"Ingatkan aku tentang semua saudaraku yang pergi bertarung, yang tidak pernah kembali selama ratusan tahun."
⌞ G ⌝
RUMAH baru kami tak lebih dari sekadar gang yang bahkan sering tidak disadari eksistensinya. Itu karena ada beberapa bangunan yang saling berhimpitan, menyisakan sebuah ruang kosong di tengah-tengahnya, dan entah bagaimana salah satu celah di antara dua bangunan bisa membuat kami bertahan hidup hingga sekarang. Sepertinya kami harus memuja si arsitek dan pembangun kota.
Logan yang pertama kali menemukannya saat kami terpaksa berpencar di kota demi menghindari kecurigaan. Dia dan Maria mengabariku yang sedang berpencar bersama Abraham dan Luke. Sedangkan sisanya entah bagaimana bisa mengetahui tempat kami secepat angin. Sejak itu, kami melindungi diri dari ancaman yang akan membawa kami ke maut di sana. Tinggal membuat enam tonggak kayu maupun sisa-sisa pipa di tempat pembuangan sampah, lalu menebarkan kanvas lusuh berlapis-lapis, untuk melindungi diri dari hujan. Kalau tidur, kami akan merapatkan diri, terutama jika badai harus membuat kami khawatir akan tertimpa pipa dan kanvas.
Di kota ini, tidak ada yang salah sebetulnya. Anak-anak aneh sepertiku dibiarkan berkeliaran tiap hari, pria-pria tua misterius yang kerjaannya membawa tongkat diladeni, begitu juga dengan satu dua wanita aneh bercelak mata.
Dengan sistem kota yang hampir memaklumi kejanggalan, itu menjadi sebuah kebebasan kecil bagi kami―anak-anak yang kabur dari satu rumah dan panti asuhan. Kebebasan yang kumaksud adalah kebebasan untuk berkeliaran dalam jubah dan bergerak satu per satu tanpa harus distop oleh pasukan keamanan. Meski demikian, soal makanan mesti kami tanggung risikonya sendiri. Seharusnya Logan dan Luke bekerja, tetapi aku meragukan kualitas kebaikan orang-orang di sini. Alih-alih disuruh giat, bisa-bisa mereka dijadikan budak sungguhan.
Setelah melewati banyak kerumunan, kupastikan tidak ada siapa pun yang melihatku masuk ke gang di antara toko bunga dan rumah suram. Aku berlari ke dalam, berbelok ke kiri, lalu berhenti tepat di depan dua tembok yang hampir berimpitan. Aku memasukinya dengan mudah, dan langsung saja tatapan horor Logan menyambut.
"Selamat pagi!" sapaku sambil membuka jubah, memperlihatkan beberapa ikan yang berhasil kucuri.
Dia menyambar rambutku dan menggiringku hingga kami bertemu dengan sebuah lahan di tengah empat dinding. "Sudah berapa kali kubilang untuk menungguku baru kita akan pergi ke pasar sialan itu?"
"Kau makin kasar saja," ujarku main-main. Tidak, dia tidak benar-benar menjambakku. Itu hanya ungkapan kasih sayang yang berusaha dia tunjukkan dalam kegarangan seorang kakak. Yeah, kalau dia memang sayang padaku.
"Itu karena kau makin berandal, Anna."
Aku melepaskan diri setelah kami cukup dekat dari tenda. "Manisnya. Tidak sadarkah kau dari mana aku belajar jadi berandalan begini?"
Kulihat mata Logan diputar beberapa kali. "Jangan katakan itu aku."
"Tapi kau harus bangga karena aku mendapatkan yang kalian butuhkan selama kau sakit."
"Aku tidak sakit," bantahnya. "Karena itu seharusnya kau―" Suara 'Buk' pemecah suara menghentikan ucapan Logan. Pemuda itu terbungkuk ngilu sambil memegangi pundaknya hati-hati. "Sialan," ucapnya parau, "Carmen."
Setelah Logan berlutut di tanah―agak sesuai jika dikatakan dia tunduk padaku―muncullah gadis bertubuh kecil di belakangnya. Berdiri tegak dengan satu tangan terkepal di depan dada, Carmen memandangi Logan dengan puas. Cengiran licik abadi terpampang di wajahnya, senyum pertanda bahwa anak itu sudah melakukan hal menggemaskan. Usai menumbangkan Logan, gadis itu menatapku dengan sorot lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gauvelaire Has Promised
FantasiaPemenang Wattys 2022 [fantasi] & WIA Featured Story Periode 5 Pelarian bersama anak-anak panti asuhan telah membawa Anna Gauvelaire pada dunia yang tidak dibayangkannya. Demi bertahan hidup dari kejaran tentara dan monster, Anna meraih kesepakatan d...