BAGIAN 4(II)

74 67 30
                                    

"KAKAK!" teriak Rose diiringi isak tangis "Kakak, bangunlah!"teriaknya lagi sambil menepuk-nepuk pipiku "Kalau kau mati populasi pencopet akan berkurang!"

"Hei, Rose kau tidak usah berteriak di depan wajahku. Aku belum mati bodoh!" ucapku dengan nada tinggi— tiba-tiba saja aku teringat kalau sekarang terjadi sesuatu yang genting "Rose, kita harus segera pergi!" teriakku sambil bergegas berdiri

Rose mengangguk mengerti lalu berlari di depanku, menuju pintu Taman. "Kau sungguh pandai!" Dia berteriak ke balik bahunya

Aku tak kuasa menoleh ke alun-alun di belakang selagi membuntutinya. Massa Valkyrie serta Red Sword semakin tumpah-ruah, mencari-cari di balik kios-kios dengan keberingasan serigala. Beberapa manusia Fatui yang tertinggal meringkuk ditanah, memohon pengampunan. Dan di air mancur tempat aku baru saja membebaskan diri, seorang pria berambut cokelat mengambang dengan wajah menelungkup.

Tubuhku gemetar, setiap sarafku terbakar saat kami berlari menuju gerbang. Rose meraih tanganku, menarik kami berdua menembus kerumunan.
"Sepuluh mil menuju rumah" gumam Rose "Apa kau sudah mendapatkan apa yang kau butuhkan?"

Bobot rasa maluku datang menimpaku selagi kugelengkan kepala. Tidak ada waktu. Aku bahkan belum sempat meninggalkan jalan utama sebelum laporan berita itu hadir, tak ada yang dapat kulakukan.

Wajah Rose runtuh, terlipat dalam rengutan. "Kita akan menemukan jalan" ucapnya, suaranya sama putus asanya seperti perasaanku.
Namun gerbang sudah menjulang dihadapanku, tampak kian dekat dengan setiap detik yang berlalu. Gerbang itu memenuhiku dengan rasa takut. Begitu aku melewatinya, begitu aku pergi meninggalkannya, William akan benar-benar hilang.

Dan kupikir itulah sebabnya dia melakukannya.
Sebelum aku sempat menghentikannya, menahannya, atau menarik tubuhnya menjauh, tangan mungil Rose yang terampil menyelip ke dalam tas seseorang. Namun, bukan seseorang yang biasa melainkan sesosok Valkyrie yang sedang kabur. Seorang Valkyrie dengan mata yang hitam kelam, hidung tegas, dan pundak bidang yang meneriakkan, "Jangan macam-macam denganku" Rose mungkin seorang yang terampil dengan jarum dan benang, tapi dia bukan pencopet. Dibutuhkan sedetik baginya untuk menyadari apa yang terjadi. Kemudian seseorang menarik dan mengangkat tubuh Rose dari tanah

Itu manusia Valkyrie yang sama. Mereka ada dua, Kembar?
"Bukan saat yang tepat untuk mencopet dompet kami" Kembarannya berucap berbarengan. Kemudian mereka berjumlah, tiga, empat, lima, enam, mengepung kami di tengah kerumunan. Berlipat ganda. Sialan, dia adalah manusia kloning.

Mereka membuat kepalaku pusing. "Dia tidak bermaksud buruk, dia hanya anak yang bodoh—"

"Aku hanya anak yang bodoh!" Rose berteriak, berusaha menendang orang yang menahan dirinya.
Mereka terkekeh bersama dengan suara yang mengerikan. Aku menerjang Rose, berusaha melepaskan dirinya, tapi salah satu  dari mereka mengempaskanku kembali ke tanah. Hantaman jalan berbatu keras membuatku sesak napas, dan aku menarik napas kuat-kuat, memandang tak berdaya selagi seorang kembaran lain menaruh kakinya di atas perutku, menahan tubuhku dibawah.

"Kumohon—" aku berhasil memuntahkan kata itu, tapi tak ada lagi yang mendengarkanku. Rengekan di kepalaku menajam saat semua kamera berputar untuk memantau kami. Aku merasa kembali kesetrum, kali ini oleh rasa takut untuk adikku.
Benar-benar tidak ada yang mendengar permohonanku, aku berusaha menggelengkan kepalaku ke kanan ke kiri mencari seseorang untuk membantuku dan ku lihat ada seorang pria melihat ke arahku, aku merintih kepadanya tetapi dia mengabaikanku.

Seorang petugas keamanan datang, pria yang membiarkan kami masuk pagi ini, menghampiri, senapan ada ditangannya. "Ada apa ini?" geramnya, memandang berkeliling pada manusia-manusia Valkyrie identik itu.

Satu demi satu mereka meleburkan diri, sampai hanya ada dua yang tersisa, seorang yang memegangi Rose dan satu orang lagi yang menahan tubuhku di tanah.
"Dia pencuri" salah seorang berkata, sambil mengguncangkan tubuh adikku. Hebatnya, adikku sama sekali tidak menjerit.
Petugas itu mengenalinya, wajah kerasnya berkedut menjadi kernyitan dahi dalam sepersekian detik. "Kau tahu peraturannya, Nak"

Rose merendahkan kepalanya " Aku tahu aturannya"
Aku berjuang sekuat mungkin, berusaha menghentikan apa yang akan terjadi berikutnya. Kaca-kaca berhamburan saat layar di dekat sana pecah dan berpijaran, dirusak oleh massa. Peristiwa itu sama sekali tak berpengaruh menghentikan petugas saat dia menarik adikku, mendorongnya ke tanah.

Suaraku sendiri menjerit, bergabung dengan kegaduhan aksi yang terjadi. "Akulah pelakunya! Itu adalah ideku! Kumohon Hukum aku! Hukum saja aku jangan adikku!" Namun, mereka tak mendengar. Mereka tidak peduli.
Aku hanya bisa menyaksikan saat petugas membaringkan adikku di sisiku.
"Kumohon hukum saja aku ,dia tidak bersalah!" Aku terus meronta dan meminta pengampunan dan mereka tetap tidak peduli.

Mata Rose menatapku saat petugas menghantamkan popor senapannya ke bawah, mematahkan tulang-tulang di tangan jahitannya

"TIDAK, ADIKKU!!" []

THE QUEEN OF SWORDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang