Empat,

508 29 2
                                    

Aku masuk keruang kelas tepat setengah jam sebelum kelas dimulai, kulihat nanda berada di bangku yang biasa kami tempati. Aku menghampirinya, kulihat ia sedang melamun kearah jendela di sampingnya. Nanda adalah temanku sejak kami di bangku SMP, bahkan beberapa orang terkadang salah mengira kita saudari kembar karna terlalu dekat.

"Nanda." Panggilku, ia terlihat masih asyik melamun tanpa menoleh ke arahku.

"Hm?"

"Kak reno nembak gue."

"Oh." Katanya singkat, "HAH? GIMANA?" Nanda berbalik dengan cepat menatapku, ia bertanya dengan nada yang menggema hingga satu ruang kelas.

"Sttt, jangan kenceng-kenceng dong." Jari telunjukku refleks terulur kearah bibir.

"TERUS? LO JAWAB APA?"

"Belum gue jawab. Gue minta waktu seminggu, kira-kira gue jawab apa ya nan?"

"An, lo tau kan hewan kungkang? Jangan sampe lo jadi titisan kungkang yang bodoh dan lambat ya. Nanti kalo kak reno udah gak suka baru deh nyesel, terus mewek, ceritanya ke gue. Aduh an, kalo ada jasa ganti telinga kayaknya gue bakal jadi langganan deh karna harus terus-terusan denger cerita lo." Nanda memutar bola matanya seolah sudah paham betul akan sikapku yang akan terjadi sebagai konsekuensi dari hal ini.

"Ini kenapa semua orang jadi bandingin gue sama hewan sih? Eh, t-tapi kemarin dia udah janji kok kalo apapun jawabannya ngga akan ngubah segalanya." Ucapku terbata namun berusaha meyakinkan nanda akan perkataan reno.

"Ana, lo tuh bodoh sama yang beginian. Mantan gue udah sepuluh, terus mantan gebetan gue tujuh, dan pacar gue yang ada... sebentar gue itung dulu," Ucap nanda yang terlihat menghitung jarinya satu persatu.

"Ah tiga, ok gue ulang. Mantan gue udah sepuluh, terus mantan gebetan gue tujuh dan pacar gue tuh sekarang ada tiga, an. Jadi gue udah fasih sama cowok yang tipe begini, mereka awalnya bakal bilang gitu. Tapi ujungnya tetep aja bulshit. Lagian juga apasih yang bikin lo bimbang sama kak reno, an?" Tanya nanda mengernyit, aku tau ia pasti merasa bingung sekaligus tak tahan akan sikap ku.

"Hm? Ya.. gue masih ragu nan. Dan juga  ini kan first time nya gue nan." Ucapku menekankan kata-kata itu kepada nanda.

"Ya justru first time makanya kak reno adalah sasaran yang bagus. Kurang apa coba? Ganteng? Ah, gausah diraguin lagi. Semua cewek yang baru diajak ngobrol sama kak reno aja udah kepedean. Tajir? Lo liat dong an mobilnya, atau jam tangan nya, atau bahkan pakaiannya deh. Mana ada sih mahasiswa yang pakai pakaian bagus dan merk terkenal kayak kak reno gitu buat sehari-hari? Mana ketua BEM juga, udah lah an. Ibaratnya kak reno itu tuh lauk pauk di rumah makan padang, lengkap."

Semua yang dikatakan nanda memang benar, aku pun tak bisa membantahnya.  Reno memenuhi kriteria sebagai laki-laki impian seluruh gadis di muka bumi. Tapi entah, rasanya aku belum terlalu yakin akan perasaan ku. Apakah aku sudah benar-benar jatuh cinta dengannya atau aku hanya menyukai sifat baiknya sebagai kakak tingkatku?

"Sttttt bu diana dateng." Ucap salah satu mahasiswa di kelas kami.

Aku melamun di sepanjang kelas bu diana, apa jawaban yang akan aku berikan pada lelaki itu? "Hana."

Kepalaku tertunduk diatas meja, menutupi seluruh wajah ku dengan tangan sebagai tumpuannya. Lama-lama aku mulai nyaman dan tanpa sadar mataku terpejam sempurna.

"Hana." Bahkan dalam mimpi pun kudengar suara seseorang memanggil diriku, ah kenapa aku jadi terlalu memikirkannya begini.

"HANA." Panggilan  itu semakin nyaring meneriakkan nama ku, aku langsung terbangun dari tidurku menyadari suara itu benar-benar nyata.

"Ah iya bu?" Aku langsung berdiri di tempatku, nanda menutup matanya dan gerakan bibirnya seolah sedang menanyakan apa yang telah ku lakukan.

"Buka buku kamu halaman sepuluh dan buat resumenya sampai halaman 300. Kumpulkan besok di meja ibu jam delapan pagi! Baik, kelas ibu tutup. Terimakasih." Ucap bu diana lalu pergi meninggalkan kelas.

Hancur sudah, baru beberapa bulan aku kuliah namun satu dosen sudah kecewa padaku. Ini kesan awal yang buruk, bukan begitu? Aku tak tahan memikirkan apa jadinya kuliahku dalam satu atau dua tahun kedepan?

"Kantin?" Tanya nanda sambil tersenyum seolah mencoba menghilangkan segala ke khawatiranku.

Aku pun membalas senyumannya dan tertawa, "Yuk."

Tepat jam sepuluh kami sampai di kantin, antrian yang mengular memang kerap kali terjadi pada jam ini. Seluruh mahasiswa yang tidak sempat sarapan maupun yang sudah sarapan pun berkumpul ditempat ini, baik untuk mengisi perut mereka ataupun sekedar mengumpul untuk bincang santai dengan teman mereka.

Aku dan nanda menghampiri salah satu kedai ayam bakar, untungnya ibu kantin pemilik kedai ini adalah bibi nanda. Jadi, setiap melihat nanda dan aku, pasti bibi sudah hafal dengan pesanan kami dan tak jarang juga kami mendapat potongan harga. Nanda memang penyelamat ku dalam situasi apapun, baik hidup maupun dompetku.

To Be Continue.

TRAUMATIC LOVE (PUBLISHED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang