6 - Malam Pertama

9.1K 1K 44
                                    

Malam sunyi, suasana sepi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam sunyi, suasana sepi. Semua orang telah masuk ke rumahnya masing-masing meski jam masih menunjukkan pukul sepuluh malam. Butir-butir halus air masih jatuh dari angkasa yang penuh dengan awan pekat. Menutup cantiknya rembulan dan gemintang malam yang menghias di balik kegelapan.

Dalam kesunyian itu, terdengar suara mangkuk diketuk. Seseorang mengadu sendok dan wadah makan keramik itu sehingga suara nyaring tercipta. Ban gerobaknya melewati air-air yang menggenang di jalan. Pria bertopi itu berjalan mendorong gerobaknya sambil melihat sekitar. Berharap ada pelanggan yang datang.

Kakinya berhenti melangkah saat sampai di depan rumah Ayah sekeluarga. Ia menghentikan ketukan mangkuknya saat seseorang memanggil dari dalam gerbang rumah itu. Sosok wanita tua berjalan mendekat, membuka gerbang dan melontarkan senyum keriputnya pada pedagang itu. Si pedagang seolah sudah paham, Nenek ini sudah lama jadi langganannya.

“Nek? Kaya biasa ya, Nek?” tanya si pedagang sambil mengambil mangkuknya.

“Iya, Mas. Biasa aja,” jawab Nenek dengan nada datar.

“Siap!” ucap si pedagang. Ia membuka tutup panci besarnya. Asap tipis pun mengepul keluar, bau harum nan lezat dari bakso di dalamnya pun tercium. Begitu hangat dan cocok di tengah dinginnya malam.

Seperti yang sudah sering ia kerjakan, setelah mengelap mangkuk ia mulai meracik bumbu dan penyedap rasa. Tak lupa saus dan kecap. Tangannya mengambil sendok besar yang sejak tadi tergantung di dekat panci. Dengan gagang kayunya yang panjang, ia menyendok bakso-bakso itu dari dalam panci berikut dengan kuahnya. Membasahi bumbu yang sudah ia racik.

“Nih, Nek. Kalo kurang tambahin sendiri ya.” Sambil membawa semangkuk bakso yang ia buat, si pedagang membalikkan badan. Tapi Nenek sudah tidak ada di sana. Mata pedagang itu melihat sekitar, sesekali memperhatikan rumah di depannya itu. Ia lalu berinisiatif untuk mengantar baksonya ke dalam.

“Yah, pake digembok segala lagi.”

“Assalamualaikum!” ucap pedagang itu dari luar gerbang. Setelah beberapa kali berucap demikian, akhirnya terdengar seseoang membuka pintu depan. Mama keluar dan melihat ke arah si tukang bakso. Ia pun langsung berjalan berjalan mendekat ke gerbang.

“Iya, Mas?” sapa Mama.

“Ini Nenek tadi beli bakso, tapi orangnya udah masuk kayanya,” kata si pedagang.
Mendengar itu, Mama kaget setengah mati. Wajahnya berubah, ada sedikit rasa takut. Tapi dirinya belum bereaksi. Mama hanya mematung tepat di depan pedagang itu, ia gugup bukan main.

“Lho? Kenapa, Bu?” tanya pedagang tadi.
“Gak apa-apa. Sini saya bawa ke dalem dulu ya,” kata Mama yang kemudian menerima mangkuk bakso itu.

Mama berjalan masuk kembali ke dalam, si pedagang pun tenang dan bisa duduk santai sambil menunggu pelanggan lain yang mungkin akan datang. Sebuah teras kecil di depan gerbang rumah itu menjadi tempatnya duduk. Sebotol air mineral ia keluarkan dari dalam gerobak, ia menenggaknya sampai setengah.

7 Malam Setelah Nenek Meninggal (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang