Kekalahan Zakiya

10 2 0
                                    


         Semoga kalian suka dengan cerita ini, selamat membaca!

________________________________________________________________________________

            Sambil mengggaruk kepalanya yang tak gatal itu, Zakiya menggerutu, memonyongkan mulutnya disertai ekspresi kesal Zakiya yang terlihat dari matanya yang melihat ke bawah. Ia benar telah kalah dalam urusan ini. Semua hukuman yang seharusnya bisa ia negosiasikan dengan abahnya malah dilimpahkan kepada Gus Idrish. Dia yang saat ini sedang berada di tengah lapangan dari pondok Al-Ma'mun itu. Lapangan luas yang tumbuh lebat rumput liarnya. Rumput teki yang sangat rumput, juga jenis rerumputan lainnya yang tak kalah lebat.

Zakiya mengelus dadanya, sudah kesekian kalinya dirinya ber-istighfar. Jangan sampai ia kehilangan kesabaran. Akan menambah hukuman yang sedang di jalaninya hari ini. Masih ada enam hari lagi untuk menyelesaikan hukuman yang dibuat oleh Gus Idrish. Benar-benar ini bukan jalan Zakiya semakin baik, akalnya berpikir keras apa yang akan dilakukan. Ucapan penyesalan tentang perbuatannya berganti sumpah serapah yang diucapkan di mulutnya ini.

Terik matahari sudah menunjukkan pucak panasnya, tepat di atas kepala Zakiya matahari saat ini berada. Dilihat dari kejauhan pun progress santri badung itu masih 10%, sungguh itu tidak menguntungkan bagi dirinya. Semua lelahnya yang diperoleh hari ini tidak berbanding sama dengan hasil yang didapatkan. Rumput masih rimbun dan tumbuh seenaknya, daun-daun pohon kering pula masih berserakan di tempatnya berdiri. Ah! Kapan ini berakhir, sih! keluh Zakiya. Ia langsung saja berselonjoran di atas tanah tanpa peduli lagi bahwa rok yang dikenakannya itu kotor atau pun tidak. Masa bodoh pikirnya.

Wajahnya nampak begitu kusam, bercampur keringat dan tanah. Tak hanya itu, penampilan Zakiya cukup dibilang semrawut, rok sudah kusut dan baju kemeja kotak-kotaknya yang berwarna hijau tua itu sedikit bercorak cokat terkena tanah saat dirinya jatuh tatkala menyapu dedauanan dengan asal-asalan. Tersungkur akibat sapu yang mengenai kakinya. Kesrimpet!

"Inna lillahi w a inna ilaihi rajiun, aduh!" Zakiya mengeluh merasakan ngilu di pergelangan kakinya. Kembali mencoba berjalan ia terjatuh lagi. Sungguh naas Zakiya kali ini, mengalami cobaan yang membuatnya komat-kamit. Tak jauh dari jatuhnya Zakiya ada seorang perempuan seumurannya yang berjalan ke arahnya. Tak tampak jika ia santri sebab pakaianya lebih stylist dari pada Zakiya.

Melihat dari kejauhan Zakiya berteriak "Ning Afida!" adik dari gus killer yang memiliki gaya yang sama dengan Zakiya. Sama bandel sampai-sampai dipondokkan di pondok salafy. Tujuannya kurang lebih agar bisa menjadi wanita yang tau tata krama dan mengurangi kebandelannya. Mereka cocok awal kali bertemu saat Zakiya melakukan pemberontakan pertamanya. Tatkala awal bertemu dengan Gus Idrish pula. Moment yang sangat berharga bagi Zakiya, sampai menetapkan Gus Idrish sebagai musuhnya.

Meski kali ini memang kekalahannya, Zakiya harus menerimanya. Dia memang kalah dalam bidang kecakapan berbicara dan salah dalam perilaku. Benar menyebalkan jika dia kalah telak seperti ini. Tidak bisa bertindak jauh karena sudah tidak bisa diperdebatkan kembali.

REGRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang