BURU BURU NIKAH (1)

Bab 32. Suap (1)

Untungnya, insiden tadi malam sebagian besar tidak diperhatikan. Leah bangun pagi itu, merasa cukup segar setelah pengalaman mendebarkan keluar sekali lagi.

Persiapan untuk konferensi hari ini telah dimulai sejak pagi. Para pelayan bergegas untuk memastikan semuanya dan apa pun akan berjalan dengan lancar. Leah hanya makan sepotong kue untuk sarapan, dilapisi madu, dan roti yang dicelupkan ke dalam anggur.

Orang lain mungkin menganggapnya sebagai makanan yang sangat sedikit, tetapi bagi Leah itu lebih dari cukup. Dia bahkan sengaja makan lebih banyak dari yang dia akan untuk mencegah kecelakaan seperti pingsan karena kekurangan energi dari berbaris yang akan terjadi hari ini.

Begitu dia selesai mengenakan pakaian dalamnya, para pelayan segera bersiap untuk menyiapkan sisa pakaiannya untuk upacara. Mereka mengikutinya dengan patuh untuk membantu persiapan apa pun yang dia perlukan.

Saat mereka menyiapkan gaunnya, Leah duduk santai di meja riasnya, dokumen berserakan berserakan di depannya saat dia membaca apa yang dia lewatkan sehari sebelumnya, dan salah satu pelayan menyerahkan pena bulunya, dan meletakkan botol tinta di tempat yang rapi. di mejanya.

Yang lain mendekat, memegang kuas dan bedak.

"Nona, tolong wajahmu." mereka meminta, tetapi Leah hanya melanjutkan membaca, yang bertentangan dengan permintaan itu. Dengan hati-hati, agar tinta tidak tumpah ke mana-mana, dia mencelupkan pena bulunya ke tinta saat dia dengan hati-hati menulis, dan menelusuri lebih banyak lagi dokumen.

Meskipun hampir tidak bisa tidur, dia tidak merasa lelah. Bahkan, dia merasa seolah-olah dia lebih tajam sekarang, lebih memperhatikan detail, dan tidak banyak yang terlupakan. Meskipun, kejadian kemarin memang terus mengalir di pikirannya.

Tidak terbantahkan bahwa Byun Gyong Baek melakukan pekerjaan yang sangat baik dalam menjaga Kurkan di teluk di barat, tetapi banyak hal telah berubah sejak saat itu. Karena perang untuk tahta, pasukan Kurkan dibelah dua. Sebagian besar perang panjang adalah karena perjuangan internal, jadi ketika Ishakan datang, dan membunuh raja saat ini sebelum naik takhta sendiri, itu berakhir agak cepat.

Ketika Ishakan telah naik takhta, dia segera memanggil suku Kurkan yang tak terhitung jumlahnya, dan bersumpah setia kepada mereka. Dan dengan demikian lahirlah Mater of the Desert yang sebenarnya.

Leah menjatuhkan pandangannya, begitu tenggelam dalam pikirannya.

Jika saya adalah Raja Kurkan yang baru, apa yang akan saya lakukan dalam situasi seperti ini? Akankah menyelaraskan suku-suku yang tercerai-berai sekaligus menjadi cara paling sederhana dan termudah untuk menyatukan bangsa?

Tapi tidak peduli apa pertanyaannya, dia hanya bisa menemukan satu jawaban. Pasti ada musuh.

Kemungkinan besar orang Kurkan hanya berpura-pura tertarik untuk membuat perjanjian damai, dengan motif tersembunyi untuk menciptakan perang. Kunjungan kali ini mungkin hanya tipuan, cara untuk melihat persaingan.

Dan Byun Gyong Baek juga tidak menginginkan perdamaian dengan orang Kurkan.

Tampaknya di semua kerajaan yang terlibat, Estia adalah satu-satunya yang benar-benar menginginkan perjanjian damai itu gagal. Leah memiringkan kepalanya, berbalik sedikit dan memanggil dengan nada pelan saat dia mengingat kejadian tadi malam.

"Nyonya." katanya, dan Melissa, yang sedang menyisir rambutnya dengan lembut, berhenti. Dia mendongak dan menatap cermin, bertemu dengan tatapan Leah. "Tolong hubungi Count Valtein, katakan padanya aku ingin bertemu dengannya nanti di konferensi." dia memerintahkan dan Melissa mengangguk.

"Haruskah aku memberitahunya untuk menemuimu di luar konferensi?" Leah mengangguk singkat, dan Melissa memberi hormat sedikit. "Kalau begitu aku akan memberitahu Baroness Cinael untuk menyampaikan pesannya."

"Terima kasih." kata Lea.

Countess Melissa menyelesaikan beberapa sentuhan lagi sebelum pergi untuk melakukan apa yang diminta, tetapi tidak sebelum mengingatkan para pelayan yang tersisa untuk menyelesaikan persiapannya. Ketika Countess pergi, Leah mengambil bros, dengan batu berlian dan batu kecubung.

Dia menyaksikan Countess Melissa mendekati Baroness Cinael dari cerminnya. Baroness, dia perhatikan, sangat jengkel. Dia memperhatikan saat mereka berbicara, sebelum akhirnya memberikan perhatiannya pada dokumen di hadapannya sekali lagi.

Cerdina akan segera mencarinya, tetapi sebelum itu, dia ingin tetap dalam pikirannya sambil terus mengawasi persiapan konferensi. Mereka membutuhkan sesuatu untuk digantung agar orang-orang Kurkan bersedia menandatangani perjanjian.

Satu, yang bahkan tidak bisa ditolak oleh Raja Kurkan.

Cengkeramannya pada pena bulu mengencang dalam pikiran saat dia menulis tanda tangan lain.

"Putri?" Leah mendongak dan mengerutkan alisnya

"Apa itu?" dia bertanya, dan pelayan itu memerah sebelum menjatuhkan pandangannya.

"Tidak ada apa-apa Nyonya." Leah terus menatap pelayan itu, sebelum kembali ke dokumen setelah mengetahui tidak ada yang salah. Tetapi ketika dia bergerak untuk menulis, dia menemukan tangannya membeku, dan mata emas Ishakan melintas di benaknya seolah-olah dia sedang menatapnya.

***

Ishakan mengeluarkan kepulan asap saat dia meniup sebatang rokok, menatap kosong ke luar. Ada aroma manis yang sejuk namun samar melayang di seluruh ruangan. Saat dia terus merokok, dia melihat gumpalan asap menempel di sekitar tubuhnya, sebelum menghilang. Dia meniup lagi kepulan asap.

Dia masih berpakaian, dan menyaksikan kain warna-warni, yang menghiasi kulitnya, dilepas satu per satu. Ketika itu selesai, perhiasannya segera mengikuti.

Ketika pelayannya selesai memilih pakaian terbaik untuk lemari pakaiannya berikutnya, mereka mulai mendandaninya sekali lagi.

Tubuhnya dibiarkan terbuka untuk kejadian berikut yang akan terjadi, tetapi para pelayan yang mendandaninya memiliki mata yang berkeliaran, menyapu kulitnya yang telanjang, mengagumi daging yang mulus dan tidak bercacat, bebas dari tato apa pun.

Namun, dia tidak merasakan tatapan lapar itu – pikirannya terlalu dipenuhi dengan pikiran wanita mungil dengan rambut perak…

*****

Tolong bantu Vote nya ya Kaka 🥰