Menyesal

1 0 0
                                    


Hori memandang wajah Miya yang sedang tertidur pulas saat dirinya memasuki kamar. Terlihat jelas wajah pucat pasi dan mata yang bengkak dikedua kantung matanya. Apakah semalaman Miya menanggisinya.

Sakit, itu yang dirasakan Hori saat ini melihat wajah Miya yang biasanya berseri menjadi pucat pasi dengan mata bengkaknya. Rasanya saat ini dirinya ingin menghajar dirinya sendiri hingga babak belur. Bagaimana bisa dirinya dengan tega menyakiti Miya yang sepanjang malam menunggunya pulang.

Bahkan tangannya pun gemetar saat mengelus wajah pucat Miya.

"Maaf." bisiknya.

Tidur Miya terusik dengan usapan tangan diwajahnya. Perlahan pandangannya buram melihat siapa sosok pria dihadapannya hingga pandangannya terlihat jelas oleh matanya.

"Hori." Miya bangun dari tidurnya melihat Hori suaminya yang sudah  dihadapan matanya.

"Ini bukan mimpikan. Ini beneran kamu, aku lagi tidak berhalusinasikan." Miya sampai mencubit dirinya sendiri. Takut jika Hori hanya bayangan saja yang bisa menghilang lagi.

Miya melihat setiap inci wajah tampan Hori. Hingga matanya menyipit melihat pipi Hori yang seperti habis berantem.

"Pipi kamu kenapa? Kenapa bisa biru. Kamu abis berantem, tapi sama siapa? Hori jawab jangan buat aku cemas." rentetan pertanyaan keluar dari mulutnya.

"Maaf." mengelamkan palanya dipangkuan Miya.

"Kenapa kamu minta maaf."

"Kamu boleh pukul aku, jambak aku bila perlu bunuh aku." ucap Hori dengan isak tangis yang tidak bisa dibendung.

Miya mengelengkan palanya."Engak."

"Gue pencundang Mi, udah buat lo menangisi cowo berengsek kaya gue. Padahal gue sendiri yang udah janji engak akan buat lo nangis tapi nyatanya." Miya menempelkan jari telunjuknya dimulut Hori.

"Kamu bukan cowo berengsek, jangan bilang seperti itu."

"Mi..."

"Engak." potong Miya kembali mengelengkan palanya.

"Aku yang mestinya minta maaf. Bukan kamu." ujar Miya.

"Dengan bodohnya aku udah buat suami ku sendiri terluka dengan ucapanku." Hori mendekap tubuh Miya yang terisak kedalam pelukannya.

"Maafin aku." isak Miya membalas pelukan Hori ditubuhnya.

Hori melepas pelukannya menghapus jejak air mata dan menyingkirkan anak rambuk dari wajahnya yang terkena air matanya.

"Aku obatin yah wajah kamu." Miya menaeik tangan Hori agar duduk disamping yah.

Miya membuka kotak obat mengoles kapas yang sudah dilumurih betadin kewajah Hori dengan hati-hati.

"Kenapa bisa begini?" tanya Miya.

"Berantem sama Rakka." jawabnya.

"Kok bisa berantem sama Rakka."

"Iya, semalem aku niatnya mau ke club cari seling..." belom selesai Hori berbicara Miya sudah memukul Hori dengan bantal.

"Aww, sakit yang! Tega banget sih kamu sama aku." ujar Hori yang sejak tadi mendapatkan pukulan bertubi-tubi dari Miya.

"Sukurin! Aku nungguin kamu yah semalamen dirumah, Kamu malah enak-enakan mau cari selingkuhan udah bosen hidup yah." Miya terus memukul tubuh Hori.

"Belom juga dapet yang. Udah napa mukulnya badan aku pada sakit nih." Miya menghentikan pukulannya melihat Hori yang meringis kesakitan.

"Awas aja kalo sampe aku liat kamu bawa selingkuhan aku gantung kamu dirawa-rawa." ancam Miya.

"Kalo bawa bini baru boleh." tanya Hori. Yang mendapatkan pukulan kembali dari Miya.

"Iya ampun yang, ampun-ampun. Sakit banget yang pukulan kamu bener dah." jerit Hori kesakitan.

"Sekali lagi ngomong. Aku tambahin bonyok dipipi kamu."

Hori mengeleng cepat. Bukannya dia takut tapi bener pukulan Miya udah setara kaya pukulan cowo sakit banget Hori udah ngerasain.

"Cuma lo bini dunia akhirat gue gak ada yang lain."

"Gombal."

*****

M

ereka sedang berada dikamar dengan Miya yang tengkurap menonton drakor dilaptopnya. Dan Hori yang menyender dipala ranjang sedang mengotak-atik ponsel Miya. Mencari siapa saja cowo yang modus dengan istrinya, akan Hori musnah-musnahkan semuanya itu. Sampai dimana matanya melihat nama yang tertera dilayar kontak ponsel Miya.

"Yang kenal tikus got dari kapan?" tiba-tiba Hori menanyakannya.

Miya me-pause laptopnya menoleh kearah Hori yang masih mengotak-atik ponselnya.

"Tikus got." Hori menunjukan ponsel ke wajah Miya.

"Denis maksud kamu."

"Gak usah nyebut namanya bisa gak." gas Hori kesal mendengar namanya yang keluar dari bibir Miya.

"Maaf, bis kamu sih nama orang diganti-ganti." ucap Miya.

"Gue tanya dari kapan kalian kenal." Hori bertanya lagi.

"Hmn, sejak pertama aku masuk sekolah." jarinya mengetuk keningnya mencoba mengingat-ingat.

"Mulai sekarang jauhin setiap cowo yang deketin kamu termasuk 'dia'." putus Hori dengan menekan kata dia diakhir.

"Hah."

"Kenapa? Terus yang boleh deketin aku siapa." tanya Miya.

"Zio sama Rakka."

"Kenapa cuma mereka berdua doang yang boleh deketin aku."

"Karna mereka gak masuk dalam hitungan."

"Ih, rese. Kenapa cuma aku yang gak boleh deket sama cowo sedangkan kamu boleh deket sama siapa aja." ujar Miya menyenderkan palanya didada bidang Hori.

"Gue kan cowo jadi wajar jika banyak yang deketin." Miya memukul dadanya kesel dengan suaminya.

"Gak adil. Kamu mang niat mau cari selingkuhan yah." isak Miya yang sudah menanggis. Entah kenapa akhir-akhir ini dirinya mudah sekali menangis dan sensitif biasanya dia tidak seperti ini.

"Hei, kok malah nangis." Miya malah menambah tangisannya.

"Yang, yang aku gak niat cari selingkuhan yang, bener sumpah dah. Berenti yah nangisnya." ucap Hori membawa Miya kedalam pelukannya lagi menenangkannya.

"Jangan cari selingkuhan apa lagi istri." seakan tau dengan pikiran Hori Miya dengan cepat memotong ucapannya.

"Kalo sampai beneran terjadi aku bakal menghilang dari kamu selamanya." sambungnya dengan ancaman.

Hori mengelengkan palanya."Gak akan gue biarkan lo pergi. Siapa pun gak ada yang boleh ngambil lo dari gue sekali pun itu Tuhan."

"Gue gak akan sanggup jika itu sampai terjadi. Lo adalah separu napas gue jika lo menghilang maka gue pun juga akan sama."

"Jadi gue mohon jangan menghilang atau pun mencoba pergi dari hati gue. Gue gak akan sanggup." ujar Hori mengeratkan pelukannya. Dia tidak ingin kehilangan Miya membayangkannya saja sudah membuatnya takut setengah mati. Apalagi jika terjadi mungkin dirinya akan ikut menghilang juga.

Miya bukan hanya separuh napasnya tapi rumah baginya. Dimana dirinya bisa beristirahat dan berbagi cerita.

To be countinued.

HorimiyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang