Kini, Zea sedang kumpul bersama keluarganya. Sedangkan Gea sedang liburan ke pantai bersama paman dan bibinya yang tadi pagi berkunjung.
Di minggu pagi ini, keluarga Zea memanfaatkan waktu untuk berkumpul diruang keluarga.
Fajar dan Beni-- ayah Zea sedang bermain ps, sedangkan Adam hanya menyaksikan. Dan Zea beserta ibunya-- Leni menikmati bolu ketan hitam yang baru saja matang.
"Bolu ketan buatan Bunda emang best!" seru Zea takjub sambil terus mengunyah bolu ketan.
"Eh, udah mateng? Kok gak bilang-bilang sama Ayah?" decak Beni tak terima lalu meletakkan ps nya begitu saja dan langsung mencomot kue bolu buatan sang istri tercintah pake H.
"Bunda gak buat bolu pisang?" tanya Adam yang memang lebih menyukai bolu pisang dibanding bolu ketan.
"Syukuri apa yang adaa~~" celetuk Fajar lalu ikut mencomot kue bolu.
"Engga, Bang. Pisangnya udah abis, Bunda lupa beli," ucap Leni lalu mengusap rambut anaknya.
"Yaudah gak papa."
"Bun, kok bikinnya dikit sih? Gak cukup inii," protes Fajar.
"Syukuri apa yang ada~" balas Adam dan Zea bersamaan membuat gelak tawa langsung terdengar.
"Sialan!" umpat Fajar kesal.
"Adek!" tegur Leni.
"Iihh Bundaaa, Fajar gak suka dipanggil gitu!" protes Fajar. Menurutnya, panggilan adek sangat menggelikan.
"Yaudah, Bunda panggil Dede aja ya? Biar kaya Dede Lesti!" ucap Leni antusias kala menyebut idolanya.
Fajar bergidik ngeri. "Nggak-nggak! Udah Bun, Fajar aja, gak usah pake embel-embel deh."
Leni memberenggut kesal. "Bunda gak mau bikin bolu ketan lagi!"
Fajar gelagapan kala mendapat pelototan dari Beni dan Zea. "Eh, iya-iya. Terserah deh, Bunda mau panggil Fajar apa hehe!" ucapnya dengan sedikit terpaksa.
"Oke De!" ucap sang Bunda senang.
Zea tertawa geli melihat wajah pasrah Fajar. Lalu telinganya mendengar bunyi panggilan masuk dari Hp nya yang terletak di dapur, tak jauh dari ruang tamu.
"Zea ambil Hp dulu yaa," ucapnya lalu segera beranjak.
Zea mengerutkan dahinya bingung saat melihat yang menelfonnya adalah nomor tak dikenal.
Dengan ragu, Zea mengangkatnya sambil terus berjalan.
"Halo."
Tak ada sahutan. "Halo?"
Zea berdecak saat masih tidak ada sahutan. Akibat tak belihat jalan, Zea yang hendak berbelok malah pipinya terkena pintu kayu. Zea berbelok terlalu cepat hingga saat kena kayu, bunyinya lumayan keras.
"AKHH!" teriak Zea sakit. Rasanya seperti ditonjok oleh benda mati.
Seseorang dibalik telfon tampak terkejut. "Ze, lo kenapa? Ini gue, El," sahutnya dengan nada panik.
Zea segera mematikan sambungannya lalu terduduk memegangi pipinya yang terasa ngilu.
"Zea! Ya ampun, kamu kenapa, nak?!" tanya Leni panik diikuti oleh suami dan kedua anak laki-lakinya.
"Bunda, sakiittttt!" rengek Zea lalu menangis.
"Pipi kamu lebam ini. Ditabok sama siapa?! Ada maling kah?" tanya Beni khawatir melihat pipi Zea berwarna ke ungu-unguan.
"Kena pintu, HUAAAAA," tangisan Zea semakin keras saat merasa pipinya kini bukan hanya ngilu, tapi sakit.
"Pintu kurang ajar!" sentak Beni sambil meninju pintu kayu itu, tak lama ia meringis kesakitan.
"Obatin dulu, ayo," Adam perlahan menarik Zea untuk berdiri dan mendudukkan di sofa.
Leni segera mengambil batu es dan dibalut dengan kain untuk mengompres luka Zea, sedangkan Beni menuju kotak P3K untuk mengambil salep.
"Ini Bang!" ucap Leni menyerahkan kompresan pada Adam.
Sedangkan Fajar memandang Zea antara kasihan dan pengen ngakak. Ia yang sudah biasa berkelahi menganggap remeh Zea.
"Cengeng banget sih, Kak," ucapnya dan langsung dipelototi oleh semua anggota keluarganya.
Terutama Zea, ia memandang Fajar dengan tatapan penuh permusuhan. Zea di sekolah memang terlihat jutek. Aslinya jika dirumah ia sangat manja, terutama kepada Adam, Beni, dan Leni, Zea juga agak cengeng jika sudah dirumah.
"Gue laporin sama Bunda ya!" ancam Zea dan berhasil membuat Fajar menciut.
Tidak ada yang tahu Fajar suka berkelahi kecuali Zea, Gea, dan Adam. Tentu saja jika Leni tahu ia akan memarahi Fajar habis-habisan, sedangkan Beni tidak akan terlalu marah. Paling hanya memberi sedikit nasihat.
Yang membuat Fajar takut memberitahu ayahnya karena Beni sangat tunduk pada Leni. Ketika ada rahasia dan Leni tidak mengetahuinya maka Leni akan mendiami Beni. Tentu saja Beni akan lebih memilih jalur aman dengan memberitahu rahasia apa yang ia ketahui.
"Laporin apa kak?" tanya Leni heran.
Mata Fajar sudah melotot seakan mengkode agar Zea tutup mulut. "Engga jadi, Bun. Becanda aja tadi," ucap Zea lalu terkekeh melihat Fajar yang kini menghela nafas lega.
"Udah selesai, tinggal nunggu sembuh. Salepnya nanti kamu oles rutin ya, sampe bekas memarnya ilang," perintah Adam lalu mengelus rambut Zea sayang.
Dengan manja, Zea memeluk Adam. "Sakit, kaya abis ditonjok!" lapornya.
Adam tersenyum manis. "Iya, Abang tau. Yang sabar, nanti juga sembuh," ucapnya lalu mengelus punggung Zea.
***
Zea datang ke sekolah dengan pipi yang sudah mendingan, tapi masih meninggalkan bekas lebam.
"Pipi lo masih sakit, Ze?" tanya Gea. Zea sudah menceritakan asal usul lebam di pipi Zea.
"Udah gak terlalu sakit sih," sahutnya lalu menyimpan tas di kursi dan mengeluarkan topi dari tasnya. Sebentar lagi, upacara akan dimulai.
"Ze, kemarin pas gue telpon, lo kaya teriak gitu. Lo kenapa?" tanya El menghampiri Zea yang sibuk mencari topi.
Dengan kesal, Zea menoleh ke arah El. Dan yang membuat El terkejut adalah lebam di pipi kanan Zea.
"Pipi lo kenapa?" tanya El hendak menyentuh pipi Zea.
Sebenarnya, ini tidak sepenuhnya salah El. Ini terjadi karna keteledoran Zea. Tapi tetap saja Zea kesal pada El, karena saat ditelpon El tam kunjung menyaut membuatnya kesal dan tak melihat jalan.
"Apaan sih?! Gak usah pegang-pegang!" sentak Zea.
El terdiam. Ia tidak tahu salahnya dimana sampai Zea bisa se sensi ini kepadanya. Walaupun biasanya juga jutek, tapi tidak separah kali ini.
"ZE, AYO DONG. THE NEXT UPIN IPIN UDAH TEREAK-TEREAK NOH!" teriak Gea dari ambang pintu sambil menyebut guru mereka yang berkepala plontos dengan sebutan 'The next upin ipin'.
"Iya bentar!" seru Zea setelah menemukan topinya. Lalu berjalan keluar kelas tanpa menghiraukan tatapan heran El.
👋👋👋
See you next part huys!
KAMU SEDANG MEMBACA
Zeana
Teen FictionPlayboy yang sering gonta-ganti cewek bertemu dengan gadis jutek yang sama sekali belum pernah merasakan rasanya pacaran. "Lo kenapa gak ngabarin gue pas udah sampe rumah?" "Emang harus?" "Iyalah! Lo gak tau gimana khawatirnya gue!" "Kalo tau paca...