Dua minggu berlalu. Belum ada kabar terbaru dari penyelidikan Inspektur Daylan. Tampaknya dia masih menunggu kedatangan Phelan agar mendapat penjelasan dari pria itu.
Aku melihat diriku di kaca. Kuda albino yang dulunya selalu terpampang di sana telah punah untuk sementara. Yang ada hanyalah June Oliver yang biasa disebut cantik. Ya, walaupun kasus ini belum selesai, aku yakin gagasanku akan masuk akal setelah kedatangan Phelan dan kompi-kompinya.
Kuikat rambutku seadanya lalu kutambahkan pita merah sebagai penghias. Gaun yang kukenakan tampak sederhana. Tidak penuh dengan ornamen-ornamen rumit yang bisa saja membuat kehadiranku seperti penjual baju berjalan.
Kuletakkan sisir di atas meja riasku setelah merapikan rambut-rambut kecil yang terangkat. Lalu, aku mundur beberapa langkah agar refleksiku di carmin dapat menunjukkan seluruh badan.
Ini sempurna. Gaun merah hati yang elegan membalut sempurna pada tubuhku yang berkulit cerah. Rambut cokelatku juga diikat dengan pita yang berwarna senada. Aku mirip seperti bunga mawar yang diberikan Phelan padaku.
Refleks aku menoleh pada setangkai bunga di dalam gelas kaca yang berada di samping cermin rias. Benda itu masih seperti sedia kala, sama persis dengan kondisinya saat kuterima dari Phelan.
Aku tak menyangka bahwa Phelan akan pulang lebih awal dari yang dijadwalkan. Aku juga baru menyadari bahwa aku tidak menulis surat balasan untuknya. Kurasa dia telah memikirkan itu sejak lama, dia pasti telah menanti-nantikan suratku. Kasihan sekali Phelan, kekasih lemon tart-ku.
Ketukan pintu menyadarkanku dari lamunan tentang Phelan. Cepat-cepat kumasukkan kaki ke dalam clog-ku dan meraih tas jinjing yang tergeletak di tempat tidur.
Aku bergegas ke pintu depan untuk menyambut tamu yang sudah kutunggu. Saat pintu terbuka, tampak seorang pria yang lebih tinggi dua puluh senti daripadaku. Ia memakai jas berwarna cokelat dan berdasi. Wajahnya sudah sembuh sekitar enam puluh persen, hanya ada beberapa lebam yang masih tersisa.
"Sabar, aku kunci pintu dulu." Aku menutup pintu lau menguncinya dan menyimpan benda besi kecil itu ke dalam tas.
Kusunggingkan sebuah senyum ke arah Nelson dengan bangga. Ya, aku terlalu percaya diri dengan setelan pakaian yang kupakai hari ini.
"Kau sangat cantik," ucap pria itu dengan volume suara yang sangat pelan diakhiri senyum yang menyipitkan matanya. Dia berhasil membuat tingkat kepercayaan diriku bertambah.
Ia mengulurkan tangan padaku dan aku meraihnya. Ia menggenggam telapak tanganku yang dibaluti sarung tangan jaring berwarna merah. Kami pun berjalan menuju kereta kuda yang sudah menunggu.
Kami telah duduk dalam kereta dan Nelson pun berkata, "London Doks, Pak."
Beberapa detik kemudian terdengar suara kusir yang memacu tiga kuda di depannya. Lalu, kereta kuda ini bergerak maju, menandakan roda telah berputar karena ditarik kekuatan kuda.
"Aku sangat-sangat bersemangat untuk ini," ucapku. Seperti ada api yang membakar hatiku sehingga aku tak bisa merasa tenang. Di satu sisi itu membuatku merasa hangat, tapi di sisi lain api itu membuatku ingin menyiramnya dengan air dingin.
Kejadian demi kejadian terjadi sejak Nelson menguntitku di rumahnya sendiri. Lalu berbagai masalah dan skandal keluarga yang terungkap. Serta pembunuhan yang tak terduga. Aku sudah merangkai semua potongan puzzle dengan hat-hati. Semua potongan kecil rasanya telah melengkapi satu sama lain.
Tinggal satu potongan yang membuat api di dalam hatiku terlalu besar untuk sebuah kehangatan. Potongan itu dipegang oleh Phelan, aku yakin. Dia adalah sebab semua ini terjadi.
![](https://img.wattpad.com/cover/244713970-288-k945061.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri: Shake a Flannin
Mystery / ThrillerJune Oliver bekerja di rumah keluarga Earl William Whitlock sebagai dokter yang merawat Margaret Whitlock一istri sang Earl. Suatu hari, terdengar suara ketukan pintu dari dalam lemari pakaian pasiennya itu. Ada orang asing! Keadaan menjadi semakin ru...