Tanubara-27: Who Trusts Me?

4.6K 791 135
                                    

QUEEN mendengus saat pintu kamarnya diketuk dengan begitu terburu-buru oleh seseorang. Ia menutup buku kimianya, lalu berjalan malas menuju pintu.

"Disuruh Papah turun buat makan malam," kata Diva setelah Queen membuka pintu. Lalu melenggang pergi begitu saja.

Masih dengan perasaan malas, Queen keluar dari kamarnya. Berjalan menuruni tangga dan menuju ke ruang makan. Tanpa mengucapkan apapun, ia langsung duduk dan menuangkan nasi serta lauk pauk ke dalam piringnya.

"Ada apa antara kamu sama Bara? Kenapa akhir-akhir ini Papah lihat kalian saling berjauhan." Tanya Aksa pada Queen.

"Gak ada apa-apa. Biasa aja." Jawab Queen sekenannya.

"Kalau ditanya sama orangtua itu jawab yang benar Aqueenna!" Aksa sedikit menaikkan suaranya.

Tapi Queen tak acuh, ia tetap memakan makanannya. Seakan tidak ada siapapun selain dirinya.

"Udah lah Mas, namanya juga anak muda. Biarin aja mereka, kita sebagai orangtua gak perlu ikut campur," Vina menyela sebelum terjadi perdebatan antara Aksa dan Queen.

"Papah bingung sama sikap kamu Aqueenna, berjauhan dengan Bara, lalu dekat dengan lelaki lain." Aksa mendengus, "kalau begitu, Papah tidak jadi menjodohkan kamu dengan Bara. Biar Diva saja, toh dari kemarin Diva banyak interaksi dengan Bara."

Ucapan Aksa membuat ketiga perempuan yang ada disana terkejut. Diva dan Vina saling bertatapan, keduanya melemparkan senyum penuh arti. Sedangkan Queen menghentikan gerakan tangannya yang sedang memegang sendok dan garpu.

Ia mengeratkan pegangannya pada sendok dan garpu, namun tak merespon apapun atas ucapan Aksa.

"Papah malu kalau menjodohkan kamu dengan anak sulung Bram, kamu perempuan tapi terlihat murahan."

Kali ini ucapan Bram sukses membuat Queen membanting sendok dan garpu nya, hingga menimbulkan suara yang begitu nyaring. Gadis itu menatap Aksa terluka, tak percaya bahwa kata itu keluar lagi dari mulut Papahnya.

Oh apakah tidak cukup sekali bagi seorang Aksa untuk merendahkan puterinya?

Queen menenggak segelas air yang ada di samping piringnya, lalu meletakkan gelas itu diatas meja dengan keras.

"Harusnya Papah gak perlu ajak Queen makan malam, kalau cuma mau merendahkan Queen."

Suasana meja makan benar-benar tegang. Aksa justru nampak marah, bukan merasa bersalah. Lalu Queen memilih pergi, meninggalkan ruang makan.

Tanpa menyadari sebuah senyum miring dari sang adik tiri.

***

Merentangkan tubuh diatas kasur dan menatap langit-langit kamar adalah cara terbaik menurut Queen untuk menahan tangis. Dia sudah berjanji untuk menjadi lebih kuat dan berhenti menangisi hal-hal yang berkaitan dengan keluarganya.

Tidak. Queen tidak menganggap mereka keluarga.

Queen tidak memiliki keluarga, ia hanya seorang gadis remaja yang tinggal disebuah rumah bersama orang-orang asing yang selalu mengacaukan hidupnya.

Katanya, Tuhan tidak akan memberi ujian yang melebihi batas kemampuan hambanya.

Lalu, bagaimana dengan semua hal yang Queen rasakan?

Apakah itu berarti semua yang ia alami masih berada dalam kemampuannya? Masih termasuk kesanggupannya?

Tapi jujur, Queen sudah tidak sanggup.

Jadi batas kemampuan seperti apa yang Tuhan maksudkan?

Rasanya, semua memang terlalu berat bagi Queen. Ia benar-benar tidak memiliki sumber kebahagiaan lagi.

TANUBARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang