13 || MENGUAK MISTERI

285 33 2
                                    

"Fahreza?"

Air mata Reza tumpah tatkala dalam dekapan sang nenek, kakeknya yang merupakan pensiunan tentara pun hanya diam memandang seolah bisa menebak apa yang terjadi. Reza hanya menangis, tak mengatakan penyebabnya. Seolah tahu privasi, neneknya pun diam tak bertanya.

Merebahkan badan di ranjang yang berada di kamar milik ayahnya. Kamar yang sudah lama tak ditempati, tetapi tak berdebu karena selalu dibersihkan oleh neneknya.

Kepalanya diusap-usap oleh nenek dengan begitu lembut, membuat tangisnya perlahan mereda. Perlahan mata Reza mulai terpejam, menarik napas panjang-panjang supaya dalam menghirup aroma khas yang berada di dalam kamar almarhum ayahnya. Padahal, sejak kecil ia tak mau berdiam diri barang sejenak di kamar ayahnya. Namun, kali ini berbeda, seolah ada magnet tak kasat mata yang menariknya masuk ke dalam ruangan ini. Terkunci dalam kepiluan yang tiada arti.

"Apa yang anakmu itu lakukan, Buk? Sampai Reza seperti ini," tanya Andika tak habis pikir.

Lina hanya bisa menggeleng pelan, menatap wajah cucunya. "Apapun yang Farhan lakukan, pasti punya alasan tersendiri. Farhan hanya bertindak bila dia punya alasan yang kuat, dia jarang gegabah. Mungkin saja, sifat Farhan dan sifat Reza sedang bentrok."

"Semarah apapun Farhan, Ibu yakin dia tidak akan main fisik. Hanya saja, sifat keras kepalanya yang membuat orang di sekitarnya jadi enggan. Bisa jadi, Farhan melarang Reza yang nekat berbuat sesuatu sampai Reza seperti ini," lanjut Lina penuh pengertian.

Keduanya kembali termenung dalam spekulasi masing-masing, menatap Reza yang terlelap dengan mata sembab. Mereka tidak tahu pasti masalah yang terjadi, mereka hanya terkejut, karena Reza yang anti dengan kamar ayahnya, kini mau tidur di kamar ayahnya.

Satu hal lagi yang berubah dari Reza, sisi kelabunya yang hilang kini sudah mulai muncul. Mendandakan bahwa masalah yang dideritanya saat ini, pasti berkaitan dengan luka lamanya; yakni kehilangan orang tua.

...

Selama sepekan Reza sudah tinggal di rumah kakeknya, ia sama sekali tidak berniat untuk pulang ke rumah dinas sang paman. Ulangan akhir semester sudah ia jalani, tinggal menunggu hasil yang akan keluar nantinya.

Malam itu terasa begitu sunyi dan hening, Reza terjaga dari tidurnya. Melupakan sejenak bahwa besok ia harus berangkat sekolah. Selama satu pekan ia pergi, tak ada satupun pesan masuk dari Farhan, yang ada hanyalah dari tante Nindy.

Entahlah.

Reza merasa dirinya salah karena harus kabur seperti anak kecil, tetapi di sisi lain hatinya ia merasa bahwa ini hal benar, ia hanya seorang anak yang sedang merindukan sosok ayahnya. Hanya ingin mengetahui 'siapa' ayahnya. Tidak lebih dan kurang. Teruntuk masalah menjadi tentara, memang saat ini belum terpikirkan baginya.

Tak sengaja, sorot matanya terjatuh menatap figura foto berisi foto bersama ayahnya saat masa taruna. Reza beranjak, mendekat ke arah foto itu dan memastikan satu persatu. Ia kemudian mendesah sebal, rekan-rekan yang berfoto bersama ayahnya sama sekali tidak ia kenali mukanya selain om Dika yang sudah benar-benar los kontak.

Reza mengambil figura tersebut, membelai lapisan kaca dan tersenyum pada foto sang ayah yang tentu sangat mirip dirinya.

"Ayah?" Reza mulai bermonolog. "Ayah rindu Reza? Reza sangat rindu Ayah. Ayah tahu? Paman sangat galak, paman sangat membatasi pergerakan Reza. Paman mengekang mimpi Reza."

Mengabdi (Bukan) Mimpinya [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang