BAGIAN 3 (I)

94 85 21
                                    

Peristiwa telah berlangsung ,selama berpuluh-puluh tahun. Menurutku, seharusnya itu tidak lagi disebut sebagai perang tapi tidak ada kata yang pas untuk menggambarkan bentuk kehancuran besar-besaran. Di sekolah ,mereka mengatakan kepada kami bahwa peperangan berawal dari perebutan lahan. Wilayah Mesopotamia datar dan subur, dikelilingi oleh danau luas yang penuh ikan. Lain halnya dengan Norta dengan Hutan dan bebatuan ,wilayah pertaniannya juga nyaris tak memberikan makan. Bahkan kaum kelas atas pun merasakan ketegangan yang terjadi. Karena itulah sang raja mengumumkan peperangan, menerjunkan kami ke dalam konflik yang tidak dapat dimenangi oleh kubu mana pun.

Raja Dilluc— Mesopotamia keturunanan dari Kaum Red sword menanggapinya dengan kemurahan hati, dengan dukungan penuh dari keluarga kerajaannya. Mereka menginginkan sungai kami,untuk mendapatkan akses dan kincir-kincir yang menghiasi sungai-sungai kami. Kincir-kincir itulah negeri kami kuat, menyediakan tenaga listrik yang cukup hingga Kaum fatui pun bisa mendapatkan sebagian jatahnya. Aku juga pernah mendengar rumor tentang kota-kota jauh di selatan ,di dekat Ibu Kota Cichyrus ,tempat golongan Kaum Fatui yang sangat mahir dalam membangun beberapa mesin yang di luar nalarku. Untuk transportasi darat ,air dan udara atau persenjataan untuk menghujani kehancuran yang dimana Kaum kelas atas (Red Sword, Valkyrie, Barbarous Cobra) mungkin akan membutuhkannya. Guru kami pernah mengatakan bahwa Norta (Ibu kota -Anogia) adalah Mercusuar dunia ,sebuah negara yang dimasyurkan oleh orang-orang yang penuh dengan kekuatan dan teknologi. Selebihnya ,seperti Mesopotamia ,masih dalam kegelapan. Kami sungguh beruntung lahir disini ,beruntung.
Kata-kata itu membuatku ingin. menjerit

Namun terlepas dari pasokan listrik kami ,persenjataan kami,jumlah mereka, tidak satu pun masing-masing kubu memiliki banyak keunggulan dibandingkan lawannya. Perang yang semestinya berakhir kurang dari seabad tapi masih berlanjut sampai sekarang ,aku selalu menganggap ini lucu yang dimana kota berperang hanya karena saling memperebutkan lahan (makanan-air). Bahkan kaum kelas atas yang mulia dan berkuasa pun membutuhkan makan.

Namun faktanya itu tidak lucu lagi, ketika William akan menjadi orang berikutnya yang kuberikan salam perpisahan. Aku bertanya-tanya jika dia akan memberikan aku kalung atau anting agar aku bisa mengenang dirinya saat anggota Hoplites dengan baju zirahnya (linothorax) menjemputnya

"Seminggu, Athena. Seminggu lagi aku akan pergi" suaranya pecah, meski dia terbatuk untuk mencoba menutupinya "aku tidak bisa melakukannya. Mereka —mereka akan menjemputku"

Aku mencoba memikirkan bagaimana caranya supaya bisa membebaskan diri dari pekerjaan ini "Aku yakin pasti ada sesuatu yang dapat kita lakukan"

"Tak ada yang bisa dilakukan. Tak ada seorang pun yang bisa membebaskan dirinya dari penjaringan perang dan bertahan hidup"

Dia tidak perlu memberitahuku hal itu. Setiap tahunnya selalu ada yang mencoba kabur. Dan setiap tahun pula mereka diseret pulang ke alun-alun kota dan dihukum gantung disana sambil ditonton oleh beribu-ribu orang.
"Tidak william ,kita akan mencari jalan"

Bahkan dalam kondisinya yang seperti itu dia masih punya kekuatan untuk menyeringai lebar ke arahku "Kita?"

Rasa panas di pipiku menjalar lebih cepat dari kobaran api manapun "Ck, aku juga sama sepertimu terjerat dalam peperangan ,tapi mereka juga tidak akan memaksaku. Jadi mending kita kabur saja.
Pasukan bersenjata selalu menjadi takdirku, hukumanku ,aku tahu hal itu. Namun, tidak bagi william mereka telah merenggut begitu banyak dari dirinya.
"Tidak ada tempat yang bisa kita tuju"gerutunya . Tapi setidaknya dia bisa mendebat ,masih punya rasa untuk tidak menyerah.

"Kita tidak akan bisa bertahan dari cuaca musim dingin di wilayah utara ,wilayah timur adalah lautan ,wilayah barat lebih banyak peperangan lagi ,wilayah selatan berpusat ke semua neraka—dan diantara semua wilayah dipenuhi dengan kaum red sword , valkyrie dan barbarous cobra dan petugas"
Kata -kata itu terus mengalir dari mulut ku seperti arus sungai
 "Begitu pula desa ini ,dipenuhi dengan kaum atas serta petugas keamanan ,dan kita juga masih bisa mencopet tepat di depan hidung mereka dan meloloskan diri dengan selamat"

Benakku berpacu, berusaha sekuat mungkin menemukan sesuatu apapun yang mungkin bisa berguna. Kemudian sebuah gagasan menghantamku seperti kilatan petir "OH IYA! Pasar gelap ,yang bisa buat kita bertahan ,dengan menyeludupkan segalanya dari biji-bijian ,barang-barang. Siapa bilang mereka tidak bisa menyeludupkan orang"

Mulutnya menganga, hendak memuntahkan ribuan alasan mengapa ide itu tak akan berhasil. Namun kemudian dia tersenyum dan mengangguk.
Sebetulnya aku tidak suka melibatkan diri dengan urusan orang lain. Aku tak punya waktu untuk itu ,namun disinilah aku mendengarkan diriku sendiri mengucapkan tiga kata pembawa malapetaka
"Serahkan saja padaku"

Barang-barang yang tidak bisa kami jual ke pemilik toko biasa harus kami bawa ke Aurgust. Dia adalah si kakek tua ,dia terlalu lemah untuk bekerja di penebangan kayu, jadi dia menyapu jalanan pada siang hari. Pada malam harinya dia menjual barang apapun dari kereta lusuhnya ,mulai dari kopi, benda-benda langka ,hingga barang eksotis. Waktu itu ketika aku berusia delapan tahun dengan sekepalan tangan yang penuh dengan kancing-kancing curiaan ,aku mengambil keputusan dengan Aurgust. Dia membayar empat keping tembaga untuk kancing-kancing itu ,tanpa berpikir ini itu. Dan kini aku adalah pelanggan terbaiknya dan barangkali alasan dirinya bertahan di tempat yang kecil itu.

      Pada hari-hari baik, aku bahkan menyebut dirinya sebagai seorang kawan ,baru bertahun-tahun lamanya aku baru tahu bahwa dia merupakan bagian dari sebuah operasi yang jauh lebih besar,  sebagian menyebutnya dengan jaringan bawah tanah, sebagian juga menyebutnya dengan pasar gelap, tapi yang kupedulikan hanyalah apa yang bisa mereka lakukan. Mereka juga memiliki barikade, orang-orang yang seperti Aurgust ada dimana-mana. Mereka suka mengangkut barang-barang ilegal ke sepenjuru negeri dan kini aku bertaruh pada mereka mungkin akan membuat pengecualian dan kali ini mengangkut manusia.

"Tentu saja tidak"
Selama tujuh belas tahun ,Aurgust tidak pernah menolakku. Kini si kakek tua bodoh itu jelas-jelas membanting pintu keretanya menutup di depan wajahku. Aku senang kalau william tidak ikut ,jadi dia tidak perlu melihatku gagal menolongnya

"Aurgust ,kumohon. Aku tahu kau bisa melakukannya—

Dia menggeleng ,janggut putihnya mengibas "Kalau pun bisa. Aku adalah pedagang, orang-orang bekerja sama denganku bukanlah tipe orang yang akan bersedia menghabiskan waktu dan tenaga mereka demi mengantar pelarian dari suatu tempat ke tempat lain. Itu bukan pekerjaanku dan bukan urusan kami"

      Aku bisa merasakan satu-satunya harapan, satu-satunya harapan William, tergelincir jemariku.
Aurgust tentu melihat keputusasaan di mataku karena dia melunak, bersandar ke pintu keretanya lalu dia menghembuskan napas panjang dan menoleh ke belakang ke dalam kegelapan keretanya. Setelah sesaat, dia kembali menoleh kepadaku serta mengajakku masuk. Aku pun mengikutinya dengan perasaan senang.

"Aku tahu kau adalah kakek tua yag baik ,terima kasih Aurgust" ocehku "Kau tahu apa artinya ini bagiku—

"Duduk dan diamlah ,Nak" suara berat dan tinggi berseru
Aku mengangguk ,dari balik bayang-bayang kereta nyaris tak terlihat dalam keremangan cahaya dari sebatang lilin merah Aurgust , seorang perempuan berdiri. Seorang gadis ,menurut taksiranku ,karena dia hampir tidak tampak lebih tua dariku. Namun tubuhnya jauh lebih tinggi dengan karisma seorang ksatria berpengalaman. Pedang dipunggungnya ,belati dipinggulnya yang diselipkan di sabuk selendang merah berhias bercorak matahari ,jelas-jelas ilegal. Dia terlalu pirang dan pucat untuk berasal dari Desa Anogia dan menilai dari keringetnya dia tidak terbiasa oleh hawa panas atau kelembapan. Aku yakin dia adalah orang asing ,pelarian ,buronan. Orang yang tepat untuk kutemui.

THE QUEEN OF SWORDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang