Hori berjalan santai bersama kedua temannya walau bel masuk sudah berbunyi sejak tadi namun mereka tetap santuy seolah bel sekolah masih lama berbunyi.Mereka berjalan bak seorang model berjalan di catwalk dengan pemimpinnya Hori yang memasukan kedua tangan disaku celana, tiga kancing seragam yang sudah terbuka dasi disaku baju. Lalu disamping kanan Zio yang menyugar rambutnya kebelakang dengan tatapan mata mautnya.
Sedangkan Rakka disamping kirinya melambai-lambaikan tangan seolah sedang melambai para fansnya.
Dibelakang mereka Pak Udin guru Bk yang gembul kepala botak meneriakan nama mereka bertiga yang tidak mendengarkan teriakannya.
"HORI ALBANDRES, ZIO REGANTA, RAKKA GUNTARA BERHENTI KALIAN BERTIGA." teriak Pak Ucok dengan suara melengar.
"Guys berhenti." kata Hori mengangkat kedua tangannya membuat kedua temannya ikut berhenti.
''Zio hadap kanan." perintah Hori.
"Hadap kanan ketemu mantan bos." balas Zio.
"Rakka hadap kiri."
"Hadap kiri ketemu janda bos." sahut Rakka.
"Okay kalo gitu kita hadap depan." perinta Hori lagi.
"Hadap depan bertemu malaikat maut, gerak." ucap Zio dan Rakka bersama dengan gerakan seperti prajurit.
"Kalian ini selalu saja buat ulang gak dimana-mana capek saya bilanginnya gak pernah didenger." ucap Pak Udin saat sudah didepan mereka.
"Kalo bapak cape diem duduk manis aja pak." sahut Hori santai.
"Kamu ini selalu aja melawan ucapan bapak." gertak Pak Ucok.
"Kan saya punya mulut pak. Apa gunanya mulut pak kalo bukan buat ngomong." enteng Hori.
"Mulut buat ngomong." Zio dan Rakka mengulang ucapan Hori.
"Kalian bertiga bapak hukum berdiri dilapangan baca pancasila sekarang." geram Pak Ucok.
"Siap pak." kompak mereka dengan hormat.
Mereka berdiri di lapangan yang luas dan terik matahari yang menyorot sampai kepori-pori terdalam dengan tangan dikening memberi hormat.
"Sekarang baca pancasila dengan lantang." kata Pak Ucok
"PANCASILA." teriak mereka.
"Satu Hori tidak bisa lepas dari Miya seperti belut dan cacing." lantang Hori dengan suara keras.
"Hori yang bener itu bukan pancasila namanya."
"Maaf Pak tapi pancasila cinta saya seperti itu isinya."
Pak Ucok mengelus dadanya yang gempal."Ulangin lagi dengan benar."
"Pancasila, dua tidak ada Hori disitu tidak ada Miya." ucap mereka.
"Gusti Allah kalian setop setop." pak Ucok memijit keningnya yang keriput.
Hori dan kedua temannya langsung berhenti.
"Lama-lama isi semua pancasila ancur sama kalian. Pusing pala Bapak kelamaan sama kalian bertiga." eluh Pak Ucok.
"Kalian tetep Bapak hukum berdiri dilapangan sampai bel istirahat. Mengerti." sambungnya meninggalkan mereka.
"Mang isi pancasila gue salah apa yah." tanya Hori ke kedua temannya yang sudah berselonjoran.
Zio mengipas-gipas wajahnya dengan tangan yang sudah bercucuran keringat.
"Gak, gak salah lagi." sahut Rakka mengambil duduk dibawah pohon menghindar dari terik matahari.
"Gue baru tau isi pancasila udah ganti." sambung Zio.
Tak terasa bel istrirahat pun berbunyi bahkan semua penghuni pada lari mencari makan dan minum. Tidak terkecuali dengan Hori dan dua anak kembarnya yang masih betah dilapangan seakan gak rela jika meninggalkan tempat pijakan pantatnya.
"Hori kamu kok disini sih. Dihukum lagi yah." tanya cewek tinggi dengan dandanan yang menor yang tergila-gila sama Hori.
Sedang kan Hori yang ditanya acuh-tak acuh seakan tidak ada orang.
"Kamu aus gak. Mau aku beliin." tanyanya lagi mendekat kearah Hori.
Hori lantas menghindar."Jangan deket-deket takut sawan gue kalo lo deketin hus...hus." usir Hori.
"Dikira aku setan apa." katanya.
"Mang lo setan. kan lo penghuni sekolah ini yang tiap hari gentayangan." sindir Zio disamping Hori.
"Apa sih lo nyamber aja dasar sapu lidih." balas cewek tinggi.
"Heh setan Medusa muka tujuh bibir lima. Mata lo sapu lidih gak liat apa badan berotot gini dikata sapu lidi. Belom pernah gue ganti mata lo sama mata Jin Iprit yah." Zio mengulung seragamnya memamerkan lengan ototnya.
"Zi gue dukung lo lawan setan Medusa." seru Rakka dibelakangnya bertepuk tangan.
Hori mengigit dasinya dengan bosan biarlah temannya saja yang melawan setan Medusa. Hori cukup jadi penonton yang baik saja sampai matanya melihat gadis tercintanya berjalan bersama temannya yang baru keluar dari kelas.
"Miya sayang." panggil Hori mengejar Miya.
"Hori kamu mau kemana. Kenapa aku ditinggal sama sapu lidih ini." gerutuknya saat Hori meninggalkannya.
"Hori juga tau mana yang harus dipilih." ketus Zio ikut menyusul Hori.
"Sabar ya mbak Medusa mungkin kamu mesti coba lagi." cewek yang sudah berkomat-kamit itu menyentak tangannya berjalan pergi.
"Semoga amal dan ibadahnya diterima disisi Allah SWT. Amin."
Hori duduk didepan Miya dan Vika yang sedang makan siomay. Dengan tampang yang bete Miya memakan siomay dengan kasar. Hori menangkup wajahnya memoerhatikan Miya yang sedang makan dengan kasar.
"Apa." bentak Miya.
"Bini gue marah aja cantik apa lagi diem." cengir Hori.
"Ngomong bini lagi gue congkel mata lo." ancam Miya mengangkat garpu yang dipegangnya.
"Hati gue juga gak papa kalo kamu mau congkel."
"Apa perlu gue buka nih seragam gue biar lu liat kalo ada nama lo di jantung gue." Miya sampai kelabakan saat Hori mengangkat seragamnya dihadapannya.
"Hori lo apa-apaan sih. Turunin lagi gak seragam lo." pinta Miya. Tapi Hori malah sengaja memperlihatkan perut sixpacknya.
Membuat seisi kanti yang berada disitu berseru karna melihat tubuh cowok idaman mereka.
Miya dengan cepat menurunkan seragam Hori mereka seperti sedang berpelukan jika dilihat. Walau Miya juga ingin sekali berlama-lama melihat roti sobek milik Hori.
Hori yang mencuri kesempatan mengurung tubuh Miya dengan kedua tangannya dengan erat.
"Hori lepasih gak." Miya mendorong bahu Hori. Tapi Hori malah menambah erat dekapannya.
Hori mengelengkan kepalanya."Gak mau."
"Lepas atau gue teriak." Hori mengelengkan kepalanya lagi.
"Hori gue malu lepas ih."
"Gak mau ih."
Hori malah sengaja mendekatkan wajahnya ke Miya. Miya sampai menutup kedua matanya takut Hori menciumnya lagi. Hori yang melihat wajah takut Miya dengan usil meniup wajahnya membuat kedua mata Miya terbuka.
"Hahha." tawa Hori.
"HORI ANAK MOYET." emosi Miya melempar sedotan ke muka Hori yang tertawa.
"Yah kabur lagi bini gue. Padahalkan belom gue cium." gumamnya.
"Sabar ya bir belom dapet jatah cipok lo." sambung Hori mengelus bibirnya.
To be countinued.
KAMU SEDANG MEMBACA
Horimiya
Teen Fiction(follow and vote sebelum membaca) berkisah tentang Hori dan Miya sepasang remaja seperti langit dan lautan yang selalu ada saja perdebatan diantara mereka berdua. Hori yang seneng sekali menjaili Miya sudah seperti makan sayur tanpa jagung buatan bu...