2. Yang Ada Saat Kita Membutuhkannya

11 3 0
                                    

"Seberapa banyak pun orang yang ingin mencalonkan diri sebagai sahabat, aku tidak akan pernah memilih salah satu pun dari mereka. Karena mereka datang hanya untuk menawarkan sebuah kata sahabat, sedangkan kamu datang memberikan bukti tentang sahabat yang sebenarnya itu."

-Rain and Rain-


Alana mengetuk-ngetuk jari di lengannya, lalu mengusapnya gusar sambil menghembuskan nafas sedikit resah. Matanya berkeliaran mencari seseorang yang ditunggunya di depan perpustakaan sekolah. Tangannya terangkat untuk mengencangkan ikat rambut, lalu merapihkan helai-helai rambut yang jatuh di sekitar wajahnya.

"Lama banget, sih!" gerutunya. Ia menyenderkan bahunya di tembok.

Matanya terbuka lebar saat yang di tunggunya itu berlari sambil melambaikan tangan ke arahnya. Gadis itu memegang lututnya dan menormalkan nafasnya begitu sampai di depan Alana. Alana hanya diam sambil membulatkan mata sebal. Menunggu itu melelahkan!

"Sorry ... gue tadi ke toilet dulu. Eh, di sana malah masih penuh. Akhirnya gue antri. Mana gue udah kebelet pipis lagi. Nyebelin banget nunggu orang di toilet!" dumelnya lalu menatap Alana dengan penuh rasa bersalah.

Alana berdecak, "iya, deh! Yaudah ke kantin, yuk! Gue udah laper banget!" curhat Alana diangguki Tania. Mereka saling bergandengan tangan dan berjalan menuju kantin.

"Hey, Lan!" panggil seseorang di kantin.

Alana dan Tania menoleh. Seorang siswi dengan rambut tergerai serta bando warna biru di rambutnya itu berjalan mendekat. Ia tersenyum tipis, lalu mengambil tangan Alana untuk memegang botol minuman dan roti di tangannya.

Sial, dia datang lagi! Jika dia datang, artinya akan ada masalah. Memang dasar! Wajah cantik bin imut tapi dalang masalah. Huh, Alana tidak mau misuhnya semakin banyak hari ini.

"Ini buat lo!" katanya.

Alana mengernyit heran. "Maksudnya apa?" tanyanya dengan bingung.

"Ya, gue tau lo itu orang miskin dan pasti susah banget buat beli makanan di kantin. Apalagi orang kayak lo kan harus hemat buat nabung uang di masa depan. Ya kan? Setidaknya gue membantu mengamankan uang jajan lo hari ini." Siswi itu tersenyum bangga membuat Alana meremas roti dan botol itu.

Tania menatapnya sinis. "Lo pikir Alana pengemis?" Tania segera mengambil roti dan botol itu lalu membuangnya di depan siswi tak tahu sopan santun itu.

"Yuk, Al!" ajak Tania sambil menggandeng tangannya.

"Kaya enggak, sombong iya! Cih!" decihnya lalu segera menendang botol dan roti ke arah mereka. "Buang, tuh! Atau lo makan sekalian! Udah di baikin malah nolak! Dasar gak tau diri!" Ia segera membalikkan badannya dan pergi meninggalkan kantin.

Orang-orang yang melihatnya hanya diam dan tidak mau berurusan dengannya. Mereka hanya ingin hidup aman dan sentosa sampai lulus dari sekolah ini. Alana tersenyum miris. Ia segera mengambil botol air dan roti itu, lalu melangkahkan kakinya menuju siswi yang telah merendahkannya. Jika selama ini ia sering diam, maka kali ini ia harus bertindak. Setidaknya ini bisa mengobati luka di hatinya serta memberi pelajaran pada orang tak bermoral itu.

"GIN!" serunya membuat langkah Gina terhenti dan membalikkan badan. Gina menatap malas Alana yang sedang berjalan ke arahnya dengan percaya dirinya.

Rain and RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang