Prolog

1.2K 66 6
                                    

Assalamualaykum, Teman-Teman, moga berkenan baca cerita terbaruku, ya 😍 Berjudul : MARRYING THE BASHFUL DOCTOR (Menikahi Dokter Pemalu)

Cerita genre romantis berkonten medis ini spin off dari novel #Romantic_Nurse

Semoga suka 🙏

#Marrying_the_Bashful_Doctor (Menikahi Dokter Pemalu)
Oleh : Eva Liana

Aku tahu, cewek ngejar cowok itu malu-maluin. Etapi, tunggu dulu. Gaya ngejarku nggak kayak cewek kebanyakan, lho. Aku pilih jalan yang masih ngejaga harga diriku. Merengek sama Papa adalah jalan ninjaku, agar dinikahkan dengan Dokter Rizal.
--Ners Magda Chantika

Ya Tuhan, apa dosaku jadi Bunda maksa aku nikahin dia? Perawat kecil, gesrek, dan mudah pingsan. Bikin malu ajaaaa!
-Dokter Rizaldi Bimasakti-

Magda, let me help you, okay?
-Dokter Angga Yudhistira, SpAn

****

"Saya terima nikahnya Magda Chantika binti Alamsyah Raganata, dengan mas kawin cincin emas seberat sepuluh gram." Satu suara rendah, dalam, dan mengandung daya tarik, terdengar sampai ke telingaku.

"Sah!"

Dua kata sah keluar dari mulut dua saksi terpercaya.

"Alhamdulillah. Allahu Akbar!" Suara Papa, bergabung dengan suara-suara lain, pertanda bersyukur atas kelancaran akad nikah hari ini.

Aku langsung sujud syukur di kamar pengantin, penuh haru. Akhirnya hari ini tiba. Pengejaranku mencapai garis finish dengan kemenangan gemilang. Piala yang kuboyong pulang, tidak tanggung-tanggung pula.

Dialah Dokter Rizaldi Bimasakti. Cinta yang kuperjuangkan dengan segenap jiwa raga dan air mata. Suamiku yang sangat menjaga pergaulannya. Tanpa track record pacaran, meski godaan mengundang.

Aku tetap berada di kamar, tidak keluar. Dokter Rizal yang memintanya, demi menghindari ikhtilat. Akad nikah di ruang depan hanya dihadiri keluarga, kerabat dekat, dan sahabat keluarga yang semuanya lelaki. Keluarga, kerabat, dan sahabat yang wanita, berada di ruang terpisah bersamaku.

Rencananya, walimah syar'i akan diadakan besok di gedung dengan dua tempat terpisah. Masih dengan konsep yang diinginkan Dokter Rizal, yakni pemisahan tamu lelaki dan wanita.

Papa datang membawakan buku nikah. Segera kutandatangani dengan air mata menetes saking bahagia.

Tak lama kemudian, dia mendatangiku. Salam dan kecupan kuberikan di punggung tangannya. Kurasakan tangannya sedingin es dan gemetar. Lantas tangan kokoh itu beralih ke pucuk kepalaku. Bibirnya melafazkan doa yang membuat perasaanku tergetar dan sukma ini serasa melayang ke angkasa.

Rizal tak bicara apa-apa lagi setelah berdoa. Aku tahu dia pendiam, jadi berhusnuzon saja. Sikapnya agak kikuk. Tangannya diremas-remas. Saat aku menyodorkan kening minta dicium seperti di film-film novel-novel wedding Islami, dia malah menjauh. Yaaah, gagal mesra, deh.

Aku dan keluarga lalu berfoto-foto bersama. Termasuk suamiku, tentunya. Ada kecewa merembes di hatiku, karena ia sangat menjaga jarak saat berfoto berdua. Seakan-akan aku ini pengidap OTG Covid-19. Padahal, hasil rapid test, PCR, dan swab-ku negatif semua.

Ingin kuungkapkan protes. Hei, Dok, istrimu sehat wal afiat, lho. Masih ting ting dan punya potensi beranak pinak dengan subur.

Sayang, protes hanya bergema dalam dada. Soalnya aku malu. Dan hanya padanya aku malu-malu meong begini.

Aura maskulin Rizal kian memancar dalam balutan pakaian pengantin pria. Aku yakin mataku pasti berbinar menatapnya. Seperti elang mengincar mangsa. Wajahnya sampai merah dan tertunduk-tunduk.

Haduh, sejak kapan seorang Magda mempelototi cowok sampai segitunya? Aku jadi malu sendiri.

Ah, aku sekarang memanggil dia apa, ya? Kakak, Abang, Mas, Sayang, Honey, atau Ya Zawjy?


***

Belum pernah seumur hidup aku nemu cowok cool abis macam dia. Ih, lagian kenapa juga aku baru nyadar, kalo pesonanya luar biasa.

Langkah pertamanya masuk ke ruang kelas begitu menggoda. Duh, suaranya juga adem. Bikin imajinasiku membumbung tinggi ke awan. Seolah aku adalah putri raja dalam drama wuxia, yang dijemput pangeran dari angkasa. Lalu, kami menari bersama sebelum tenggelam dalam kemesraan tiada tara di peraduan langit.

Uhuy, bucin mode on.

Aku sampai terbengong-bengong sampai tak menyimak detil-detil pelajaran patologi klinik yang disampaikannya.

Oh iya, baru inget. Aku lupa ngasi tau kalian. Aku mahasiswi baru jurusan fakultas keperawatan semester satu. Masih unyu-unyu, bau-bau anak SMA. Padahal, sebenarnya aku udah menempuh tiga tahun kuliah di diploma tiga keperawatan. Lantas, melanjutkan lagi kuliah strata satu di fakultas keperawatan untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan.

Rencananya sih mau lanjut lagi praktik profesi supaya layak menyandang sebutan Ners. Ners itu nunjukkin kalo aku udah jadi perawat profesional.

Oia, kata orang, aku ini anak gadis yang sedang seger-segernya. Kata Nayla, aku ini gesrek dan otak kodok. Pasrahlah diriku, demi pe-er yang tinggal nyontek sama Nayla.

Dan dia, Dokter Rizal, dosen Patologi Klinik di kampusku, politeknik kesehatan. Dokter ganteng, putih, pinter, tapi pendiam di luar jam pelajaran.

Sejak hari pertama dia masuk, saat itulah kuputuskan untuk mengejarnya. Tak seorang pun boleh tau, niat baik Magda Chantika ini. Bukan apa-apa. Seleraku termasuk trend setter di kalangan anak baru di asrama putri Keperawatan. Walau baru satu bulan bersama, teman-temanku satu angkatan tak bisa tak menjadikan standarku sebagai patokan. Kalo kubilang cowok itu ganteng dan pantes jadi idaman, mereka bakal ikut mengidolakan.

Tidak, aku tidak mau mereka ikut-ikutan aku ngejar pak dokter. Bahkan Nayla Azhima, sahabatku yang sok serius tapi kadang ngaco itu juga tak boleh tahu. Bisa gawat jagad kampus keperawatan.

Oke Pak Dokter, tunggu Magda lulus, ya. Sebelumnya, akan kubikin strategi ala penanggulangan pandemi. Sebuah karantina agar tak seorang pun mengincar dokterku.

***

Bersambung
Note: medical content

Sweet DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang