PERHATIAN!!!
HARAP KOREKSI SETIAP TYPO DAN KESALAHAN DAN JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK. FEEDBACK? DM SAJA.
TERIMA KASIH. 🧡😘
##########
Hujan gemericik membasahi segala sesuatu yang berada di bawah langit. Sebagaimana Ervin yang nyaris menitikan air mata karena meratapi kehidupannya.
Ia benar-benar lelah menghadapi semuanya. Bagaimana rasanya hidup tanpa cinta? Dan bagaimana ia akan menjalankannya? Lalu, sampai kapan ia akan terus menjalaninya?
"Zea?" celetuk Ervin saat mendapati Zea yang tengah berdiri di depan sebuah bangunan kosong.
"Zea!" Tanpa pikir panjang, Ervin yang semula duduk di halte langsung memekikkan sebuah nama sang pujaan.
Em ... tunggu dulu, ya, mungkin pujaan bagi Ervin, namun tidak bagi Zea.
"Eh, ngapain lu tiba-tiba nongol di sini?"
"Em ... G--gua tadi kebetulan lewat." Sial, ia benar-benar tak bisa menyembunyikan rasa gugupnya.
"Terus ngapain ke sini?"
"Ya, gua enggak tega aja kalau lu sendirian di Sini."
"Hah?! Gak tega?! Enggak salah lu? Apa coba bedanya ada dan ga adanya lu?" Alih-alih merespon baik kepedulian Ervin, Zea justru melontarkan kalimat-kalimat penyayatnya.
"Tapi, aku--"
"Hey! Copet!"
Tanpa banyak pikir Ervin langsung mengejar sang pencopet. Ia bertarung dibawah derai hujan yang kian deras di senja tanpa sunset itu.
Sekilas, Zea menatapnya kagum. Mungkin memang Ervin tampak cowok lemah. Namun, jika dilihat dari sisi keberaniannya, cowok satu itu tak bisa diremehkan.
"Argh!" Serangan demi serangan berhasil Ervin hindari hingga ia berhasil memukul bertubi-tubi wajah sang copet. Namun, sayang sebuah sayatan mengenai telapak tangan kanannya.
"Awas lu, ya!" Kalimat terakhir sebelum pencopet itu berlari, tertangkap jelas di mata Ervin. Namun, tanpa gentar ia kembali berjalan ke arah Zea sembari membawa tasnya.
"Maaf, kalau tasnya jadi basah."
Zea tak dapat berkata. Ia hanya diam seribu bahasa. Ia tak tau jika ternyata Ervin pandai berkelahi. Meski kini tangannya terluka dan mengeluarkan cukup banyak darah.
"Zea?" panggil Ervin yang masih menyodorkan tas berwarna hitam itu dengan tangan kirinya.
"Heh! Pegang-pegang." Bukan berterima kasih, Zea justru langsung menarik tasnya lengkap dengan kalimat pedasnya.
"Sorry," jawab Ervin lirih. Kini tubuhnya benar-benar menggigil, terlebih, ia harus menahan sakit di tangan kirinya yang terus mengeluarkan darah.
Zea meninggalkan Ervin begitu saja tanpa memperhatikan lukanya yang berdarah begitu banyak. Namun bagi Ervin, lukanya kini tak seperih luka hatinya.
"Apakah aku benar-benar tak pantas mendapatkannya?" tanya Ervin pada dirinya sendiri.
Dengan luka luar sekaligus luka hati, Ervin mulai meninggalkan teras bangunan tua itu. Entah, mungkin ia akan langsung pulang saja. Karena, jika untuk ke klinik ia pun tak membawa uang yang cukup.
"Lho, itu kan Ervin?" tanya seorang gadis di balik kemudi mobilnya.
Dengan menerobos hujan sang gadis pun mulai menepikan mobilnya di jalan berpaving itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Nada Tanpa Suara [Terbit] ☑️
Novela JuvenilPre Order sampai Oktober. Harga pre-order 75.000 untuk harga normal 80.000 yuk buruan peluk bukunya! 😘 PEMESANAN: 085832130908 (Amma Altaira) CERITA INI MERUPAKAN CHALLENGE WALXSPA2021 (writing maraton challenge 50 day's)👇👇👇 Sebagian part hilang...