-local ver-
Mata kami kembali bertemu setelah lima tahun terpisah, kota riyadh menjadi saksinya, ditengah hiruk pikuknya kota orang yang lalu lalang. Bagaimana bisa lelaki itu datang kekota ini?
Mau apa?
Dan kenapa bisa sampai bertemu aku?
Dengan langkah tergesah gesah aku pergi dari sana, berjalan cepat menuju rumah yang disewa disana, "bunda.." aku tersenyum lelah juga berlari.
"Iya khalid.." jawabku pelan, lalu menatap jam yang terpajang didinding.
"Tadi kakek telfon..mencari bunda" aku mengangguk mengelus rambut anak laki laki berusia empat tahun ini, sungguh berat menjadi aku, berdiri seorang diri dengan buntut satu, diasingkan dari negara kelahiran karena hamil diluar perkawinan, dan menjadi barista dan pekerja paruh waktu yang hampir tidak mempunyai waktu untuk anak.
Khalid, anakku dan lelaki yang meniduriku lima tahun yang lalu, saat berada di Thailand, lebih tepatnya kakaknya temanku.
"Kakek bilang..ayah ada disini" aku menatap khalid dengan tatapan yang amat sangat sendu, ternyata ayahku bahkan sudah tahu bahwa ten ada diarab.
Bagaimana ini? Mau kemana lagi aku? Haruskah aku kembali pindah seperti dua tahun yang lalu?
Saat itu aku tinggal dikota Malaysia dan ten tau aku disana dan aku hampir saja tertangkap, lalu aku pindah warga negara kearab, dimana selama tiga tahun ini hidupku dan khalid damai.
Bukannya apa, kami tidak seiman dan kami berbeda negara. Aku dan ten adalah kedua manusia yang tidak seharusnya bertemu dan makukan hal buruk seperti itu.
"Benar kah? Bunda tidak tahu" ujarku tersenyum manis, setelahnya ku buka kain viscose yang menutupi rambutku, juga ku ganti bajuku menjadi lebih nyaman namun tidak membuarkan kain yang ada dikepalaku ini terlepas, aku hanya menggantinya dengan yang lebih nyaman.
Perlahan aku berjalan menuju dapur disana aku menyiapkan susu untuk khalid "ayo tidur sayang" ujar ku mengusap kepalanya, saat ingin menuntun khalid masuk kedalam kamar pintu rumah tiba tiba berbunyi.
"Siapa yang bertamu bunda?"
Aku mematung, "jangan kesini nak" aku berbicara tanpa melihat khalid yang ternyata sudah muncul dari balik kakiku, ten dia berdiri didepan pintu rumah kami.
Khalid tersenyum "ayah?"
Mata ten menatap mata khalid, aku masih terperangah melihat ten ada dihadpan ku yang tanpa sadar ingin meraih tangan khalid yang mengulur "tidak! Khalid! Masuk!" Aku berujar tegas menuyuruh khalid masuk tapi tetap saja Khalid masih memandang wajah ten.
Jelas dia mengenal ten, wajah ayahnya itu selalu terpampang jelas dilayar televisi korea, aku tidak menjelaskan secara rinci tentang ten tapi ayahku bahkan memberi tahu khalid dimana ayahnya berada.
Ayah setuju aku bersama ten tapi ibu tidak. Karena ayah dan ibu ku adalah orang yang berbeda keyakinan juga.
Ten duduk disalah satu kursi diruang tengah, aku membuatkannya minum dan khalid ada dipangkuan ten.
"Ayah juga nak rindu pada khalid" ayahku bahkan bersekongkol dengan ten dan memberi tahu segalanya tentang aku dan khalid, pandangan pertama yang aku lihat setelah kembali dari dapur adalah kedua orang sedarah itu sedang berpelukan seperti melepas rindu, khalid dengan nyaman tertidur dipangkuan ten. Saat kami masih diam tidak bersuara.
"Dimana kamarnya?" Aku menunjukkan salah satu kamar lalu ten masuk kesana dan menaruh khalid disana diatas ranjangku.
Setelahnya kami duduk diam tanpa bersuara lagi, ten memandangi isi rumah ku dan aku menunduk menatap lantai "kenapa terus lari?" Tanya nya tiba tiba