"Katakanlah aku takkan kembali, maka kumohon, jangan pernah tinggalkan rumah ini."
⌞ G ⌝
"Menyebalkan," aku bergumam.
Orientasi tentang pekerjaanku katanya? Mending dia seka dulu semua noda di tubuhnya baru berani menahanku. Mengerikan, mengerikan, kau mengerikan! Aku hendak menyemburkannya kalau saja keberanianku memuncak saat itu.
Kini sudah dua jam aku menghilang dari pandangan anggota pulau. Beruntungnya, tak ada yang mencari, atau bahkan peduli ke mana si manusia baru pergi. Bagus. Aku bisa mengobrak-abrik isi kepala dan mencari kewarasan sendiri, menghirup udara segar, lalu menghayati keheningan. Walau demikian, hal yang kulakukan sejak tadi hanyalah mencabuti rumput dan bunga liar, lalu membuangnya ke segala arah. Aku benci memikirkan cowok itu lagi hari ini, dan aku benci kepalaku yang enggan mengeluarkannya. Karena itulah aku hanya melakukan hal bodoh sambil bergumam asal.
Posisiku sekarang dekat dengan jantung rimba, di hutan kaki gunung yang cocok dijadikan persembunyian. Meski begitu, aku tak menghindar dari kenyataan seseorang bisa berada di sekitar sini. Aku hanya tidak berharap orang itu adalah Kai. "Apanya?" dia berkata. "Aurelian?"
Aku merapatkan sandaran pada pohon. "Siapa yang mau bicara padamu?"
Sosoknya muncul dari balik pohon tempatku duduk. "Itu salahmu sendiri. Andai kau membiarkan temanmu yang mengikat perjanjian, cara Aurelian takkan sekasar ini."
"Aku atau Logan, sama saja."
"Berbeda," Kai berkeras. "Kalau kau tidak membatalkan perjanjiannya, Logan yang berhutang pada Eli. Logan hanya bilang akan memberikanmu pada kami, tidak meminta agar kau menuruti semua kemauan Eli. Tapi kondisi sekarang sebaliknya. Kau berhutang padanya."
Iya, deh. Tuan Frey keras kepala tahu segalanya.
"Apakah dia membawaku kemari karena aku makanannya?" tanyaku hati-hati.
"Singkirkan pikiran bodoh itu. Aurelian mana sudi diberi darah bocah sepertimu," geram Kai. Tetapi lucunya, aku malah mendengar gelak tawa yang disamarkan oleh suara kasar.
"Oh," balasku. "Kau memberi bocoran yang bagus."
Dia melupakan percakapan barusan seiring rautnya kembali menjadi ekspresi pemarah. Kini keteduhan hutan telah membuat wajahnya muram, sedikit penyesalan datang sebab dia jadi tidak santai lagi.
Kalau kusingkirkan ekspresi kerasnya, juga melupakan bahwa dia selalu bicara sarkas, akan terlihat betapa kemiripannya dengan Ibu berbeda tipis. Rambutnya lebih gelap dari rambut kami, matanya pun tidak perak melainkan seperti bayang-bayang cahaya bulan dan langit malam. Hanya saja lekuk wajahnya, alisnya, bentuk bibirnya, semua cocok dengan Ibu. Sangat mengganggu.
Semenit kemudian dia sadar mataku tak lepas darinya. "Apa-apaan tatapanmu? Kau doyan kumarahi?"
Segera aku menutupi rasa ingin tahu dengan cengiran. Namun, aku masih belum memiliki keberanian mengatakan sesuatu yang akan mengubah jarak di antara aku, Ibu, dan Kai. Kau mirip Ibu, he-he-he. Alih-alih mengatakan itu, aku nyengir bak orang sinting lalu berujar, "Jangan cepat naik darah. Aku anak baik."
"Kau pikir baik cukup? Aku bisa langsung membunuhmu kalau kau tidak berguna dan kurang ajar."
"Aku berguna, kok!" bentakku. "Buat apa juga kau kemari? Kalau cuma mau menceramahiku tentang Aurelian lupakan saja. Aku tidak takut, hanya ... terkejut."
Dia memutar bola mata, juga langkah. "Aku ke sini untuk memberitahu. Siang ini ada latihan dasar. Lebih baik kau pergi sarapan dan melihat Gliffard daripada merusak tanaman.",
KAMU SEDANG MEMBACA
Gauvelaire Has Promised
FantasyPemenang Wattys 2022 [fantasi] & WIA Featured Story Periode 5 Pelarian bersama anak-anak panti asuhan telah membawa Anna Gauvelaire pada dunia yang tidak dibayangkannya. Demi bertahan hidup dari kejaran tentara dan monster, Anna meraih kesepakatan d...