Malam adalah waktu di mana kamu bisa bebas mengungkapkan segala hal yang menyakitkan. Karena malam tahu, apa arti masa kelam bagimu.
-Rain and Rain-
Fiks! Jika benar uang itu ada di gudang sana, maka ia harus mencarinya sebelum hari esok. Atau jika tidak, seorang satpam, penjaga kebun, atau malah siswa di sekolahnya yang menemukan. Tidak! Alana menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Menunggu hari esok dan berangkat sangat pagi juga belum tentu berhasil. Karena kadang ia bisa bangun agak kesiangan atau malah ada yang lebih dulu datang darinya. Seperti ... si penunggu pohon mangga itu.
Alana melihat jam di dindingnya. Sekarang sudah pukul tujuh malam. Alana bingung tak menentu. Ia antara takut pada demit karena ke sekolah malam-malam, dan takut pada manusia yang akan menghadangnya besok. Ini tidak boleh dibiarkan. Apalagi ini urusannya dengan Bram dan Jessika. Oh, ayolah, siapa yang tidak kenal dengan kedua sejoli itu? Dua-duanya sama-sama menyebalkan!
"Mampus lo, Lan ...! Mampus ...!"
"Gimana ini?" tanya Alana bingung. Ia terus menepuk kepalanya berulang kali.
Menelpon pria itu? Ah tidak! Yang ada ia akan semakin stress karena terus disalahkan. Mungkin menelpon Tania dan memintanya untuk menemaninya adalah pilihan yang tepat.
"Tan, lo sibuk nggak?" tanya Alana dengan hati-hati.
"Hah? Enggak, sih! Cuma gue sebentar lagi mau keluar. Ada acara keluarga. Emang kenapa?" tanya Tania.
"Oh, eng-enggak, kok! Yaudah kalau gitu. Bye! Assalammu'alaikum," tutupnya lantas segera menutup mukanya dengan bantal.
"Gue harus gimana? Gue takut kalau sendirian! Gimana kalau ada penunggunya beneran di sana? Gimana kalau ada genederuwo? Kunti? Pocong? Tuyul? Aaakhhh! Stress gue lama-lama sekolah di sana! Huh ...!" geramnya sambil meremas bantal lalu melemparnya ke segala arah.
Ia menarik nafas panjang. "Oke, gue bisa! Ini nggak sulit, kok! Lebih menakutkan mana? Setan apa manusia? Semuanya menakutkan, sih! Tapi lebih menakutkan manusia! Karena manusia juga bisa lebih setan!" Alana memejamkan matanya.
Ia langsung mengambil hodie hitam dan tas selempengannya. Ia memejamkan matanya sambil meyakinkan diri kalau ia bisa. "Lo bisa!" Alana mengangguk yakin dan segera keluar kamar.
"Em, Buk, Alana keluar sebentar, ya! Mau beli martabak sekalian liat-liat jalan!" pamitnya.
"Oh, iya, tapi jangan lama-lama. Kamu cewek bahaya juga kalau kemaleman pulangnya. Oh, iya, besok juga sekolah, loh! Terus ibuk nitip sate, ya! Ibuk pengen sate dari kemarin." Alana mengangguk dan tersenyum. Lantas ia mencium tangan Ibunya dan segera pergi.
"Oke, Alana ... Go!" Ia mulai menjalankan motor maticnya keluar halaman rumah.
🍃🍃🍃
Alana terdiam di depan gerbang sekolah. Ia menatap lekat-lekat sekolahnya. Kenapa ia terus merasakan aura menyeramkan? Alana jadi ragu untuk masuk.
"Haduh, gue jadi takut. Kalau beneran ketemu Mbak Kunti gimana? Ketemu genderuwo? Atau makhluk lainnya?! Hihhh jangan sampe! Ya Allah, lindungilah Aku ...!" ucalnya dengan khusuk.
Alana menitipkan montornya di warung nasi padang dekat sekolah, karena ia dan pemiliknya juga lumayan akrab kebetulan. Setelah itu, ia membuka gerbang sekolah. Kebetulan ia sudah meminjamnya tadi di rumah penjaga sekolah. Dan katanya, penjaga sekolah akan ke sekolah agak larut malam untuk mengecek sekolah.
Alana berjalan menuju gedung paling belakang sekolah. Sepanjang jalan, ia terus membaca ayat kursi sambil fokus menatap ke depan dan berusaha untuk tidak memikirkan hal-hal negatif. Alana terdiam saat melihat taman belakang sekolah. Ia melihat daun-daun di pohon mangga waktu itu bergerak sendiri, padahal yang lainnya diam. Alana jadi teringat kata-kata siswa di pohon itu. Apa benar jika ternyata dia adalah hantu. Atau arwah yang menunggu pohon itu, dan arwah itu menampakkan wujudnya pada Alana. Hanya saja bukan wujud yang menyeramkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain and Rain
Teen FictionRain and Rain. Untuk semua umur. Alana tidak tau kenapa mereka begitu benci dan mengganggunya. Apa harus seperti ini mereka menunjukkan rasa tidak sukanya? Ia bingung dengan apa yang mereka benci darinya. Cantik dan kaya? Bah, Alana itu pas-pasan da...