19

73 15 2
                                    

Pacaran katanya?

Tidak-tidak.

Pacaran pura-pura katanya?

Greha merasa jantungnya hampir copot.

"Ihhhh, apaan sih?!" Greha memukuli kepalanya sendiri saat ucapan Dirga yang sepertinya diucapkan dengan enteng oleh pemuda itu mengiang-ngiang di kepalanya. Bisa-bisanya Greha kepikiran sampai tengah malam begini dengan ucapan Dirga. Pasti pemuda itu hanya bercanda saja.

Mana mungkin Dirga serius? Pemuda itu hanya sepakat menjadi temannya, tidak lebih dari itu. Apalagi menjadi pacar pura-pura Greha hanya untuk diperlihatkan pada kakaknya itu.

Karenanya, Greha berada di ruang tamu dengan pencahayaan temaram. Hanya lampu teras rumah yang menyala. Sementara waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Baik Emira dan Abel sudah pasti telah menyelam dalam mimpi mereka.

Yola?

Katanya, ia akan pulang terlambat, karena mengerjakan tugas.

Jujur saja, Greha sangsi dengan hal itu.

Alasan yang sama dan selalu pulang terlambat dan itu terjadi semenjak Mama keluar kota untuk pekerjaan penting.

"Hn?", gumam Greha dengan kening berkerut.

Buru-buru Greha menuju ke jendela. Suara derum motor tertangkap oleh indra telinganya. Gorden penutup jendela ia sibak sedikit. Mulut Greha sedikit terganga saat Yola baru saja turun dari boncengan motor teman lelakinya.

Greha berusaha berpikir positif. Malam-malam seperti ini memang baiknya Yola diantar temannya yang lelaki. Setidaknya, temannya itu bisa melindungi Yola.

Terlihat saat itu Yola sudah melepas helm yang digunakannya, lalu memberikannya pada teman lelakinya. Greha menghembuskan napas lega, ia merasa bersalah pada Yola sebab telah berburuk sangka pada kakaknya itu. "Mending gue buru-buru bukain pintu."

Greha perlahan beranjak, baru saja ia hendak menutup kembali gorden jendela sebelum kedua matanya membulat.

Di luar sana, lelaki itu menyusul kakaknya saat hendak menginjakkan kakinya di lantai teras depan rumah. Tangannya dengan posesif merangkul pinggang Yola, sebelum akhirnya ia memajukan wajahnya dan mengecup bibir Yola. Yola bahkan telah melingkarkan kedua tangannya di tengkuk pemuda itu yang menciumnya dengan mesra.

Greha menutup mulutnya dengan syok.

Ia tarik kembali kata-katanya.

Yola memang pantas ia curigai.

Sangat pantas.

Setelah memastikan pemuda itu pergi, barulah Greha membukakan pintu dengan perasaan campur aduk. Sosok Yola terkejut mendapati jika Greha yang membukakan pintu untuknya. "Eh, lo belum tidur?", tanyanya. Wajahnya terlihat tenang, seolah ia tidak pernah berbuat hal yang dilakukannya sebelumnya.

"Iyalah. Mata gue kebuka, kaki gue napak dan menyambut lo di sini." Greha membalas dingin dan ketus. "Karena Mbak Emira udah tidur, gue nungguin lo."

Wajah Yola nampak sangat senang. "Ihh, perhatian banget sih lo, dek. Yaudah, gue ke kamar, yah."

Setelah Yola masuk ke dalam kamarnya, barulah Greha menutup kasar pintu rumah. Ia ingin membentak Yola, dan marah padanya. Tapi, Greha baru menyadari, jika ia tidak ada hak untuk itu.

Ia juga sama saja, sebab melakukan hal yang telah dilarang Mama beberapa waktu lalu, dan ketika Greha akhirnya menyadari betapa pentingnya nasihat Mama, ia malah menemukan fakta jika sang kakak juga sudah mulai berbohong.

Things You Never Say To MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang