[11] Unfortunate

98 36 0
                                    

"Jarum, jarum, menyatulah dengan benang. Rajut, rajut, sampai kau dapat bangau putih."

⌞ E ⌝

RASA bagian terdalam dari sungai dipenuhi oleh tawar, dingin, dan menakutkan. Tubuhku terlalu mudah terseret, dan akhirnya dimakan oleh arus. Udara terlepas bebas dari paru-paruku, air memperlambat pergerakan, dan segalanya tampak buram. Sebentar lagi semua ini akan membawaku pada kematian.

Kupikir itu yang paling menyakitkan, hingga aku tahu hal yang menarikku dari kehidupan bukan hanya sungai ini.

Mimpi menutup kesadaranku. Sebuah bayangan menetap di kepala, melintas bagai adegan film yang diputar kembali, walaupun aku merasa ini bukanlah bagian dari memoriku.

M A J O R M E M O R I A

Seorang anak laki-laki―kira-kira lima belas tahun―berlari menyusuri tiap jengkal tempat yang terbakar itu. Rumah, bangunan, lumbung, bahkan pohon diselimuti oleh api yang terlihat tidak akan berhenti. Namun, anak itu tidak peduli sehingga dia mampu bertahan dari ujung ke ujung.

Atau, api itu tidak memberi efek pada pernapasan dan kulitnya. Dia masih tampak segar walau wajahnya dipenuhi kengerian.

"Kalalia!" jeritnya. Dia menerobos kayu-kayu yang mulai berjatuhan dimakan api. Ketika dia menepis semua bahaya, luka-lukanya berangsur-angsur pulih. Itu tidak tampak menyakitinya.

Anak itu kembali menjerit. Hingga dia menemukan apa yang ia cari―perempuan yang berdiri di atas tebing, memperhatikan sesuatu di bawahnya. Dia tidak sama dengan si bocah. Luka, abu, dan percikan api tidak menghilang dari tubuhnya, malah semakin parah. Wanita itu cuma memiliki keberanian untuk mengabaikan rasa sakitnya.

Ketika si bocah telah dekat, dia berteriak, "Jangan!"

"Kai," Kalalia menyahut. Perak di matanya tercemar oleh sebuah kekacauan yang tengah menari-nari dalam benaknya. Dia menunjuk bibir tebing. "Sudah dimulai. Dia bekerja."

Bocah itu, Kai, menarik-narik tangan Kalalia sekuat tenaga. "Tidak. Kau tidak boleh ikut campur dengan urusan Maurelaus. Biarkan saja."

"Tapi ...." Kalalia memandang ke belakang. Jauh di seberang dinding api dan reruntuhan yang baru saja hancur, hamparan hijau gelap disinari cahaya bulan. Dari sudut pandang keduanya, bertebaran titik-titik hijau. Semuanya mengabur, tapi di satu saat yang pas, akan ada penyatuan sehingga sosok-sosok kecil itu kelihatan. Kalalia menggeleng keras ketika ribuan kupu-kupu hijau mulai menguasai matanya. "Tidak. Laut akan menghancurkan rumahnya juga."

"Bisa tidak, sekali saja kau pentingkan dirimu sendiri dan biarkan orang itu mengurus masalahnya sendiri dengan Maurelaus?" Kai kembali menarik. Dia hanya tidak mendapat balasan. Kalalia menolak keinginannya.

Ledakan air terjadi di bawah tebing. Ombak naik hingga menampar tempat Kalalia dan si bocah berada. Basah kuyup, mereka langsung menggigil dan memucat seusai mendapat serangan dari sesuatu yang bergejolak di bawah sana.

Laut.

Kai gelisah, begitu pula Kalalia. Cara mereka mengekspresikan ketakutan berbeda. Kai ingin mereka pergi dan selamat, sedangkan Kalalia .... Wanita itu punya rencana lain. Rencana yang sepertinya membuat Kai merasa kesal hingga dia terus memaksa Kalalia.

"Putriku," Kalalia berkata, "bawa dia pada tuanmu. Tutupi dia dari Azuri."

"Apa?" pekik Kai. "Otakmu ini sudah jelek, ya? Rencanamu gila, dan sekarang kau ingin memastikan putrimu berada dalam tangan orang paling brutal di antara semua makhluk Maurelaus?"

"Kai ... kumohon?"

Kalalia membuat permintaan, mungkin akan menjadi yang terakhir, dan Kai tahu itu.

Si bocah menarik tangan Kalalia kembali. Namun, bahkan laut tidak berbaik hati dan mendukungnya untuk membebaskan Kalalia dari rencananya. Ombak sekali lagi menerpa, membuat jari-jari Kai terlepas dari pergelangan Kalalia. Tak hanya sampai situ, dia pun terhempas hingga jatuh jauh dari tempat Kalalia tetap berdiri. Dia ingin mencoba kembali kalau saja tidak melihat Kalalia memberinya tatapan memelas.

"Semoga Selias Agung menyertaimu, Adik Kecil," ucap Kalalia. Hanya itu, walau wajahnya masih menyiratkan sesuatu lain―keinginanku, tolong penuhi itu.

Bersamaan dengan jerit kalut Kai, Kalalia menyambut kedatangan badai laut. Ombak tidak hanya akan meratakan api dan puing-puing, tapi juga pohon-pohon di belakang permukiman itu ....

Kalau saja sebuah keajaiban dari bintik-bintik sihir tidak terjadi.

「 Cruel & Lonely Shadows 」

E untuk Eithnidgar

Gauvelaire Has PromisedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang