Sesudah sholat isya para santri segera berkumpul di serambi masjid. Santri putra dan putri dibatasi oleh satir yang ada. Mereka sudah menunggu di sana sambil berbincang-bicang dengan teman sekitar mereka.
"Zakiya nanti diadili lagi!" seru Nella.
"Iya, tuh! Tukang buat onar, sih!" Mega mengimbuhi.
" Rasain! Semoga dihukum berat sama Gus Idris! Ih ... aku nggak sabar lihat muka beliau yang super adem itu!" Nella hampir saja memekik emngungkapkan kekagumannya.
Dari seberang tampak pemuda gagah berkacamata, bersarung, berkopyah, dan berkemeja kotak-kotak itu memasuki serambi masjid. Dialah Gus Idris. Gus idaman santri putri juga gus yang ditakuti para santri. Sebulan ini Gus Idris memang mendapatkan liburan kuliahnya jadi beliau berkesempatan melihat dan mengawasi santri-santri putri abahnya, Kyai Bachrudin.
Tampang datarnya mengamati keadaan sekiatarnya. Ia pun sudah muak dengan salah satu nama yang ada di kertas itu. Berkali-kali ia harus berdebat dengan seorang santri putri.
"Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu," ucap salam Gus Idris
"Waalaikumussalam wa rahmatullahi wa barakatuhu," jawab seluruh santri Pondok Al-Makmun.
"Kalian di sini sudah tahu bukan apa yang akan saya bahas malam ini? Semua peraturan di pondok ini sudah jelas, tetapi di antara kalian masih saja yang tidak mengindahkan segala aturan yang ada. Beberapa pelanggar yang akan diadili pun tetap, orang yang sama. Apakah kalian tidak malu? Orang tua kalian berharap kalian menjadi lebih baik, bukannya sebagai pelanggar aturan."
"Kali ini saya akan memanggil satu persatu dari kalian untuk maju ke depan:
1. Fatimah Aprelia
2. Reza Ahmad
3. Nur Fadhilah
4. Rayhan Sucipto
5. Maulana Irsyad
6. Zakiya Maulidina
7. Rofihuddin
8. Arina
9. Adib
10. Binti Sholihah
11. Rahma
12. Galih
Nama-nama yang saya panggil silakan segera maju ke depan!" tegas Gus Idris.
Seketika itu gerombolan santri maju ke depan, semuanya menunduk. Melihat kelakuan mereka yang seperti itu Gus Idris jengah.
"Kenapa nunduk? Kemarin waktu pacaran aja berani. Giliran di depan tampak nunduk semua!" Gus Idris berkata.
"Injeh, Gus. Kami melakukan kesalahan. Kami meminta maaf atas kesalahan kami," jawab mereka serempak kecuali satu satriwati. Siapa lagi kalau bukan Zakiya.
"Kamu! Yang ujung sendiri, maju ke sini!" Gus Idris menunjuk Zakiya.
Semua satriwan tampak bersorak, meskipun Zakiya terkenal biang onar. Ia juga terkenal akan kecantikan dan kepintarannya di kalangan santri putra.
"Kenapa kamu hanya diam saat semua teman kamu mengucapkan maaf atas perbuatan yang dilakukannya itu? Apakah kamu tidak merasa bersalah?" tanya Gus Idris.
"Saya merasa bersalah, Gus. Tetapi permintaan maaf yang tidak dibarengi dengan penyesalan perbuatan atau memang benar-benar diulangi itu buat apa? ApAkah tidak sia-sia ucapan tersebut?" jawab Zakiya dengan percaya dirinya.
Ia sudah melupakan dirinya yang berkali-kali kalah debat dengan gusnya sendiri. Berkali-kali ia malu di depan umum atas keangkuhannya. Namun berkali- kali pula ia membuat keonaran.
"Lantas apa gunanya sebuah ucapan jika dengan perbuatan saja kamu bisa memahamkan seseorang?" tanya Gus Idris
"Ucapan digunakan untuk berkomunikasi dengan sesama manusia," jawab Zakiya
"Kamu sudah tahu ucapan dibuat komunikasi terhadap sesama manusia dan kamu pasti sudah paham setiap ucapan itu terdapat maknanya masing-masing. Masihkah ungkapan maaf itu tidak beguna?" tanya Gus Idris membahas topik awal.
" ..." Zakiya hanya terdiam.
Ia mengakui dalam dirinya perkataannya tadi adalah sesuatu yang bodoh yang pernah ia ungkapkan.
Salah lagi dah aku batinnya.
"Setelah ini kalian silakan turun di bawah untuk mendapatkan hukuman masing-masing, untuk Zakiya besok kamu harus pergi ke Markazy," putus Gus Idris
"Kalian semua, santri putri santri putri aturan aturan yang ada ini jangan dianggap enteng. Semua aturan ada kemanfaatannya sendiri-sendiri. Bukan untuk kesia-siaan belaka. Jadi jangan suka melanggar aturan yang ada ini untuk kebaikan kalian semua. Sekian dari saya wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhu," tutup Gus Idris
Semua santri yang melakukan pelanggran berkumpul di bawah. Mereka yang melakukan pelanggaran pacaran dan pelanggar berat akan disiram air comberan dan dicukur botak bagi yang santri putra ah bukan botak melainkan acakdut. Pastinya kan membuat malu jika tidah memakai kopyah saat ke luar kamar.
Pengguyuran berlangsung, semua santri melihat pada tiap adegannya. Mereka bersorak memalukan para pelanggar. Padahal jika ditelaah mereka sama saja suatu ketika mereka pernah melakukan pelanggaran tersebut. Seharusnya sebagai santri kita memandang ini semua sebagai pelajaran untuk tidak diulangi lagi bukan menjadi bahan cemoohan seperti itu.
Para santri yang mendapatkan giliran segera menutup hidung mereka karena tidak tahan bau yang ada. Alasan menggunakan air comberan adalah dalam diri snatri sudah ditemani niat yang tidak baik jika tidak baik ditambah tidak baik maka akan berganti positif. Keinginan untuk melakukannya lagi pun akan berkurang. Pengalaman yang seperti ini pun tidak akan dilupakan.
"Dua kali kena air comberan, deh!" gerutu Zakiya.
"Zak, ini gara gara kamu! Ngajakin ribut kemarin, aku kena air comberan juga! Kalau mau nantang Gus Idris nggak gini caranya," omel Maulan. Teman sesama perguruan pencak silat. Pertengkaran mereka hanya pancingan Zakiya untuk berdebat dengan Gus Idris. Ia hanya ingin menguji ilmunya sekali lagi.
"Diem! Bau tahu!" jawab Zakiya.
"Kalian dihukum! Jangan bicara sendiri! Apa tidak kapok? Besok pagi untuk santriwati bernama Zakiya disuruh ke kantor, paham?" tanya pengurus yang menghukum mereka.
Setelah mendapat teguran keduanya diam seketika. Merasa bersalah pada Maulana iya berniat akan meminta maaf besok.
"Baik," ucap Zakiya lesu. Tidak salah dia akan berhadapan dengan Gus Killer itu. Astagfirullah, hayati lelah.
Salahku juga melibatkan Maulana dalam dendamku ini batinnya lagi.
Selesei guyuran itu, Zakiya segera ke pondok putri bersama kelima kawannya yang mendapatkan hukuman tadi. Mereka bergegas pulang karena malam mulai larut. Mereka tak ingin terus mencium bau air comberan ini. Mereka segera mandi, peralatan mandi mereka dan baju-baju merka telah mereka siapkan sore hari hanya tinggal masuk dan membersihkan badannya.
Satir adalah pembatas yang terbuat dari triplek panjang dan lebar.

KAMU SEDANG MEMBACA
REGRET
Spiritual"Zakiya nanti diadili lagi!" seru Nella. "Iya, tuh! Tukang buat onar, sih!" Mega mengimbuhi. " Rasain! Semoga dihukum berat sama Gus Idris! Ih ... aku nggak sabar lihat muka beliau yang super adem itu!" Nella hampir saja memekik emngungkapkan kekagu...