Enam,

399 22 4
                                    

Tanganku gemetar, mobil berwarna mocca model retro dengan pelat  B 7070 SN tepat menghantam lelaki yang sedang kutunggu. Hatiku hancur melihat tubuh reno melayang tepat dihadapanku. Buku dan bunga yang di genggamnya terlempar kearahku dengan keadaan sudah tak berbentuk karena lumuran darah pada setiap sisinya.

Mobil itu langsung melaju dengan cepat dari tempat kejadian tanpa aku tau batang hidung sang pengemudi. Tak kusangka di dunia ini masih ada orang dengan hati sejahat iblis.

"RENO!!!"

"TOLONGG!!!! SIAPAPUN, TOLONG." Teriakku sambil memangku kepala reno yang berlumuran darah. "TOLONG!!!" Aku mengecek nadinya, tapi nadinya terasa sangat lemah saat ini.

Gerombolan orang mulai mendekati kami dan beberapa diantaranya terlihat sibuk membantu menelepon ambulan, aku menangis tanpa henti sambil terus mengecek kondisinya. Tak lama mata reno terbuka sedikit demi sedikit dan menatapku.

"A-n-a ja-wab-an." Kata nya sambil terbata, suaranya seperti orang yang benar-benar merasakan sakit di sekujur tubuhnya.

"Jangan ngomong dulu ren, ambulan sebentar lagi dateng. Tahan sebentar lagi, sebentar lagi aku janji." Jawab ku dengan tangisan yang masih belum berhenti.

"Ja-wab-an." Kata nya dengan nada yang mulai gemetar.

Aku terisak mendengar suaranya, seharusnya kejadian ini tidak akan terjadi jika aku tak meng-iyakan ajakannya untuk bertemu hari ini. Seharusnya aku tetap menjadi hana yang dulu, persetan dengan cinta.

"Maafin aku, maafin aku. Renoo..." Aku memeluknya erat, seolah ini adalah saat terakhir untukku memeluk nya.

Mata nya tertutup dengan sempurna, belum sempat aku menyatakan semuanya. Belum sempat aku memberikannya jawaban, hanya kata maaf yang bisa di dengarnya pada saat terakhir. Duniaku benar-benar akan hancur kali ini.

"RENO!!!" Teriakku histeris dan mengecek nadinya, aku melakukan CPR sebisaku.

"Nggak, bangun ren! Bangun!"

"Ren?! Bangun!!"

Ambulan datang, gerombolan orang di sekelilingku saling bergeser dan memberikan jalan untuk para petugas rumah sakit masuk lalu mengambil alih. Aku melaporkan seluruh kondisinya dan juga pertolongan pertama yang ku berikan pada reno.

Ambulan berangkat lalu tak lama mobil polisi pun tiba, lokasi diamankan dengan memasang garis polisi dilarang masuk bagi orang yang tidak berkepentingan. Aku diangkut masuk kedalam mobil polisi untuk diminta keterangan mengenai tempat perkara kejadian.

...............

Genap dua tahun lamanya aku ditinggal oleh laki-laki itu, setiap pekan selalu aku sempatkan datang ke tempat semayam terakhir nya. Aku bercerita tentang bagaimana hari-hariku berjalan, nilai yang aku dapatkan selama masa perkuliahan, dan aku juga terus meminta maaf sebanyak yang aku bisa. Dan di setiap akhir pertemuan, sebelum aku pulang selalu kuucapkan kata yang ingin ia dengar. Entah apakah di atas sana ia mendengarku mengatakannya, atau aku hanyalah gadis gila yang bicara pada batu nisan yang bertuliskan namanya.

"Reno, ana pulang dulu ya. Love you, as always." Ucapku mengecup tanganku dan menepuk pelan batu nisan yang bertuliskan reno adiguna.

Lelaki yang saat ini sedang berada tepat di sebelah makam memperhatikan hana beberapa bulan ini. "Pah, liat ngga cewek tadi? Romantis ya dia sama suaminya, semoga danu dapet jodoh kayak cewek itu ya pah? Papah ngobrol dong sama penghuni samping, istrinya diguna-guna pake apa sampai bisa setia begitu." Ucap laki-laki itu pada batu nisan ayahnya. Sebelum pergi ia mengingat perlakuan terakhir wanita itu pada batu nisan suaminya. Danu pun meniru wanita itu, ia mengecup tangan nya dan menepuk pelan batu nisan ayah nya dan tersenyum. "Danu pulang dulu pah."

"Ana, satu latte ya buat meja sepuluh"

"Oke ni."

"Ana habis ke meja sepuluh tolong jaga kasir dulu ya, aku mau ke gudang dulu ngecek barang."

"Siap."

Setelah semuanya selesai, ana berlari menggantikan ani di posisi kasir. Hari ini pengunjung kafe tidak terlalu banyak seperti biasanya jadi semuanya terasa lebih mudah. Hana mempersiapkan semuanya, mulai dari senyumnya sampai ke pakaian yang ia kenakan.

Pintu terbuka, bel yang terpasang di atas pintu bergerak. Pelanggan datang, hana memasang senyum lebarnya.

"Sore pak, mau pesan apa?" Tanya hana di akhiri dengan senyuman khasnya.

"Pagi mba-?" Pelanggan yang memesan menaikkan alisnya sebelah, dan menunda pesanannya seolah ada yang salah.

"Iya pak? Ada yang bisa saya bantu?" Ulang hana pada pelanggan itu.

"Name tag nya nggak ada ya mba?" Jawab lelaki di depan hana memperhatikan celemek hana.

"Oh iya pak, maaf. Mungkin masih ada di loker saya. Jadi mau pesan pak?"

"Americano satu, dan.. Oh, red velvet nya ya satu slice."

"Baik pak, nomor meja enam belas ya. Silakan ditunggu." Ucap hana sambil tersenyum.

Laki-laki itu berjalan menuju meja nya, namun perasaan laki-laki itu tak nyaman karena ingatan di kepalanya. Siapa wanita itu? Sepertinya wanita itu tak asing baginya.

To Be Continue.

TRAUMATIC LOVE (PUBLISHED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang