Malam yang sunyi, pukul 10 malam senja masih berkutat dengan buku-buku fisika yang sangat tidak ia sukai. Senja sama sekali tidak berminat dengan semua yang berbau IPA, tetapi karena tuntutan kedua orang tuanya yang mengharuskan senja masuk fakultas kedokteran saat berkuliah nanti hingga senja menurut-nurut saja dengan apa yang dikatakan oleh kedua orangtuanya.
Mata senja sudah mulai perih melihat rumus rumus yang tertulis di buku paketnya, matanya tidak kuat melihat angka-angka yang ruyam itu. ia menyerah, lalu berjalan mendekati jendela kamarnya yang masih terbuka. Angin malam yang menyeruak masuk ke dalam kamarnya menambah suasana yang sangat senja sukai, dingin. Ia mendongak ke atas melihat bintang juga bulan yang terlihat bersinar di antara kegelapan.
Ia teringat tentang semua yang terjadi dalam hidupnya, tentang fajar, pertengkaran kedua orang tuanya juga dengan cita-cita yang ia impikan dengan ambisi kedua orangtuanya yang menginginkan ia menjadi seorang dokter.
Tiba-tiba matanya memanas, bulir air matanya mulai membasahi wajahnnya, ia teringat Ketika kedua orang tuanya yang bertengkar karena hal-hal sepele. Suara tangis mamanya yang sering senja dengar, terkadang senja ingin sekali menghampiri mamanya Ketika menangis karena pertengkaran dengan papanya tetapi senja tidak berani untuk ikut campur urusan orang dewasa. Hutomo, papa senja, ia adalah seorang yang keras, tegas, juga displin yang tinggi. Pertengkaran mereka sering terjadi biasanya hanya masalah senja yang pulang telat juga kakak senja, kevin, yang pulang hingga larut malam dan beberapa bisnis hutomo yang sering terjadi masalah keuangan yang membuatnya stress hingga melampiaskan kemarahannya juga kekesalannya di rumah. Terkadang senja merasa rumahnya sudah bukan lagi rumah yang nyaman. Tetapi hal itu tidak membuatnya berhenti menyayangi kedua orang tuanya, apalagi sosok mamanya yang selalu berbaik hati dan selalu memotivasi senja untuk selalu bersikap sabar, kuat, juga Tangguh dalam keadaan sesulit apapun.
Hari sudah berganti, langit membiru cerah juga sinar matahari di pagi hari yang bersinar terang dan angin semilir yang menyapu wajah senja hingga membuat rambutnya yang tergerai rapi sedikit berantakan. Kini ia sedang berjalan di trotoar menuju sekolahnya. Ia sengaja tidak naik angkutan umum karena ia ingin menikmati indahnya kota Yogyakarta di pagi hari yang disuguhkan pemandangan gunung Merapi yang terlihat begitu indah. Toh ini masih pagi sekali jadi cukuplah untuk sampai di sekolah tanpa terlambat.
"senja!!!" seseorang memanggil Namanya, kemudian ia menoleh dan mendapati teman sebangkunya sedang menyusulnya dengan berlari sampai tersenggal-senggal nafasnya.
"desinta?"
"kenapa jalan kaki?" sambungnya.
"gak di kasih duit buat naik angkutan, nasib ya orang belum kaya."
"bersyukur des, apapun itu yang terjadi dalam hidup kamu."
"iya deh senjaku sayang."
"dih!"
Di perjalanan menuju sekolah mereka habiskan untuk saling bertukar cerita, mengomentari angkutan umum yang penuh, ibu ibu yang rewel Ketika naik becak, dan beberapa anak kecil yang sedang menangis Ketika hendak makan. Tak terasa mereka sudah sampai pada gerbang SMA Harapan Bangsa. Ia berjalan menuju koridor kelas MIPA, matanya menyapu dari sudut-sudut kelas hingga ke lapangan. Nampaknya beberapa siswa sudah mulai berolahraga. Ia meneruskan langkahnya diikuti desinta di belakangnya.
"hai senja!" lelaki berwajah teduh itu menyapanya dengan seulas senyum merekah dibibirnya.
"oh halo kak fajar!" balasnnya dengan sedikit menundukkan kepala.
"nanti istirahat pertama temenin yuk ke perpustakaan, bisa?"
"iya bisa."
"oke, aku tunggu di perpus. Have a nice day!"
Baru senja ingin membuka mulutnya untuk membalas ucapannya, fajar sudah melarikan diri dari hadapannya. Ia mendengus sebal tapi tak mengapa yang terpenting ke perpustakaan Bersama fajar.
Surat untuk fajar,
Feer, panggilan yang tepat untuk fajar.
Halo kak feer, semoga harimu menyenangkan! Aku senja, perempuan yang masih lugu, juga umur yang masih sangat belia ini sudah mencintaimu. Tidak tahu mengapa senja bisa menyukaimu, menyayangimu, bahkan mencintaimu, feer. Feer, namamu indah sekali, hatiku tenang jika menyebut namamu. Aku menyukaimu, feer. Rasa itu tiba-tiba datang tanpa ijin dulu denganku, feer.
Feer, jika nanti aku bisa bersamamu atau tidak bersamamu aku akan merasa beruntung telah mengenalmu. Kalau memang iya semestamu bukan aku, tak mengapa, feer. Kita tidak akan pernah bisa melawan apa yang sudah digariskan. Maafkan aku yang masih kecil ini sudah berani mencintaimu, terima kasih atas novel-novel yang kemarin. Senja menyukai buku-buku yanag feer kasih. Senja janji akan merawatnya dengan baik.
Senja.
ia menutup buku diary-nya lalu tersenyum.
Senja berjalan melangkahkan kaki hendak menepati janjinya dengan fajar. Hatinya tak karuan jika ia berada di dekat fajar, tetapi ia berusaha menenangkan dirinya, berkali kali ia menarik nafasnya dan mengeluarkannya hingga tiga kali. Ia membenarkan rambutnya yang tergerai menjadi lebih rapi sambil berjalan. Sesampainya ia di perpustakaan, ia celingak celinguk, matanya mencari sosok yang ingin ia temui lalu senja berjalan menelusuri tiap Lorong perpus yang hanya dipisahkan dengan rak-rak buku yang besar dan tinggi.
Deg.
Tiba-tiba matanya memanas melihat seseorang yang ia kenali sedang mengacak-acak rambut perempuan yang tidak asing menurut senja, mereka fajar dan pinkan. Senja mengkerutkan kedua alisnya hingga Nampak menyatu.
"mereka pacaran?" tanyanya dalam hati.
Mereka tampak serasi, pinkan yang cantik, tinggi, berkulit putih sangat terlihat cocok jika disandingkan dengan fajar. Senja hanya berdiri dibalik rak buku yang memisahkan antara dia dan fajar. Senja sempat berfikir ingin Kembali ke kelas saja tapi niat itu ia urungkan sejenak. Tak apa jika ia harus menahan nyeri yang ada di hatinya, ia memilih untuk tetap menghampiri fajar meskipun itu terlihat sangat awkard. Ia melangkah pelan sambil menunduk, hingga fajar sadar jika senja berjalan ke arahnya.
"senja? Baru dateng?"
"oh iya, maaf."
"gapapa, btw gue mau kenalin lo sama cewek yang ada di samping gue ini sih."
Deg.
Senja sudah menahan air matanya untuk tidak jatuh, ia hanya membalas senyum yang sedikit dipaksakan. Ingin sekali ia pergi dari hadapan fajar untuk saat ini, ia tidak terlalu kuat untuk mendengar fakta yang sebenarnya bahwa pinkan adalah pacar fajar. Senja juga merasa insecure dengan pinkan karena pinkan jauh lebih cantik daripada senja, pinkan jauh lebih tinggi dan body goals ketimbang senja.
"halo gue pinkan." Kata pinkan sambil menjulurkan tangannya
"senja."
"senja lo sakit? Kok pucet gitu?" tanya fajar kepada senja yang hanya menundukkan wajahnya dengan muka yang sedikit pucat.
"loh, kok nangis." Sambung fajar.
"maaf, senja kurang enak badan. Senja mau ke kelas aja. Duluan ya kak pinkan, fajar."
Tanpa menunggu jawaban dari fajar, senja langsung membalikkan badan. Ia berlari dengan air mata yang sudah membasahi pipinya. Beberapa teman di sekolahnya menatapnya heran, tetapi ia tidak menghiraukan itu. ia bergegas menuju kamar mandi wanita.
Senja mengunci rapat-rapat pintu kamar mandi, ia menangis deras, rasanya sakit sekali mengingat kejadian tadi, ia tidak kuat menahan air mata agar tidak jatuh tetapi tidak bisa, ia ingin bersikap biasa saja tetapi tidak bisa.
"aku belum lamamengenalmu, feer. Tapi kenapa rasanya sesak sekali dada ini Ketika melihatmu Bersama kak pinkan yang jauhlebih perfect ketimbang senja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Feer
Ficção AdolescenteCerita indah yang semesta tuliskan hanya untuk menjadi bagian masalaluku yang tidak akan pernah aku baca lagi bagian itu atau tidak akan aku telusuri lagi bab yang telah lalu karena hari-hari bahagiaku kini tanpamu.