BURU BURU NIKAH (1)

Bab 25. Penyusup (2)

Itu adalah sifat yang unik, terutama di antara manusia. Dan ketika marah, itu bisa menimbulkan ketakutan yang mendalam, naluriah seperti mangsa ketika berhadapan dengan binatang buas yang mengaum, ketika Anda melakukan kontak mata.

Segera pikirannya kembali ke Blain, dan dia bertanya-tanya apakah dia akan memberi tahu Cerdina apa yang terjadi hari ini. Pikiran itu sangat mengganggunya.

Saya tidak berpikir dia akan memberi tahu Cerdina, tetapi bagaimana jika dia melakukannya? Dia resah, Apakah dia akan membiarkannya begitu saja? Dia khawatir terus menerus. Cerdina tidak seperti Blain. Dia tidak akan membiarkannya begitu saja seperti yang dilakukan Blain. Aku harus mencari cara untuk keluar dari ini. Dia berpikir pada dirinya sendiri sebelum rasa sakit yang tajam mengalir di kepalanya.

Rasa sakitnya tak tertahankan, dan dia dengan cepat menenggak minumannya dan berdiri dengan meringis.

"Tolong batalkan jadwal saya untuk hari ini," katanya kepada Countess, "Saya akan berada di kamar saya, membaca laporan," katanya, dan Countess mendekatinya dengan tatapan khawatir.

"Putri-"

"Tidak apa-apa," sela Leah, dan memberinya senyum lembut, "Aku baik-baik saja." dia meyakinkan, "Sungguh, ini hanya diet ketat yang saya lakukan, saya hanya perlu istirahat."

Tapi Melissa meragukan kata-katanya. Dia tahu ada lebih dari itu—Leah benar-benar tidak sehat. Tetapi dia juga tahu bahwa Leah tidak akan membiarkannya membantu, dan dengan enggan, dia mengangguk singkat sebelum meninggalkannya sendirian untuk memberinya istirahat yang dia butuhkan.

Ketika Countess pergi, Leah juga menginstruksikan para pelayan yang masih berada di kamarnya untuk meninggalkannya, melarang mereka masuk lebih jauh sampai besok pagi. Begitu dia sendirian, dia mengenakan gaun tidurnya, sebelum segera ambruk di kursi terdekat.

Dia tidak berpikir dia memiliki cukup kekuatan untuk makan malam malam ini. Selain itu, dia perlu mengurangi makannya untuk mengantisipasi konferensi yang akan datang. Mungkin untuk makan malam, dia hanya akan meminta dua potong apel, karena dia ingin beristirahat sesegera mungkin. Dia benar-benar ingin sendiri untuk saat ini.

Sambil menghela nafas, dia menoleh ke jendelanya, tidak menatap apa pun secara khusus. Dia menyaksikan langit berubah merah saat matahari terbenam, dan bertengger di kursinya, dia menyaksikan siang hari berakhir dan kegelapan turun.

Buku-buku jarinya mengepal di tepi sandaran tangannya, menyaksikan bulan menerangi langit malam. Jari-jarinya berkedut, saat keinginan untuk membuka jendela semakin kuat…

Dan seiring dengan itu, dorongan untuk melompat.

Ini adalah sensasi yang cepat berlalu, yang sudah biasa dia rasakan dari waktu ke waktu. Tapi dia tidak pernah punya nyali untuk menjalaninya, hanya melewati fantasi setiap kali pikiran itu terlintas di benaknya. Tapi sekarang…

Sedikit lagi, pikirnya. Hanya sedikit lebih banyak waktu.

Dia menghitung mundur hari-hari di kepalanya; perjanjian damai, dan ketika Kurkan pergi. Setelah itu, baru bisa berakhir. Semua ini akan berakhir. Begitu dia membawa keluarga kerajaan Estia ke kehancuran dan rasa malu, maka dia akan bisa benar-benar beristirahat.

Matanya terpejam, membayangkan rasa sakit dan penderitaan yang akan dia lihat di wajah mereka ...

Membayangkan bagaimana angin akan menerpa tubuhnya ketika dia akhirnya melompat.

Ketukan ringan bergema di kamarnya yang sunyi, dan mata Leah terbuka, kerutan merusak ekspresinya. Tidak ada.

Dia pikir itu adalah tipuan pikiran, tetapi kemudian itu terjadi lagi, dan kemudian lagi.

Tiga kali, pikirnya. Kedengarannya seperti itu datang dari jendela.

Maka dia berdiri, dan mendekat ke jendela dengan langkah hati-hati. Tangannya menutup kunci itu, jari-jarinya membukanya sebelum dia dengan ringan mendorong kaca jendela terbuka, dan terkesiap kaget.

Dia mengangkat tangan ke mulutnya untuk mencegahnya memberi tahu orang lain.

"Bagaimana?!" dia tersentak kaget padanya, tapi itu keluar sebagai gagap. Di sisi lain, orang di luar, yang bertengger di atas dahan pohon, hanya menatapnya dengan tenang, bermain dengan kerikil di tangannya, melemparkannya ke udara dan menangkapnya dengan tangan yang sama, seolah-olah dia hanya melakukan lelucon sederhana.

Tapi Leah agak terkejut. Larut malam ini, keamanan istana kerajaan tidak ada duanya, dan cukup sulit untuk dilewati. Jika mereka ketahuan, ini pasti akan membuat mereka dalam masalah, dan Blain tidak akan memaafkan seperti dia di taman hari ini.

Begitu tenggelam dalam pikirannya yang suram, dan bingung apa yang harus dilakukan, dia tidak menyadari Ishakan sudah pindah, melompat dari cabang dan masuk ke kamarnya tanpa izin.

Berbeda dengan tubuhnya yang lebar, dia bergerak ringan dan cepat di atas kakinya, mendarat dengan anggun di balkonnya. Napasnya tercekat di tenggorokan saat dia melihat pria itu melompat dari dahan.

"Kamu pikir kamu di mana?!" dia mendesis pelan, saat dia menegakkan tubuh.

"Di kamarmu," katanya tanpa basa-basi. Dia pikir aneh bagaimana dia harus bertanya, ketika dia tahu persis di mana dia berada.

Mengabaikan protesnya yang semakin besar, dia berjalan ke kamarnya, melihat sekeliling tanpa rasa malu. Leah mengitarinya, tetapi dia hanya mengabaikan peringatan dan keluhannya.

Setelah dia selesai berkeliling kamarnya, dia akhirnya mengalihkan perhatiannya ke Leah, kepada siapa dia tersenyum lembut.

“Gaun tidur yang lucu.” dia mengatakan kepadanya, "Apakah itu yang kamu tiduri?" Dia bertanya

Melupakan dia mengenakan gaun tidur, Leah meraih selimut terdekat dan menutupi dirinya dengan itu.

"Apa yang kamu lakukan di sini!?" dia mendesis dalam bisikan ke arahnya. Dia sangat terkejut dengan kehadirannya, dia tidak bisa memikirkan hal lain untuk dikatakan. Itu seperti pikirannya berkecamuk di benaknya, saat dia merasakan darah mengalir deras ke wajahnya karena malu.

"Aku ingin tahu sesuatu, jadi inilah aku." dia menjawab dengan lesu, dan dia mengerutkan kening dan bergerak untuk membiarkannya pergi. Dia juga berpikir sejenak untuk meminta kehadirannya dan untuk secara resmi melamar sebagai salah satu pelayan untuk perjamuan besok, tetapi dia terputus ketika Ishakan melanjutkan dan menatapnya dengan serius …

“Kenapa kamu tidak meminta bantuanku?”

*****

Tolong bantu Vote nya ya Kaka 🥰