Dinikahi Karena Terpaksa

716 41 15
                                    

"Saya terima nikahnya Magda Chantika binti Alamsyah Raganata, dengan mas kawin cincin emas seberat sepuluh gram." Satu suara rendah, dalam, dan mengandung daya tarik, terdengar sampai ke telingaku.

"Sah!"

Dua kata sah keluar dari mulut dua saksi terpercaya.

"Alhamdulillah. Allahu Akbar!" Suara Papa, bergabung dengan suara-suara lain, pertanda bersyukur atas kelancaran akad nikah hari ini.

Aku langsung sujud syukur di kamar pengantin, penuh haru dan nyaris tak percaya, apakah ini nyata ataukah mimpi. Akhirnya hari ini tiba. Pengejaranku mencapai garis finish dengan kemenangan gemilang. Piala yang kuboyong pulang, tidak tanggung-tanggung pula.

Dialah Dokter Rizaldi Bimasakti. Cinta yang kuperjuangkan dengan segenap jiwa raga dan air mata. Suamiku yang sangat menjaga pergaulannya. Tanpa track record pacaran, meski godaan mengundang.

Aku tetap berada di kamar, tidak keluar. Dokter Rizal yang memintanya, demi menghindari ikhtilat. Akad nikah di ruang depan hanya dihadiri keluarga, kerabat dekat, dan sahabat keluarga yang semuanya lelaki. Keluarga, kerabat, dan sahabat yang wanita, berada di ruang terpisah bersamaku.

Rencananya, walimah syar'i akan diadakan besok di gedung dengan dua tempat terpisah. Masih dengan konsep yang diinginkan Dokter Rizal, yakni pemisahan tamu lelaki dan wanita.

Papa datang membawakan buku nikah. Segera kutandatangani dengan air mata menetes saking bahagia.

Tak lama kemudian, dia mendatangiku. Salam dan kecupan kuberikan di punggung tangannya. Kurasakan tangannya sedingin es dan gemetar. Lantas tangan kokoh itu beralih ke pucuk kepalaku. Bibirnya melafazkan doa yang membuat perasaanku tergetar dan sukma ini serasa melayang ke angkasa.

Rizal tak bicara apa-apa lagi setelah berdoa. Aku tahu dia pendiam, jadi berhusnuzon saja. Sikapnya agak kikuk. Tangannya diremas-remas. Ih, aku jadi tambah gemas. Saat kusodorkan kening minta dicium seperti di film-film dan novel-novel wedding Islami, dia malah menjauh. Yaaah, gagal mesra, deh.

Aku dan keluarga lalu berfoto-foto bersama. Termasuk suamiku, tentunya. Ada kecewa merembes di hatiku, karena ia sangat menjaga jarak saat berfoto berdua. Seakan-akan aku ini pengidap OTG Covid-19. Padahal, hasil rapid test, PCR, dan swab-ku negatif semua.

Ingin kuungkapkan protes. Hei, Dok, istrimu sehat wal afiat, lho. Masih ting ting dan punya potensi beranak pinak dengan subur.

Sayang, protes hanya bergema dalam dada. Soalnya aku malu. Aneh, ya? Hanya padanya aku malu-malu meong begini.

Aura maskulin Rizal kian memancar dalam balutan pakaian pengantin pria. Aku yakin mataku pasti berbinar menatapnya. Seperti elang mengincar mangsa. Wajahnya sampai merah dan tertunduk-tunduk.

Haduh, sejak kapan seorang Magda mempelototi cowok sampai segitunya? Aku jadi tersipu sendiri.

Ah, aku sekarang memanggil dia apa, ya? Kakak, Abang, Mas, Sayang, Honey, atau Ya Zawjy?

Aku tersenyum-senyum sendiri. Jantungku berdebar kencang dan mata ini terpejam saat ia mendekat. Olala, dirinya terasa semanis permen

Suara-suara bocah bersorak, merasuki gendang telingaku. Ah, itu pasti para sepupu cilikku. Nakal sekali mereka mengganggu kemesraan pengantin baru.

Aku menggerutu seraya membuka mata.

Mendadak, bayangan Dokter Rizal dan segenap keindahan kamar pengantin yang berbunga-bunga, sirna begitu saja. Sebagai gantinya, aku dihadapkan pada pemandangan kamar dengan wallpaper hello kitty dan wajah lucu tiga bocah ajaib. Salah satunya menyodorkan sebatang permen lolipop ke mulutku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 06, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sweet DoctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang