Winwin - atlet

659 21 0
                                    






"Apa berlari bisa membuat mu lebih tenang? Sicheng?" Aku melipat tangan ku didepan dada

Sicheng berhenti lalu menatap aku dengan nafas yang tersengal "kamu selalu seperti ini jika masalah datang padamu" dia mengambil sekaleng soda yang aku ulurkan kepadanya, ia duduk disamping tubuhku.

Aku menatap wajah imut yang tidak setara dengan tubuh kekarnya, kulit putih bersihnya yang seperti bayi, rambutnya yang jatuh berwarna hitam, tinggi tubuhnya yang semampai.

"Ini ke125 kali kamu ketangkapan menatap aku seperti itu dari tiga tahun aku jadi atlet mu" aku mengangkat kedua alisku lalu tersenyum setelah mengerti apa yang sicheng katakan padaku.

"Ke 150 tepatnya" sicheng langsung menengok kearah ku dengan keheranan.

"Kamu menghitungnya?"

"Kenapa tidak? source of my money" aku tersenyum, mengambil tas ku lalu berdiri hendak berjalan keluar arena lari itu. "Siang tadi aku bertemu ibumu, dia bilang kamu tidak pulang, ibumu memohon padaku agar aku membantu dia membujuk mu pulang. Kamu bukan anak kecil lagi. Sicheng, masalah ada untuk dihadapi bukan dihindari" aku pergi dari sana dan pulang kerumah.

Sebenarnya aku tidak punya rumah untuk pulang, ada namun bagi ku itu neraka "arggh! Yn apa yang kamu lakukan? Menasihati seseorang padahal diri sendiri selalu menghindari masalah!? Bodoh!" Aku menghempaskan tubuhku kesofa yang ada diruang kerja ku.

Aku menatap ponselku, ribuan kali bibi ku menelfon, pasti cemas karena aku tidak pulang selama dua hari.

Hingga, kini aku berdiri didepan rumah besar, aku berjalan melewati marmer yang dibawahnya ada kolam ikan, aku menatap pantulan diriku diair itu, lalu berjalan kembali hingga pintu rumah utama terbuka.

Ada pelayan yang menyambutku "papa dan mama sudah pulang?" Tanya ku pada ketua pelayan dirumah utama, dia mengangguk dan aku berjalan terus menuju lorong yang menghubungkan antara bagian ruang tidur.

Tapi saat melewati taman aku menatap rumah kedua, lampu belum mati dirumah itu, apa nenek masih bangun?, aku juga tidak tahu jika tidak memeriksanya.

Aku melewati jalan aspal setapak, suara aspal dan high heels ku bertabrakan nyaring ditengah kesunyian pohon pohon tinggi, dengan cahaya redup dari lampu taman.

"Nenek" wanita paruh baya itu menengok memberhentikan aktifitas menyulamnya juga kursi goyangnya.

"Yn..akhirnya kamu pulang" aku memeluk tubuh nenekku dengan erat "nenek rindu" aku tersenyum, nenek mencium tanganku dengan banyak.

"Yn juga" aku tersenyum duduk dibawah diambal tebal, menumpukan tangan ku diatas paha nenekku "kenapa nenek belum tidur, ini sudah sangat malam?" Ujarku menaruh daguku diatas tumpuan tangan ku

Nenek tersenyum "selama dua hari kamu pergi, nenek tidak bisa tidur cepat, nenek selalu memikirkan apa kamu tidur dengan baik?, makan dengan baik atau tidak?, kamu suka mengeluh jika terjadi sesuatu yang diluar ekpetasi mu." Aku tersenyum nenek memang tau detail tentang diriku.

"Maafkan yn nek" nenek tersenyum dan aku juga tersenyum "andai yang mengkhawatirkan yn adalah papa dan mama pasti yn akan sangat senang" senyum ku luntur, ini kehidupan ku, bergelimang harta dan tahta namun tidak kasih sayang.

Mama dan papa sangat ingin mendapatkan anak pertama adalah laki laki tapi yang kekur adalah aku, perempuan, semacam di tidak diinginkan itu bahasa kasarnya.

Adikku laki laki, dia bersekolah dicolumbia mungkin dia yang akan mengambil alih posisi papaku, entahlah dia lah anak kesayangan. Tidak apa apa, aku masih punya nenek untuk aku sayangi. Sama seperti apapun yang aku lakukan, sesukses apapun aku, sejauh apapun aku pergi mereka papa dan mama ku tidak pernah memberikan aku pelukan atau kasih sayang mereka hanya mengatakan selamat dengan senyuman simpul. Menyakitkan? Iya, memang tapi aku sudah terbiasa.

NCT ONESHOOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang