Dua,

721 34 0
                                    

Hana yang baru pertama kali mendengar kata-kata itu dari seorang pria pun membelalakkan matanya, ia tak pernah bermimpi bahwa reno menyimpan perasaan padanya. Hana tau bahwa kakak tingkat nya ini adalah seorang yang ramah pada siapapun tanpa terkecuali.

Jadi tak perlu heran semisal hana tidak mengartikan seluruh perhatian reno sebagai sesuatu yang bisa dianggap spesial.

"Hah? Apa? Aku salah denger tadi kayaknya, live music nya terlalu nyaring." Hana mengernyit dan memajukan telinganya karena bingung dan ragu akan apa yang didengarnya.

"Kamu mau nggak jadi pacar aku." Ucap reno setengah teriak, semua orang yang tengah menikmati santapannya pun seketika menoleh kearah mereka.

Uhuk, uhuk, uhuk.

Tenggorokan hana tiba-tiba terasa gatal, ia batuk tanpa sebab. Ini semua terlalu tiba-tiba untuknya. Selama ini hubungannya dengan reno bukannya tak lebih dari adik dan kakak tingkat?

"Hm kak-, oh maaf, maksud ku reno. Jadi gini..." Hana berhati-hati takut ucapannya akan menyakiti perasaan reno dan hubungan antara keduanya jadi berantakan hanya karena ini.

"Ana, nggak usah dijawab sekarang. Aku tau kamu pasti butuh waktu buat mikir karena ngerasa ini terlalu mendadak. Dan apapun jawabannya nanti jangan segan ya? Aku bakal terus jadi reno yang begini, apapun jawabannya nggak masalah." Tangan reno meraih tangan hana untuk menenangkannya.

Reno juga tau situasi ini adalah pertama kalinya untuk hana, nanda telah menceritakan semua tentang hana sedetail mungkin. Nanda adalah teman terdekat hana sedari masa menengah pertama.

Saat setelah reno tau semua detail mengenai hana, ia merasa hana adalah perempuan unik yang jarang sekali bisa reno temukan, hana benar-benar berbeda.

"Hana jawab minggu depan ya kak? Ini beneran terlalu mendadak." Ucap hana dengan nada ragu.

Reno tersenyum, panggilan itu seakan tengah menjadi pemisah diantara keduanya. Andai saja reno bisa memutar waktu, pasti ia memilih untuk lahir lebih lambat hingga bisa berteman dengan hana tanpa ada panggilan pemisah itu.

"Iya, senyamannya hana aja." Reno tersenyum kecil demi mencairkan suasana antar keduanya.

...............

"Hana, makanan udah siap."

Panggilan bunda dari ruang makan seakan menyambar lamunanku di atas kasur, masih ku ingat jelas ucapan kak reno tadi sore. Ucapan itu jujur saja membuatku terus ber-pikir tanpa henti.

Beratus pertanyaan muncul di kepala ku, namun pertanyaan yang benar-benar paling menonjol di otakku untuk saat ini adalah,

Bagaimana bisa?

Bahkan untuk aku yang kolot akan cinta dan memiliki sifat tak perduli pada keadaan sekitar? Bagaimana bisa laki-laki yang namanya dikenali satu kampus seperti kak reno bisa menyukaiku?

'Ah masa bodo, bunda udah manggil.' Batinku dan segera turun menghampiri bunda.

Hening, suasana ruang makan saat ini sangat hening. Hanya ada suara dentingan sendok yang beberapa kali menyambar piring, aku tidak berhenti memikirkan puluhan pertanyaan yang melayang di kepalaku. "Hana." Panggil bunda yang sekali lagi membuyarkan lamunanku.

"Kenapa? Masakannya kurang enak?" Tanya bunda dengan nada lembut, mungkin ia mengkhawatirkan aku yang mengacak makanan tanpa menyendokkannya ke mulut.

Dengan cepat aku pun menggeleng, "Enggak kok bun, masakan bunda yang terbaik. Semua restoran pasti nyesel karna gak rekrut bunda jadi chef mereka." Jawabku di akhiri dengan tawa kami di ruang makan.

To Be Continue.

TRAUMATIC LOVE (PUBLISHED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang