLAT! GUE NGGAK SUKA COKLAT! GIMANA, SIH, LO!" teriak Bram pada Silla. Siswi lugu yang mudah digobloki.
Bram yang sangat kesal itu menjulurkan tangannya hendak menjambak rambut Silla. Namun seseorang terlabih dahulu datang dan menahan tanganya. Bram mendesis sebal melihat orang yang telah menganggunya.
"Apaan, sih, lo!" kata Bram dengan nada tinggi Silla segera pergi setelah mendapat isyarat mata untuk pergi dari Gama-Ketua Osis.
Gama menghela nafas panjang. "Seharusnya Anda tidak melakukan itu. Itu namanya penganiayaan!" tegasnya membuat Bram tertawa lalu melepas paksa tangannya dari cekalan Gama.
"Songong banget, ya, lu! Adek kelas yang cuma jadi ketua osis, udah sombong! Sok berkuasa! Lo pikir lu siapa sampe berani nglawan gue? Hah? Hah?" tanyanya sambil mendorong kepala Gama dengan jari telunjuknya.
Gama tersenyum, dan mencoba sabar menghadapi kakak kelas sialan ini. "Karena saya ketua osis, jadi saya juga memiliki wewenang untuk hal seperti ini. Karena ini termasuk menjaga kesejahteraan siswa-siswi di sekolah. Seharusnya Anda sudah paham dengan perundungan atau pembullyan di zaman sekarang. Apalagi Anda ini seorang senior! Saya kira anak kecil saja juga tahu kalau ini hal yang salah!" ucapnya dengan berwibawa.
Bram tertawa. Ia menepuk bahu Gama tiga kali, "ngomong apa, sih, lo? Emang gue peduli? Enggak! Cuma anak kecil aja songong banget!" tuturnya lalu segera pergi bersama temannya.
"Ilang selera makan gue!" ucapnya.
Gama menarik nafas panjang. Ia menatap langit, lalu segera membalikkan badannya untuk pergi. Gama terkejut melihat Alana atau kakak kelasnya yang keuar dari persembunyiannya di balik pohon beringin yang tidak begitu besar. Gama tertawa kecil melihat Alana yang menatapnya dengan takjub.
"Gila! Keren, keren, keren! Gak nyesel gue milih lo! Hahaha ...!" kata Alana sambil mengacungkan kedua jempolnya.
Gama mendekat, begitupun Alana. Alana masih tersenyum takjub. "Huh, sabar, ya! Gue tahu lo capek! Cuma kalau lo capek, siapa lagi yang mau jadi provokator untuk melawan para pembully?" Gama tertawa kecil.
"Iya, Kak, makasih! Btw, kenapa kakak di sana?" Alana tertawa kecil mendengar pertanyaannya.
"Gue? Gue kebetulan tadi lewat sini, terus liat kalian adu mulut jadi gue liat sekalian. Hehehe ...!" jawabnya.
"Oh, yaudah! Kalau gitu gue duluan, ya! Semangat! Semangat!" ucap Alana sambil mengepalkan tangan ke depan. Gama hanya tersenyum geli melihat kelakuan kakak klasnya itu. Alana memang baik dan ia juga bingung kenapa banyak yang tidak menyukainya.
🍃🍃🍃
Jessika memegangi kepalanya yang terasa berat. Ia merasa mual dan tidak mood melakukan apapun. Sekuat tenaga ia berusaha melangkahkan kakinya menuju kelas. Panas yang terik setelah olahraga ini membuatnya tambah lemas dan pingsan saja. Jessika terjatuh saat sebuah bola basket mengenai kepalanya. Ia mendesis sebal.
"Jess, lo nggak apa-apa?" tanya Alana sambil membantu Jessika berdiri. Jessika yang melihat itu segera melepaskan tangan Alana dari bahunya.
"Lepas!" Alana hanya diam, lalu segera mengembalikan bola basket itu kepada para pemain.
"SIAPA YANG MAIN BOLA INI? GAK PUNYA MATA, HAH?" teriaknya dengan jengkel.
"Sorry, Jess!" ucap Andi penuh penyesalan. Jessika memilih segera pergi tanpa menghiraukan Alana yang menawarkan bantuan.
"JESS!" panggil Kalina dan segera membantu Jessika berjalan.
"Are you oke?" tanyanya.
"Hm ...," jawabnya.
"Huekk ... huek!" Jessika menutup mulutnya saat ingin muntah. Kalina segera menuntun Jessika ke toilet terdekat.
"Jess, kayaknya lo sakit parah deh! Ke uks aja ya? Atau langsung ke rumah sakit?" tanyanya membuat Jessika segera menggelengkan kepalanya.
"Ohh, enggak usah! Gue, gue, tidur aja di UKS! Emang hari ini badan gue nggak enak. Gue ke UKS dulu, ya!" ujarnya.
"Gue bantu," ucap Kalina.
"Nggak, nggak usah! Gue masih bisa! Eh, bukannya lo tadi dipanggil sama Bu Lia, ya?" tanyanya mengalihkan perhatian Kalina.
Kalina menepuk jidatnya, "oh, iya! Gue sampe lupa! Sorry kalau gitu!" ucap Kalina merasa bersalah.
Jessika tersenyum, "oke. Nggak apa-apa, kok!"
Jessika merogoh sakunya dan menelpon seseorang. "Gue pengen ketemuan. Ada hal yang harus gue bicarain sama lo! Di gudang paling belakang sekolah!" Jessika menutup telponnya lalu memejamkan matanya. Ia merogoh sesuatu di saku celananya sebelah kiri, lalu memegangnya dengan erat.
"Gue gak bisa kayak gini ...," lirihnya dengan air mata yang menetes.
🍃🍃🍃
📝Tulungagung, Senin, 30 Juli 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain and Rain
Teen FictionRain and Rain. Untuk semua umur. Alana tidak tau kenapa mereka begitu benci dan mengganggunya. Apa harus seperti ini mereka menunjukkan rasa tidak sukanya? Ia bingung dengan apa yang mereka benci darinya. Cantik dan kaya? Bah, Alana itu pas-pasan da...