3

7 3 4
                                    

Karena sudah tidak bisa menahan rasa sakit di perutnya, Zea pingsan saat sampai di UKS.

setelah membaringkan Zea di bankar UKS, El bingung harus melakukan apa.

"Udah gini ngapain?" tanya El sambil menggaruk tengkuknya.

"Dongo! Panggilin petugas PMR dong ganteng!" decak Gea lalu mencari obat maag di kotak P3K.

El melotot tak terima. "Siapa lo nyuruh-nyuruh gue! Lo aja yang panggil, biar gue yang nemenin dia," ucap El lalu duduk di kursi samping bankar Zea. El melirik wajah pucat Zea sekilas lalu mengambil Hp nya dan bermain game dengan santai.

Sambil menghentak-hentakkan kakinya, Gea keluar UKS untuk memanggil petugas UKS.

Bosan bermain game, El meletakkan Hp di di nakas lalu menghela nafas jengah.

"Lo kebo apa gimana sih?! Pingsan lama banget!" decak El kesal.

El salah fokus pada bulu mata Zea yang lumayan lentik dan hidungnya yang lumayan mancung. "Eh, kok baru nyadar ada dia di kelas," heran El.

Keasikan memandang wajah manis Zea saat tertidur membuat El tidak sadar bahwa Gea sudah kembali dengan dua petugas PMR yang salah satunya membawa teh hangat dan meletakkannya di nakas, dekat Hp El.

"Ini obatnya saya taruh disini ya Kak, nanti kalo kakak nya udah bangun suruh langsung suruh minum obatnya dulu baru buburnya di makan," jelas PMR lain yang membawa satu mangkuk bubur dan satu bungkus roti selai coklat.

"Itu aturan minumnya emang gitu? Minum obat dulu baru makan?" tanya El memastikan. Pasalnya ia pernah salah aturan dalam minum obat. Yang seharusnya makan dulu, jadi minum obat dulu.

"Iya, Kak," jawab PMR itu lalu pamit keluar.

"Eh, padahal gue masih mau nanya," gumam El yang tak sengaja di dengar Gea.

"Nanya apaan?"

El menatap Gea yang kini berada di sampingnya. "Kenapa tiap orang sakit yang dibawa ke UKS selalu dikasih teh hangat? Kenapa enggak susu atau kopi mungkin?"

"Mana saya tau, mungkin supaya perutnya anget?"

"Mana saya tau!" balas El.

Ganteng sih, tapi kadang nyebelin! Batin Gea mendengus.

Tak lama, Zea sadar dari pingsannya. El dan Gea segera melaksanakan printah PMR tadi.

"Gue kuat kok," cibir Gea meniru ucapan Zea saat di kelas.

Zea terkekeh pelan sambil memegangi perutnya yang masih sedikit nyeri setelah minum obat. "Musibah kan gak ada yang tau!"

"Aish! Udah lah, makan bubur lo sana. Gue kebelet berak anjir!" ucap Gea sambil memegangi pantat dan perutnya, lalu segera ngacir ke toilet.

"Pantesan mukanya mesem," ucap El.

Tampaknya, Zea baru menyadari ada makhluk lain di UKS selain dirinya dan Gea. "Lo siapa?"

"Seorang bidadara yang diturunkan dari langit," ucap El pede sambil tersenyum.

Zea bergidik jijik. "Apasih, garing banget. Ambilin bubur gue!" titah Zea karena jarak mangkuk buburnya lumayan jauh.

Dengan tidak ikhlas, El memberikan mangkuk yang berisi bubur itu kepada Zea. "Makan sendiri, gue males nyuapin!"

Zea mendelik, "Siapa juga yang minta disuapin! Yang sakit perut gue, bukan tangan gue!"

"Nah sadar diri!" El tersenyum puas lalu membuka aplikasi instagramnya dan membalas beberapa DM'an yang masuk.

Zea memakan buburnya dengan tenang. Tidak ada aksi suap-suapan seperti adegan yang sering Zea baca di novel.

Bel pulang berbunyi, El mematikan hp nya lalu menatap Zea yang baru selesai makan. El mengambil tisu yang berada di nakas lalu mendekat ke arah Zea.

Zea spontan mundur, matanya mengerjap pelan. Lalu El mengusap sudut bibir Zea menggunakan tisu ditangannya. Setelahnya, El tersenyum miring.

"Lo cantik, kalo mau jadi pacar gue," ucap El pelan.

Zea tersadar setelah mendengar suara El, lalu mendorong dada El untuk menjauh. "Ogah!"

***

Zea dan Gea tengah berjalan menuju rumah masing-masing. Mereka pulang menggunakan angkutan umum dan kini sudah turun dari angkot lalu berjalan di komplek perumahan mereka.

"Bentar Ze, tali sepatu gue lepas," Gea lantas berjongkok untuk membenarkan tali sepatunya. Zea yang sedang dalam mode mager ikut jongkok di samping Gea.

Mereka sepontan menoleh ke belakang saat mendengar deru motor. Seperti sudah menjadi kebiasaan saat ada suara motor di tempat yang jarang banyak lalu lalang, mereka pasti menoleh.

Dilihatnya seorang guru sewaktu mereka SD lewat menggunakan motor beat nya.

Zea dan Gea kompak tersenyum lalu menyapa guru itu ketika hendak melewatinya. "Pak," sapa mereka sambil tersenyum manis.

Bapak guru itu juga tersenyum lalu mengangguk. "Iya."

"Ngelonte?" lanjut bapak itu, mereka refleks mengangguk.

"Iya," jawab mereka, sedetik kemudian, saat motor itu sudah benar-benar melewati mereka, mereka tersadar.

"Eh?!" pekik mereka kaget.

"Anjir! Si bapak bilang ngelonte bukan sih?" tanya Gea syok.

"Gue juga dengernya gitu, babin!" ucap Zea sambil menatap jalan yang baru dilewati bapak guru tadi dengan tidak percaya.

"Ah, pasti si bapak bilang nyante, bukan ngelonte!" sambung Zea berusaha berfikir positif.

Pasalnya, guru yang baru saja lewat adalah guru yang terkenal dengan sifat humble nya dan gayanya yang masih seperti anak muda, padahal baru saja pensiun.

"Tapi gue dengernya ngelonte njir!" sahut Gea yang tampaknya masih kaget.

Saat sampai di pekarangan rumah, dimana rumah Zea dan Gea berhadap-hadapan, disamping rumah Zea terlihat motor pak guru tadi.

"Ze, itu motor si bapak ada disitu. Dia ngajar les anaknya tetangga kali ya?" tanya Gea yang lebih dulu melihat motor pak guru.

"Iya kali," sahut Zea acuh.

"Gue mau nunggu si bapak ah, mau gue tanya langsung! Penasaran anjir!" ucap Gea menggebu-gebu. Zea mengangguk setuju, selepas ganti pakaian, mereka duduk di teras Gea untuk menunggu pak guru selesai mengajar les.

Tak lama, pak guru keluar dengan diantar oleh pemilik rumah lalu segera menaiki motornya. Tak ingin membuang waktu, Zea dan Gea segera menghampirinya.

"Bapak maaf, tadi kita ketemu di jalan--"

"Bapak tadi bilang kita ngelonte?" ucap Gea to the point, memotong ucapan Zea.

👋👋👋

Jangan lupa Vote sama komennya ya bestieee!!

Tetap santuy di era gempuran pamer ayang, hwhw

ZeanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang