Tiga,

573 32 2
                                    

Aku menatap bunda yang saat ini berada di sisi sebelah kanan ku. Entah mengapa wajah bunda selalu berseri setiap hari, padahal aku tau betapa banyaknya pekerjaan yang harus ia kerjakan sebagai orangtua tunggal.

Aku adalah anak semata wayang dari ayah ku, hendra lesmana dan juga rita keswari sebagai bundaku.

Bagian paling lucu dalam hidupku adalah, jika biasanya anak perempuan tunggal akan menjadi seorang puteri bak di negeri dongeng bagi sang ayah namun tidak di kehidupanku. Aku tidak bisa menikmati itu semua karena tidak memiliki sosok ayah yang menemani masa kecilku.

Menurut cerita bunda, ayah pergi menghadap sang Illahi karena penyakit yang aku bahkan tak tau persisnya. Bunda tidak pernah menceritakannya dengan detail padaku karena setiap ia bercerita, pasti air matanya tiba-tiba turun meskipun masih di awalan cerita.

Ayah meninggalkanku tepat pada saat aku menginjak usia dua tahun. Aku bahkan tak bisa mengingat wajah ayahku dalam wujud aslinya, yang bisa aku lakukan hanyalah melihat foto usang ayah dalam album yang bunda simpan rapi di lemari kaca yang bertempat di sudut ruang keluarga rumah kami.

"Bunda."

"Hm?" Tanya nya menoleh ke arahku.

"Bunda dulu bisa suka ayah tuh gimana sih awalnya?" Jantungku berdebar, aku menatap lekat mata bunda seolah bersiap menyudahi percakapan kami semisal air matanya akan tumpah.

"Hm, awal suka ayah? Ayah dulu kakak kelas bunda waktu SMA. Dulu, bunda jadi primadona di sekolah." Ucap bunda sambil tersipu malu, bisa kulihat pipinya berubah menjadi merona dalam sekejap.

Bunda mengambil nafasnya dalam-dalam dan mulai melanjutkan ceritanya. "Tapi, jadi primadona bukan hal yang bisa bikin hari-hari bunda indah. Dulu bunda sering digosipin hal yang bahkan bunda sendiri nggak lakuin, gosip menyebar bahkan ke sekolah-sekolah lain." Bunda menghentikan kalimatnya, ia terlihat mengambil nafasnya dalam-dalam untuk akhirnya melanjutkan ceritanya kembali. "Gosip itu juga sampai ke telinga ayah dan temannya, bahkan ada beberapa kakak kelas yang bully bunda karna pacar mereka suka sama bunda. Ketika itu ayah dateng, bunda tau ayah dari ketika awal masuk. Ayah dulu terkenal yang paling ganteng diantara temen nya." Katanya sambil tersenyum, tak ada rona sedih pada matanya saat ini. Syukurlah, kurasa bunda mulai bisa melupakan ketakutannya.

"Ayah dan teman nya dulu jadi kelompok yang mendominasi sekolah, disitu ayah ngebela bunda. Yah kurang lebih gitu." Lega rasanya melihat bunda yang bercerita tanpa meneteskan air mata, bunda bercerita dengan rona di pipinya.

Ah, andai aku bisa melihat ayah dan bisa mengenal sosoknya lebih lama. "Kenapa an? Oh, atau jangan-jangan anak bunda udah mulai jatuh cinta yaaaa?" Tanya bunda mulai menggodaku.

"Enggak ih, apaansih bun. Itu loh, tadi sore nanda cerita... Katanya, ada kakak tingkat yang nyatain perasaannya ke dia. Tapi nanda tuh udah nyaman gitu sama status mereka yang kakak dan adik tingkat. Gimana ya bun?"

"Oh gitu, nama kakak tingkatnya reno?" Tanya bunda sambil tersenyum kecil.

"Iya ren-," aku pun tersadar akan pertanyaan bunda, sial apakah aku membuat semuanya menjadi terlalu jelas? "Kok bunda bisa tau?"

"Kamu denger suara kodok itu gak?" Tanya bunda tiba-tiba.

"Denger."

"Katanya, kodok jantan ngeluarin suara itu buat bikin si betina terpukau sama suaranya si jantan. Baru deh akhirnya si betina mau sama si jantan. Bikin suara senyaring ini juga gak mudah an, mereka perlu energi yang banyak biar bisa ngalahin satu-sama lain dan berlomba jadi yang paling menarik dimata si betina."

"Maksud bunda?" Tanyaku karna tak paham korelasi antara suara kodok dengan diriku.

"Kakak tingkat kamu... Pasti udah bikin dirinya terlihat beda dari yang lain sebelum nyatain cintanya ke kamu. Tapi emang kamu nya yang nggak peka sama perasaan dia, kamu kalo jadi kodok kayaknya bakal jadi kodok betina yang tuli. Bunda soalnya sering denger kalian lagi ceritain reno itu."

"Ih bunda nguping aku sama nanda ya?"

"Hey anak bunda yang paling cantik, bahkan burung yang ada di pohon depan rumah aja kalo bisa marah bakal marah, karna siulannya jadi nggak kedengeran ketika kalian lagi bicarain reno reno itu."

"Reno adiguna namanya bun, bukan reno reno itu." Terangku pada bunda.

"Ah iya reno adiguna yang tampan? Hahaha, coba deh nak... Belajar buat peka sama keadaan sekitar. Atau mau coba ajak reno main kesini biar bunda yang pacaran aja sama reno? Bunda kan single juga sama kayak ana." Bunda terkekeh geli dengan omongannya sendiri.

"Ih apaansi bunda? Genit banget. Udah ah ana mau tidur, bye bunda selamat tidur." Kecupanku mendarat di pipi bunda dan langsung lari menaiki tangga kearah kamar.

To Be Continue.

TRAUMATIC LOVE (PUBLISHED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang