Chapter 01 : Tentang Nathan

775 159 283
                                    

"Pasang surut kehidupan adalah hal biasa, yang luar biasa adalah, bagaimana kehidupan kita berjalan setelah pasang meredah,"



Happy Reading

Mengenal sosok Nathanael Nayanika.
pemuja Tuhan yang maha Esa, sang pemilik alam semesta ( Allah SWT ). Tiada hari tanpa mengeluh tentang Baskara yang belakangan ini menyinari bumi begitu teriknya.

Nathan memang terlalu melebih-lebihkan, saat menyebut nama sang Surya di atas langit sana dengan sebutan Baskara.

Entah apa yang membuat anak laki-laki dewasa itu, sangat membenci cuaca cerah. Padahal jika cuaca cerah orang-orang bisa melakukan piknik, di taman hutan raya Djuanda.

Dengan satu kalimat, dan gestur tubuhnya. Anak laki-laki ini, mampu membungkam sang sahabat Yang tengah berdebat masalah cuaca.

"Mau cuaca cerah ataupun hujan. Aku tu, lebih memilih hujan-hujanan bersama Nadiya," ujarnya pada sang sahabat yang wajahnya nampak terlihat kecut.

Nathan suka menyebut dirinya sebagai Mahligai cinta paling indah dan pintar merangkai kata. Bahkan, penyair pujangga juga kalah jika berhadapan dengan-nya.

Meskipun sifat pecicilan Nathan sangat di kenal oleh penjuru dunia. Namun, anak laki-laki berparas tampan ini, sangat-sangat pendiam jika berada di dalam rumah.

Bukan karena sebab, tetapi memang dirinya bisa benar-benar sangat diam jika tidak ada orang di rumah. Mungkin jika sang Papa pulang dari dinas luar kota. Nathan bisa saja berulah dan bertingkah. Nathan itu anak laki-laki papa yang paling tampan, tidak kalem, tidak pecicilan juga. Netral-netral saja.

Jikalau ada orang yang bertanya di mana rumah nya, maka Kampus adalah rumah ke-2 bagi Nathanael Nayanika, dan rumah di dekat persimpangan jalan Braga, adalah yang pertama. Karena ada papa. Begitu jawab anak laki-laki yang tiap pagi sarapan roti tawar dengan kopi hitam tanpa gula, di teras rumahnya.

Nathan hanya memiliki papa di dunia ini, jikalau di tanya, sedih atau tidak hatinya bila tidak ada mama? Tentu saja jawabannya teramat sedih dan pedih. mama itu pemilik pelukan paling hangat, ujarnya. Papa juga punya pelukan, tapi tidak sehangat mama. Mama itu kalau kita sakit akan selalu ada, untuk mengusap air mata yang jatuh di pipi saat kita tertidur di kala demam.

Pernah di satu sore, saat Nathan yang masih begitu belia, duduk sendiri di kursi teras sambil memandangi awan gelap. Kala itu ia baru saja di tinggal oleh sang mama, masih sering dirinya menangis dan meraung-raung memanggil nama ibunda yang sudah tiada.

"Mama, Nathan kangen ma...," bisiknya. diiringi air mata, yang ikut jatuh membasahi pipi mungilnya.

Papa yang saat itu baru saja siap memasak, akan memanggil anak laki-laki semata wayangnya untuk makan. Namun agak keluh hatinya saat melihat anaknya. tengah meringkuk di kursi teras sambil menatap awan gelap.

Tangan besarnya langsung mengusap puncak rambut legam itu penuh sayang, "jangan terus di tangisi, katamu mama sudah berada di Nirwana," ujar sang Papa agak sedikit parau.

Nathan mendongak menatap sang papa yang tersenyum hambar, saat melihat keadaannya. mungkin mudah untuk berkata bahwa dirinya sudah sangat merelakan sang mama. Namun, hati kecilnya berteriak, masih ingin dirinya di peluk sayang oleh ibunda.

"Mama pergi begitu cepat, Nathan masih sekecil ini...," Agak keluh bibirnya saat mengucapkan kalimat itu.

"Mama itu Nirwana nya Nathan, Jagapati adalah papa. Nathan hadiah dari Tuhan untuk papa dan mama," sang papa sedikit memberi jeda pada kalimat nya, kemudian menatap lekat pada mata jernih anaknya. "Coba kamu tanya, mengapa Nama mu Nathanael Nayanika?"

Elegi | Na Jaemin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang