4 - Mengantar Nenek

9.7K 1.1K 24
                                    

Setelah azan zuhur berkumandang, jenazah yang sudah selesai dimandikan dan dipakaikan kain kafan pun langsung dibawa menuju masjid

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah azan zuhur berkumandang, jenazah yang sudah selesai dimandikan dan dipakaikan kain kafan pun langsung dibawa menuju masjid. Nenek sudah masuk ke dalam keranda, sebuah kain hijau dipasang menutupi keranda. Lengkap dengan hiasan rangkaian bunga melati dan berbagai jenis bunga lainnya.

Beberapa orang mengangkat keranda termasuk ayah salah satunya. Bersama-sama mereka berjalan meninggalkan masjid dan berjalan menuju pemakaman umum sambil terus membacakan kalimat tauhid. Beberapa orang ada yang naik motor, sedangkan mama bersama anak-anak telah lebih dulu berjalan menuju pemakaman saat jenazah disolatkan.

Langkah kaki beberapa orang pembawa keranda diikuti dengan para jemaah masjid mulai memasuki jalan kampung. Sandal mereka beradu dengan genangan-genangan air bekas hujan beberapa saat lalu. Pak Ustad memimpin di depan, tangan dan jari-jarinya tak henti-henti memainkan tasbih. Matanya fokus ke depan. Di sampingnya, salah seorang pengurus masjid membawa nisan.

Belum ada setengah perjalanan, para pembawa jenazah itu mulai kelelahan. Keranda yang mereka bawa begitu berat. Seakan ada lebih dari satu jenazah di dalam sana. Ayah juga merasakan hal yang sama. Bahu mereka terasa sakit menopang keranda yang beratnya tidak wajar itu. Tapi, meski begitu tidak satu pun dari mereka berani mengeluh. Tapi mimik wajah mereka tidak bisa disembunyikan.

“Oi, berat banget gak sih?” bisik salah satu pengangkat keranda yang buka suara.

“Stttt! Gak usah diomong, gak baik!”

Saat melewati sebuah rumah warga, kaca jendela memantulkan mereka yang tengah mengangkat keranda. Tanpa ada yang sadar, dari pantulan kaca itu terlihat sosok perempuan bergaun putih kotor dengan rambut berantakan tak terurus tengah duduk manis di atas keranda yang membawa jenazah nenek sehingga menambah berat keranda tersebut. Posisi wajahnya menghadap tepat ke arah Ayah.

Ketika melewati pertigaan pangkalan ojek, Pak Ustad menghentikan perjalanan beberapa saat. Alhasil semuanya diam dan berdiri mengikuti perintah. Pria tua berkacamata itu melihat sekitar.

“Pak, ada apa?” tanya salah satu warga.

“Tau nih, berat, Pak!” keluh salah satu pengangkat keranda.

“Kita lewat sana aja gimana? Lebih cepet sampe, hebat tenaga juga, kan?” Pak Ustad menunjuk ke sebuah jalan yang melewati pemukiman warga.

“Yaudah gimana aja deh, saya ikut aja!”
Mereka pun akhirnya mengambil jalan lain yang dirasa akan lebih cepat membawa mereka sampai ke pemakaman umum. Walau jalanan sedikit sempit karena bersebelahan dengan rumah warga di sisi kiri dan kanan jalan.

Semua orang yang mendengar kalimat tauhid itu langsung keluar dan melihat keranda itu melewati rumahnya. Bendera kuning yang dikibarkan jemaah memberi mereka petunjuk siapa yang telah tutup usia.

Wajah Pak Ustad berubah jadi bingung saat melihat sebuah kayu besar menghalangi jalan mereka. Ia kaget dan mempercepat langkahnya mendahului rombongan lainnya, mendatangi seorang laki-laki berusia tiga puluh tahun yang berdiri di pinggir jalan yang hanya memakai celana pendek. Wajah Pak Ustad sedikit cemas, laki-laki itu pun memasang wajah yang sama.

7 Malam Setelah Nenek Meninggal (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang