Jemariku saling bertaut di atas pangkuan. Sudah sejak 15 menit yang lalu keluarga Kyai Bahar akhirnya datang, mereka juga sudah saling mengobrol dengan kedua orang tuaku.
Mungkin hanya aku yang nampak aneh karena diam menunduk. Kegugupanku ini menghancurkan deretan kata yang sudah aku rangkai rapi di dalam kamar.
Dan saat dimana akhirnya namaku disebut dalam ruangan itu, dadaku sampai terasa sakit karena detakan jantungku, "Jadi gimana, Ay?"
Aku mengangkat pandangan, menatap bingung pada ayah, "Jawabanmu, ingin langsung di sampaikan sekarang?"
Mas Biru sudah mengutarakan niatnya untuk kedua kali, dan ini adalah giliranku. Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang perlu aku luruskan, tidak ada waktu lagi selain hari ini.
Aku mengangkat tegak kepalaku, "Sebelum itu, ada sesuatu yang harus Ayla katakan kepada mas Biru."
Begitulah alasan kenapa akhirnya aku bisa duduk berdua dengan mas Biru di depan teras rumah. Keadaan jalanan yang tidak terlalu sepi adalah hal yang kami butuhkan saat ini demi menghindari syahwat.
"Jadi bagaimana, Ay?"
Lagi, nampaknya jantungku memang sangat sensitif, hanya dengan panggilan namaku darinya saja dapat membuat kupu-kupu berterbangan dalam perutku. Sungguh memalukan.
"Maaf jika Ayla terkesan tidak sopan, mas." Ujarku pelan.
Dia masih diam, aku melanjutkan perkataanku, "Ada sesuatu yang ingin Ayla pastikan sebelum mengutarakan jawaban Ayla."
"Ayla tidak ingin di poligami, mas." Aku menahan nafas sejenak, "Maaf jika ini terkesan seperti syarat, memang hal ini di perbolehkan dalam islam namun Ayla mempunyai pendirian sendiri terhadap kehidupan pernikahan Ayla. Mas Biru juga bisa membatalkan niat baik mas Biru kepada orang tua Ayla jika—"
"Saya siap, Ayla."
Aku langsung terdiam. Terdengar kekehan kecil darinya, tangannya mengeluarkan sebuah kotak kecil dari dalam saku yang tak luput dari pengelihatanku melalui ujung mata.
"Saya juga mengetahui batasan dalam diri saya sendiri, saya takut jika melakukan hal seperti itu akan memperburuk keadaan, jadi saya sudah sempat menekankan dalam diri saya bahwa saya tidak akan poligami."
Jemarinya mendorong kotak itu mendekat ke arahku, "Dan hal yang kamu utarakan sekarang memperkuat tekad saya. Terimakasih karena sudah memberitahu saya tentang syarat itu, kamu bisa pegang janji saya, Ayla. Atas izin Allah, saya akan tepati."
Aku menatap kotak itu, meraihnya pelan. Hingga detik itu aku belum berani menatap ke arahnya karena memang kami masih belum mahram. Bibirku menahan kedutan karena ingin tersenyum ketika membuka kotak kecil itu.
Sebuah cincin.
Dan setelah mendengarkan jawaban nya pula, aku sudah yakin dan siap menjawab pinangannya padaku. Seperti katanya, dengan izin Allah.
. . .
1 bulan kemudian
Terdengar banyak orang berlalu-lalang di luar kamarku, namun disini aku tengah berkutat dengan otak juga hatiku.
Lagi-lagi masalah kegugupan ini. Dan aku hanya bisa duduk memandangi penampilanku yang sudah di permak sejak subuh tadi.
Hari ini aku akan menjadi ratu satu hari.
"Perbanyak berdzikir di sela rasa gugupmu, Ay. InsyaAllah nanti jalanmu menuju suami akan di iringi oleh malaikatnya Allah."
Perkataan bunda itu terus aku jadikan peneguh di sela-sela dzikir. Meski begitu, ekspresi senang juga tidak dapat aku sembunyikan dari wajahku, tidak menyangka bahwa kata 'iya' yang aku katakan beberapa waktu lalu dapat membawaku hingga ke hari ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/275809348-288-k175561.jpg)
YOU ARE READING
Landing (REST)
RomansaKarena kita di ciptakan untuk jadi manusia, yang menjalani, yang memegang kendali meski di tentukan oleh sang pencipta. "Aku tidak pernah menyesali keputusan yang aku buat untuk hidupku sendiri karena aku punya Allah yang mengawasi." . . .