Sesampainya fajar mengantar senja, suasana jadi semakin canggung. Semenjak berada di motor senja banyak diamnya begitupun dengan fajar.
"Makasih, Kak," kata senja dengan menunduk.
Fajar hanya membalasnya dengan senyum, senyumnya sangat berarti membuat senja semakin kebingungan dengan sikap fajar.
"Senja, gue mau jel...."suara fajar terhenti Ketika mendengar suara suara keributan dari dalam rumah senja. Saat telinga senja menangkap suara tersebut ia buru-buru untuk berpamitan kepada fajar dan menyuruhnya segera pulang.
"DIAM KAMU RINI!"
"JANGAN SOK MENASIHATIKU!"
"HAH! SEMUANYA SAMA SAJA!"
Suara Hutomo terdengar nyaring hingga depan rumahnya.
"kak, lo pulang aja cepet!" ucap senja dengan wajah panik.
"tapi lo gapapa gue tinggal?"
"gak!"
Baru saja fajar ingin membalas jawaban senja, tetapi senja sudah masuk kerumahnya terlebih dahulu. Terpaksa fajar pulang dengan membawa sejuta pertanyaan.
Senja membuka pintu rumahnya dengan perasaan takut dan khawatir dengan mamanya. Baru saja ia berjalan sekitar tiga Langkah dari pintu, ia sudah disuguhkan pemandangan rumah yang berantakan dan mamanya yang menangis terduduk di lantai.
"Dimana papa?"
Dengan Langkah tergesa-gesa ia menghampiri mamanya lalu ia memeluknya. Air mata senja mengalir deras menyaksikan keadaan mamanya yang menangis dengan suara parau.
"Mama ke kamar ya? Biar senja bantu."
Rini menatap senja dengan tatapan yang sulit diartikan, ia mendorong senja dengan keras hal itu membuat senja terbentur dengan kursi yang pas mengenai kepalanya, berdarah. Senja dibuat kaget dengan sikap mamanya yang berubah menjadi seseorang yang keras, ia tidak mengenali mamanya, ini bukan mama senja yang selalu bersikap lembut kepada senja.
Senja meringis kesakitan, kepalanya terasa sakit begitu juga dengan hatinya.
Rini berdiri membenarkan posisinya lalu meninggalkan senja begitu saja, sorot matanya tajam dan langkahnya terdengar tidak lembut.
Dengan Langkah gontai, ia memaksakan diri untuk menaiki anak tangganya untuk segera ke kamar, ia tidak ingin mengobati lukanya, biarlah lukanya itu tidak sebanding dengan suasana rumah ini. Senja menarik selimut, menenggelamkan diri dengan kesedihan.
Pukul 12 malam tapi kevin juga belum pulang, berkali-kali senja menelponnya tetapi tidak juga ada jawaban juga pesan hingga spam pun tidak kunjung kevin balas, kevin hanya membacanya saja. Hal itu membuat senja mendengus kasar dan mengacak-acak rambutnya frustasi.
"Senja capek."
Ia melangkah menuju balkon kamarnya, ia menatap bulan dan bintang yang bersinar terang. Ia mendongak menikmati dengan saksama.
Senja Kembali menangis, nafasnya gusar. Senja merasa tidak tahan dengan keadaan rumah yang seperti ini, pertengkaran kedua orang tuanya setiap hari dan kelvin yang jarang pulang rumah. Sudah tidak ada lagi kehangatan yang dapat diciptakan dari keluarga ini.
"HIDUP INI GAK ADIL, SEMESTA. KENAPA ENGKAU MENGAMBIL SEMUA KEBAHAGIAAN SENJA? HAH?! KENAPA?!" teriak senja dengan suara yang parau karena menangis. Tubuhnya terduduk di lantai, ia belum bisa berhenti untuk tidak menangis. Ia sangat Lelah dengan scenario yang semesta tuliskan untuknya, ia butuh bahu untuk bersandar, ia ingin feer ada di sini tapi itu tidak mungkin.
"Feer, I need u!" katanya dengan tersenyum miris mengingat kejadian di perpustakaan tadi siang.
Senja mengambilhandphonenya yang tergeletak di atas nakas. Ia mencari kontak yang ia beri namaFeer, itu berarti fajar. Tapi, untuk menekan tombol call ia ragu, ia Kembalimematikan handphonenya. Senja memilih untuk tidur melupakan semuanya, semuanyayang terasa pahit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Feer
Teen FictionCerita indah yang semesta tuliskan hanya untuk menjadi bagian masalaluku yang tidak akan pernah aku baca lagi bagian itu atau tidak akan aku telusuri lagi bab yang telah lalu karena hari-hari bahagiaku kini tanpamu.