Aku butuh waktu untuk sendiri. Waktu untuk ruang kosong bagiku. Aku ingin merenung dan beristirahat sejenak dari masalah ini. Tolong, mengertilah.
-Rain and Rain-
Jessika menunggu Bram di ruang tunggu. Ia menautkan jari-jarinya cemas. Lalu lalang orang membuatnya semakin takut dan resah. Jam menunjukkan hampir pukul sepuluh pagi. Hari ini mereka memang tidak masuk sekolah untuk melakukan aborsi.
"Jess," panggil Bram.
Jessika menoleh, "iya?" jawabnya.
"Lo beneran yakin, kan?" tanya Bram serius. Jessika mengangguk.
"Tapi ... gue boleh minta waktu nggak? Gue mau sendiri dulu. Gue janji gak akan berubah pikiran." Bram mengangguk dan membiarkan Jessika pergi ke taman.
Jessika memegang perutnya yang masih rata. langkahnya terhenti saat melihat kursi kosong, lalu ia duduk dan menatap langit sejenak. Pikirannya menuju kembali ke momen saat ia tak sengaja tidur dengan Bram. Jessika menggigit bibir bawahnya. Dadanya bergetar dan tubuhnya gemetar. Semua ini gara-gara obat perangsang sialan dari temannya saat ia dan Bram pergi ke club malam.
"Maafin gue ...," gumamnya sambil memegang perutnya dengan erat.
Demi Tuhan! Sejujurnya Jessika tidak tega dan tidak berniat untuk menggugurkan bayinya ini, tapi ia keadaan memaksanya untuk bertindak melakukan ini. Belum lagi jika orang tuanya mengetahui hal ini, ia pasti akan dihukum berat dan tentu sangat marah besar. Jessika juga ingin melanjutkan karirnya sebagai model.
"Gue ... sebenarnya gak tega sama lo, tapi ...." Jessika menggigit bibir bawahnya. Jessika mengandai, jika seandainya Bram mau bertanggung jawab dan dengan beraninya melarangnya untuk melakukan aborsi ia pasti mau menerima. Membunuh janin dalam kandungannya akan membuatnya menjadi pembunuh seumur hidup.
"Seandainya lo mau bertanggung jawab, Bram ... seandainya dengan beraninya lo bilang mau menjaga bayi ini, gue beneran terima, Bram ... hiks ... hiks," lirih Jessika. Ia menangis segukan sambil terus memegangi perutnya.
"Seandainya ...," gumamnya lagi.
🍃🍃🍃
"A-aampun ...!" pekiknya saat tangan Aurel hendak melayang untuk menamparnya.
Aurel tertawa kecil, "penakut," gumamnya menatap Silla.
"Hish! Makanya kalau gue minta jawaban ujian lo harus kasih!!!" serunya dengan suara melengking. Silla menatap Aurel ketakutan.
"T-tadi ... ada gurunya ... Akuu ... Aku ... gak berani," jawabnya dengan menunduk. Tubuhnya bergemetar hebat. Sudut bibirnya terluka karena ulah Aurel.
Aurel mendesis, ia langsung menghempas kasar kerah Silla hingga gadis itu terbentur tembok. Silla meringis pelan, ia berusaha berdiri dan membenarkan pakaiannya. Tangan Aurel bersidekap di dada melihat gadis o'on di depannya.
"Beliin gue makanan! Gue tunggu di kelas! Dan lo juga harus ngerjain tugas-tugas sekolah gue!" Aurel membalikkan badan dan pergi dari toilet. Tak lupa sebelum pergi ia menendang salah satu pintu toilet sambil mengumpat karena kesal dengan nilai ujiannya hari ini.
Silla menatap dirinya di cermin toilet. Ia menangis lagi. Perlahan tangannya membersihkan luka di sudut bibir dan membenarkan rambutnya. Silla benar-benar tidak betah sekolah di sini.
Sepanjang jalan, orang-orang menatap Aurel dengan tidak suka. Aurel membulatkan matanya tidak peduli dan terus melangkahkan kakinya menuju kelas. Dering ponsel menghentikan langkahnya. Ia menggertakkan giginya saat tahu siapa yang menelpon. Aurel menarik nafas dalam, lalu ia menuju tempat yang agak sepi.
"Hallo," ucapnya.
"Iya, gue akan datang sesuai waktu yang ditentukan," jawabnya dengan malas. Ia menarik nafas dalam-dalam, lalu memasukkan ponselnya ke saku.
🍃🍃🍃
Tania mengernyut heran melihat tingkah Alana yang aneh. Sedari tafi gadis itu terus memperhatikan sekitarnya, seperti mencari seseorang. Namun, setiap ditanya, Alana selalu menjawab dengan gelengan atau "Oh, enggak, kok!". Tania yang kesal pun memukul dahinya pelan.
"Apaan, sih, lo!" ujar Alana kesal. Ia mengelus keningnya.
"Lo cari siapa, sih? Risih mata gue liat lo gitu terus dari tadi!" ungkap Tania.
Alana memayunkan bibirnya sebal, lalu meminum jusnya. "Lo tahu nggak siswa cowok yang suka main ke taman belakang? Em, bukan gitu, maksudnya yang suka main ke belakang sekolah?" tanya Alana.
Tania berlagak seperti orang yang serius berfikir, lalu matanya langsung berbinar kala tahu jawabannya, "bukannya yang suka main ke belakang sekolah itu ... dia, ya?" jawabnya dengan lirih.
Alana mendekatkan wajahnya. "Dia siapa?" tanya Alana berbisik.
Tania tersenyum jahil, "itu ... si dia! Yang biasanya ketemuan sama lo di gudang belakang sekolah ...," ujarnya membuat Alana melotot sebal.
"Hahaha ...," tawa Tania.
"Betulkan?" tanya Tania masih dengan tertawa. Alana hanya menatapnya dengan jengkel. Lantas segera berdiri. "Gue mau ke kelas!" tuturnya sedikit judes.
"Dih, marah!" cibir Tania.
"Bye!" ucap Alana segera pergi.
Mata terus menatap sekelilingnya. Sesekali mencoba mengintip kelas lain dari jauh. Ia mendesah pelan saat tidak menemukan orang yang ia cari. Ia sungguh penasaran dengan pria yang ia temui waktu itu. Jujur, selama hampir 2 tahun ia sekolah di sini, ia memang tidak pernah melihat pria itu. Atau memang pernah bertemu, berpapasan, namun ia lupa? Ah, Alan tidak peduli.
Alana memutuskan untuk segera ke kelas karena waktu istirahat hampir habis. Kebetulan yang sangat bagus, saat Alana melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas, orang yang ia cari lewat di belakangnya. Mereka benar-benar berada di posisi yang sangat strategis. Pria itu menoleh tepat saat Alana masuk ke dalam kelas, lalu tersenyum tipis.
🍃🍃🍃
Aurel menatap sekitarnya, lalu segera masuk ke dalam cafe yang lumayan sepi. Orang yang ditunggunya sudah duduk manis di meja pesanan. Pria itu tersenyum melihat kedatangannya. Aurel menatapnya dengan tajam dan sedikit was-was.
"Lo udah lakuin hal yang gue suruhkan?" tanyanya dengan tegas.
Pria itu tersenyum miring, "udah, dong! Nih!" Ia memberikan lembaran foto dan flashdisk kepada Aurel.
"Yang di flashdisk itu ada vidio dan salinan poto-poto ini," ucapnya membuat Aurel tersenyum puas.
"Thanks!" ucap Aurel.
"Bayarannya?" tanya pria itu.
Aurel tersenyum miring, "nanti malam," jawabnya setelah itu segera pergi. Pria itu menatap Aurel tajam, lalu tertawa kecil.
🍃🍃🍃
📝Tulungagung
Rabu, 25 Agustus 2021See U:)
❤
❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain and Rain
Teen FictionRain and Rain. Untuk semua umur. Alana tidak tau kenapa mereka begitu benci dan mengganggunya. Apa harus seperti ini mereka menunjukkan rasa tidak sukanya? Ia bingung dengan apa yang mereka benci darinya. Cantik dan kaya? Bah, Alana itu pas-pasan da...